Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.
Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.
Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 7.Waktunya.
Setelah selesai menjalani ujian kenaikan kelas, Oliv kembali ke rumah dengan semangat yang tak padam.
Meski tekanan ujian sudah lewat, ia tidak berhenti berusaha. Setiap pagi sebelum matahari terbit, Oliv sudah berada di halaman rumah, mengenakan pakaian olahraga dan menggerakkan tubuhnya dengan penuh semangat.
Keringat membasahi dahinya, tapi tekad di matanya justru semakin menyala.
Ia tahu, waktu perjanjian dengan Mark tinggal kurang dari sebulan lagi. Taruhan itu bukan hanya soal menurunkan berat badan, tapi juga soal harga diri dan membuktikan siapa dirinya sekarang.
Tak ada lagi gadis gendut yang selalu diam saat diejek Oliv yang sekarang adalah gadis yang sedang menciptakan ulang dirinya.
Mark, yang awalnya menganggap taruhan itu sebagai lelucon untuk mengolok-olok adiknya, kini mulai merasakan cemas.
Ia memperhatikan dari balkon lantai dua, melihat Oliv melakukan sit-up, push-up, dan berlari keliling halaman rumah tanpa mengeluh.
Nafasnya terengah-engah, tapi dia tidak menyerah. Makanan yang dia konsumsi pun berubah drastis seperti lebih banyak buah, sayur, dan air putih. Tidak ada lagi gorengan atau cemilan tinggi kalori.
Mark mulai merasa ada yang berbeda. Oliv bukan hanya berubah secara fisik, tapi juga mental. Sikapnya lebih percaya diri, caranya bicara lebih tegas, dan bahkan kini Oliv berani menatap mata Mark dengan tatapan yang penuh keyakinan.
"Cuma tinggal tiga minggu lagi... dan dia udah sejauh ini?" gumam Mark dalam hati, sedikit tidak percaya.
Untuk pertama kalinya, Mark tidak hanya khawatir akan kalah dalam taruhan, tapi juga takut kalau adiknya akan benar-benar melampaui ekspektasinya dan membungkam semua ejekan masa lalu.
"Ini tidak bisa dibiarkan begitu saja" Ucapnya pelan yang tatapan nya tidak lepas dari Oliv.
Mark semakin cemas melihat perubahan Oliv yang begitu drastis. Adiknya yang dulu pemalas dan hobi makan kini berubah menjadi gadis yang disiplin, rajin olahraga, dan memilih makanan sehat.
Wajahnya yang mulai tirus dan tubuhnya yang lebih ramping membuat Mark merasa kalah taruhan tinggal menghitung hari.
Tak tinggal diam, Mark mulai melakukan berbagai cara untuk menggagalkan usaha Oliv.
Ia mulai dari hal-hal kecil seperti menyelinap ke dapur dan mengganti buah-buahan di kulkas dengan camilan manis, menyelipkan cokelat di tas Oliv, hingga pura-pura memasak makanan favorit Oliv dan meninggalkannya di meja makan lengkap dengan aroma menggoda.
Namun Oliv bukan lagi gadis yang mudah tergoda. Setiap kali melihat godaan makanan berlemak, ia hanya tersenyum sinis sambil berkata,
"Nice try, Mark. Tapi aku lebih takut gagal daripada lapar."
Lalu Oliv mengambil ponselnya dan menghubungi mamanya yang sekarang berlibur dengan ayahnya keliling Eropa.
"Halo ma! " Teriaknya dengan lantang sengaja agar didengar oleh Mark.
"Kak Mark kemarin memakai kartu kredit kak Erik untuk mengajak pacarnya ke... " Ucap Oliv yang langsung terputus karena ponselnya dirampas oleh Mark.
Mark yang berdiri di belakang Oliv merasa cemas, dan segera mematikan ponsel milik Oliv.
"Kakak!, mana ponselku? "
"Dasar mulut ember!, kamu senang lihat kakakmu di hukum terus oleh ayah"
Oliv lalu berjalan didepan Mark, dan mengambil ponselnya dari tangan Mark.
"Cepat kembalikan buah dan sayur yang ada di kulkas, kalau tidak aku akan telepon ayah langsung! " Ancam Oliv yang menatap tajam mata Mark.
Mark yang ketakutan, mengiyakan ucapan Oliv. Setelah itu Oliv pergi melewati kakaknya itu, sambil menepuk pundak saudaranya.
Mark tak menyerah begitu saja. Ia bahkan pernah menyuruh Erik diam-diam mengajak Oliv nonton sambil membawa popcorn dan es krim. Tapi Oliv malah membawa bekal sendiri seperti potongan apel dan air mineral.
