Dibesarkan dalam sebuah organisasi rahasia, membuat dua orang gadis dan dua orang pemuda tumbuh menjadi pembunuh berdarah dingin, masing-masing memiliki kemampuan yang berbeda.
Chu Haitang adalah seorang dokter ajaib, dia menguasai berbagai macam pengobatan modern maupun tradisional.
Bao Yunceng adalah seorang ahli penempaan senjata, dia sangat lihai dalam membuat berbagai macam benda yang mematikan.
Liu Jinhong adalah seorang ahli strategi sekaligus ahli pedang, jurus-jurusnya terlihat sangat lembut, namun mematikan.
Rong Siyue adalah seorang ahli menundukkan binatang, dia sangat pandai dalam mata-mata dan menyusup.
Keempat orang tersebut dipertemukan pada saat berusia 5 tahun, mereka hidup sebagai saudara dan saling melindungi satu sama lain. Bekerja di bawah naungan seorang tuan yang misterius sekaligus kejam, membuat mental dan pemikirannya berbeda.
Bagaimana jika keempat orang tersebut mengalami perpindahan waktu? Masih bisakah mereka menjadi saudara yang rukun?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arlingga Panega, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PEMUDA DI DASAR SUNGAI
Semua anggota keluarga terlihat sangat bahagia, tidak ada sedikitpun kesedihan di wajah mereka. Tubuh yang awalnya kurus perlahan-lahan menjadi lebih berisi, bahkan kulit mereka berubah menjadi lebih terang dari sebelumnya. Perawatan dan konsumsi makanan bergizi merupakan hal terbaik yang telah diterapkan oleh Chu Haitang pada keluarganya.
Musim dingin dengan cepat berlalu, seluruh anggota keluarga bersiap untuk menyambut perubahan. Berbagai macam perlengkapan telah dikemas, tidak ada satupun yang tersisa. Hari ini, mereka akan berangkat menuju desa Gujia, sesuai dengan yang diarahkan oleh Song Jingchen sebelumnya.
Perjalanan menuju kesana cukup panjang dan melelahkan, Chu Haitang memutuskan untuk menjual satu batang emas, dia membeli berbagai macam kebutuhan dan juga kereta kuda.
Setelah menuruni gunung, mereka duduk menunggu kereta yang dibawa oleh Chu Wentian dan Chu Haitang muncul, kedua ekor anak serigala juga tumbuh dengan cepat, bulu mereka terlihat halus dengan daging yang tebal.
"Ayah, ibu, nenek! Kami kembali!" Chu Haitang berteriak sambil melambaikan tangan ke arah mereka. Saat ini sebuah kereta yang cukup besar dan mewah meluncur di jalanan dan langsung berhenti tepat di depan anggota keluarga Chu.
"Cepat naik!" ajak Chu Haitang, dia membantu Lao Shi untuk masuk ke kereta, di susul dengan Pei Yuwen.
Bagian dalam kereta di desain dengan sangat indah, Chu Haitang sengaja membuat dua tempat tidur yang cukup lebar untuk ibu dan juga neneknya beristirahat. Sementara di sisi lain, ada sofa panjang, yang bisa digunakan oleh seluruh anggota keluarga untuk duduk.
Semua orang duduk dengan rapi di tempatnya masing-masing, begitu juga dengan kedua anak serigala jantan. Awalnya, Chu Haitang ingin meninggalkan sepasang serigala besar di hutan, namun kedua makhluk berbulu itu terus mengejar, seolah memiliki keterikatan dengan keluarga mereka.
Chu Rong akhirnya memutuskan untuk membawanya, dia menempatkan 2 bantal besar yang bisa di gunakan kedua serigala itu untuk beristirahat.
Perbekalan terlihat penuh, berbagai macam barang juga di angkut kembali dari goa, sehingga muatan kereta itu cukup berat. Untung saja Chu Haitang membeli 2 ekor kuda untuk menarik gerbongnya, jadi perjalanan mereka tidak terhambat.
Chu Wentian dan Chu Rong duduk di kursi depan, kedua pria itu bergantian mengendalikan kereta. Cuaca mulai terik saat mereka berangkat, untung saja atap kereta cukup lebar ke depan, sehingga kedua pria itu tidak terganggu sedikitpun.
Perjalanan menuju desa Gujia membutuhkan waktu hingga delapan hari jika menggunakan kereta, apalagi mereka sering berhenti untuk sekedar memasak, menyantap makanan dan menikmati udara segar. Keempat ekor serigala juga sering turun untuk mandi dan berburu.
Kehidupan Chu Haitang semakin menyenangkan, setelah melewati musim salju bersama dengan anggota keluarga Chu, kedekatan emosional di antara mereka juga cukup intim.
"Adik, lihatlah! Sungai itu terlihat sangat jernih, bagaimana jika kita mencari ikan dan membakarnya?" tanya Chu Wentian sambil menjilat bibirnya, keluarga mereka telah lama tidak menikmati hidangan ikan, apalagi di musim dingin, sungainya membeku.
Chu Haitang membuka tirai kereta, melihat keindahan pepohonan yang menjulang tinggi, ditambah dengan hembusan angin yang terasa sangat menyegarkan. "Kau benar kakak, mari kita berhenti dan beristirahat di dekat sungai!"
Chu Wentian segera menghentikan kereta, semua orang turun dengan rapi, mereka berdiri sambil menatap sungai seperti harta karun.
"Ayo kita memancing!" ajak Chu Rong sambil mengeluarkan beberapa alat dari kereta.
Chu Wentian menganggukkan kepala, "Ayo ayah, aku akan menemanimu."
Pei Yuwen mengeluarkan beberapa perabotan dan bahan makanan, Chu Yunling membantu sang ibu untuk mengangkutnya. Sedangkan Chu Haitang sudah melompat ke sungai bersama keempat serigala, mereka akan berburu ikan gemuk untuk di nikmati seluruh anggota keluarga.
Byur...
Air sungai terciprat kemana-mana, 1 manusia dan 4 ekor serigala menyelam dengan penuh semangat. Ada banyak ikan di sana, masyarakat dulu jarang sekali menggunakannya untuk memasak, karena bau amis dan lumpur membuat hidung mereka sakit saat mengendusnya.
Beberapa menit kemudian, 1 persatu mulai muncul, Chu Haitang membawa 2 ekor ikan gemuk di tangannya, sedangkan keempat serigala menggigit masing-masing 1 ekor ikan besar.
Hasil panen itu membuat senyuman di wajah Lao Shi menjadi semakin mengembang, sejak Chu Haitang menunjukkan keahlian memasaknya, makanan apapun yang dibuat oleh gadis kecil itu akan selalu terasa sangat istimewa dan luar biasa lezat. Dia selalu merindukan setiap rasa yang telah di cecap lidahnya.
"Ibu, anda bisa membersihkan ikan-ikan ini dulu, kami akan berburu lagi," ucap Chu Haitang, dia meletakan 1 persatu ikan yang di dapatnya di tong kecil.
Keempat serigala juga terus mengikuti, insting mereka jadi semakin tajam dan berbahaya. Chu Haitang mengajarkan beberapa keahlian, seperti berenang dan memanjat agar keempat bola bulu itu bisa menyelamatkan diri, jika bertemu dengan makhluk yang lebih kuat dari mereka.
"Ayo cari lagi!" ajak Chu Haitang sambil menyelam, keempat serigala dengan patuh mengikuti. Chu Rong dan Chu Wentian juga mendapatkan hasil tangkapan, sayangnya ikan yang mereka dapatkan terlalu kecil sehingga tidak mampu memuaskan hasrat lapar mereka.
Melihat keberanian Chu Haitang, Chu Yunling dan Chu Wentian juga ikut masuk ke dalam air, keduanya mencoba untuk menangkap ikan gemuk yang sedang bermain-main di dasar sungai.
Sayangnya, tangan mereka tidak terlalu terampil, sehingga ikan-ikan itu bergegas melarikan diri. Chu Wentian hanya bisa mengeluh di dalam hati, dia tidak bisa setangguh dan selihai adik perempuannya.
Saat akan kembali ke darat, mata Chu Wentian menemukan sesuatu yang salah, ada sebuah batu besar yang terikat dengan tali disana, dengan rasa penasaran yang besar, Chu Wentian mengikuti tali tersebut, hingga akhirnya dia menemukan sesuatu yang membuat tubuhnya mati rasa.
Untung saja Chu Yunling melihatnya, dia segera menarik tubuh pemuda itu untuk kembali ke darat.
"Kakak, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau mematung di dalam air? Jika aku tidak melihatnya, mungkin saja kau akan tenggelam," ucap Chu Yunling sambil menatap ke arah pemuda di sampingnya. Dia menangkap ada sesuatu yang mencurigakan, wajah Chu Wentian sangat pucat, seolah-olah baru saja bertemu dengan hantu.
"Adik, apa kau tidak melihatnya?" tanya Chu Wentian sambil mengerutkan dahi.
"Melihat apa?" Chu Yunling menyipitkan mata ke arah kakak laki-lakinya.
"Ada seorang pemuda yang terikat di dasar sungai, kakak tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas, dia di lilit akar tanaman." jawab Chu Wentian.
"Aaah..." semua anggota keluarga terlihat sangat kaget mendengar penjelasan yang diberikan oleh pemuda itu, teriakan mereka membuat ikan-ikan yang sedang diburu oleh Chu Haitang dan keempat serigala akhirnya kabur.
"Ada apa?" Chu Haitang muncul dari air, menatap anggota keluarganya yang terlihat ketakutan.
"Haitang, nak, cepat naik ke darat, kakak laki-lakimu melihat mayat di dasar sungai," ucap Pei Yuwen.