Puncaknya, Mark menyabotase timbangan digital Oliv, membuatnya menunjukkan angka yang lebih berat dari kenyataan. Ia berharap Oliv akan putus asa. Tapi justru sebaliknya, Oliv malah makin giat olahraga, berpikir usahanya masih kurang.
Erik yang melihat semua ini hanya bisa geleng-geleng kepala,
"Kamu itu keterlaluan, ini udah bukan sabotase. Itu panik tingkat dewa."
Mark mendengus kesal.
"Aku gak mau kalah dari gadis kecil keras kepala itu!", lanjut Mark " Aku kangen dengan pipi tembem nya, dia jadi tidak manis lagi."
"Dasar pembohong!, bilang saja tidak mau kehilangan mobil sport mu itu."
"Kalau begitu kakak bantu aku! " Sambil memohon kepada Erik.
Erik malah tidak menggubris ucapan Mark, ia meninggalkan begitu saja saudaranya itu.
Sementara itu, Oliv tetap tenang, seolah tahu setiap langkah Mark. Karena bagi Oliv, kali ini bukan hanya soal taruhan. Ini tentang membuktikan bahwa dirinya bisa berubah. Dan tidak ada yang bisa menghentikannya bahkan Mark sekalipun.
Waktu yang dinanti akhirnya tiba, waktu perjanjian kedua saudara itu.
Pagi itu, rumah keluarga mereka terasa berbeda. Matahari belum sepenuhnya naik, tapi aroma perubahan sudah mengisi udara.
Mark sedang duduk di ruang tamu dengan Erik, keduanya tampak menunggu dengan ekspresi tak pasti.
Mark menggigit kuku jempolnya seperti kebiasaan lamanya saat gugup dan sementara Erik hanya duduk santai sambil menatap layar ponsel.
Tiba-tiba suara langkah pelan tapi penuh percaya diri terdengar dari tangga. Keduanya menoleh bersamaan, dan sejenak dunia terasa diam.
Oliv muncul.
Dengan gaun cantik berwarna pastel yang membingkai tubuh rampingnya, rambut yang disisir rapi dengan ikat pita kecil, dan tas mungil di lengannya, ia berjalan turun dengan anggun. Tidak ada lagi pipi tembam.
Tidak ada lagi napas ngos-ngosan. Yang ada hanyalah seorang gadis muda dengan sorot mata percaya diri dan langkah mantap.
Mark terdiam. Bahkan Erik pun sampai lupa bernapas.
Mereka berdua berdiri, seakan tidak percaya dengan yang dilihat itu adik mereka.
"Selamat pagi," ucap Oliv sambil tersenyum manis.
"Pagi" Sahut mereka berdua yang tidak berkedip melihat kearah Oliv.
Mark mengerjap.
"Tunggu dulu... itu kamu?"
Oliv tertawa pelan, membalikkan tubuh sejenak.
"Tentu saja ini aku, adik manismu. Bagaimana cantik bukan? " Ucapnya dengan bertingkah manis didepan kedua kakaknya.
Erik tersenyum dan bertepuk tangan pelan.
"Wow, Oliv... kamu kelihatan berbeda. Aku tidak mengira adik ku terlihat cantik, jika berdandan"
Mark masih tak percaya. Ia berdiri, berjalan mengitari adiknya, menatap dari kepala hingga kaki.
"Kau... kau benar-benar berubah," gumamnya. "Kamu tidak menggunakan sedot lemak, atau operasi agar terlihat secantik ini"
"Tentu saja bukan dong! "jawab Oliv sambil berjalan menuju pintu." Sekarang mana mobil kakak? "Tanya Oliv sambil meminta kunci mobil milik Mark.
Mark menahan napas. Lalu, ia menghela dan mengangkat kunci mobilnya.
"Baiklah, taruhan adalah taruhan," katanya sambil tersenyum setengah kesal, setengah kagum. "Ini mobil kesayangan ku, jadi sebaiknya biar aku saja yang menjadi supirmu. Bukankah kamu belum bisa mengendarai mobil? "
Oliv lalu menawarkan kunci mobil yang diambil dari tangan Mark kearah Erik. "Kakak tidak sibuk hari ini? "
"Tidak.ada apa memangnya? "
"Kita kencan kak, kita jalan-jalan dengan mobil milik kakak Mark. Bagaimana? "
"Ok, gadisku! "
Mark yang kecewa dan sedih, tidak bisa berbuat apa-apa hanya bisa melihat kedua saudaranya keluar dengan tersenyum dengan mobil sport milik Mark.
"Mobilku! " Ucapnya sambil meringis sedih.
Oliv hanya tersenyum dan masuk ke mobil. Hari itu bukan hanya kemenangan atas taruhan,tapi kemenangan atas dirinya sendiri.