NovelToon NovelToon
Di Gilir Keluarga Suami

Di Gilir Keluarga Suami

Status: sedang berlangsung
Genre:nikahmuda / Cinta Paksa / Romansa / Pembantu / trauma masa lalu
Popularitas:8.6k
Nilai: 5
Nama Author: bryan.gibran

Namaku Refelin, Gadis 19 Tahun yang harus rela mengorbankan masa muda untuk menikah dengan anak majikan ibuku.

Tapi sayangnya, kisah kehidupan rumah tangga ku tak seindah yang ku bayangkan.
Semua pilu ku berawal dari pernikahan itu, Aku diperlakukan bagai piala bergilir, diperbuat seenaknya dan hanya dicari ketika sedang dibutuhkan saja. Aku tidak menyangka pernikahan ku dengan anak majikan ibuku itu akan menjadi momok menakutkan yang membuatku trauma seumur hidup.

Hancur sekali hidupku, Mampukah aku melewati semua beban ini?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bryan.gibran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12 : - Kegilaan Pak Abra

"Kemarilah sayang, hangatkan aku, suasana malam ini sangat terasa dingin"

Pak Abra semakin liar, aku benar-benar tidak tau harus bagaimana lagi. Kelakuan Pak Abra ternyata lebih bejat dibandingkan keturunan nya, aku salah, sempat mengira lelaki paruh baya ini adalah sosok yang berwibawa dan mengayomi, tapi nyatanya dia tidak lebih dari sampah yang beraroma paling busuk.

Saat Pak Abra perlahan mendekat, aku semakin histeris, mencoba meraih sesuatu benda didekatku yang akan aku gunakan untuk menghalangi jalan Pak Abra.

"Pak, aku mohon lepaskan aku" lirih ku, tapi Pak Abra dengan segala akal bulusnya hanya tertawa melihat diriku yang sudah ketakutan.

"Kita pulang kerumah bersama-sama, tapi setelah aku menitipkan benih di rahim mu. Kemari lah cintaku" Pak Abra semakin menggila, kata-katanya membuatku risih, jika bisa aku memotong lidah nya detik ini juga, pasti sudah kulakukan.

"Aku ikut pulang bersama Pak Abra, aku akan lakukan semua yang kalian perintahkan, tapi lepaskan aku Pak, jangan berbuat gila begini" rintihan ku hanya seperti lagu berlalu bagi Pak Abra, sedikitpun dia tidak peduli dengan tangis deritaku.

Dengan suara tangisan ku yang kencang, aku berharap akan ada seseorang yang datang menolongku, segera membukakan pintu kamar hotel ini agar aku bisa langsung melarikan diri. Tapi nyatanya tidak ada satu orang pun yang datang, bisa jadi Pak Abra telah memerintahkan para petugas hotel ini agar tidak mengganggu kamar yang telah dipesannya.

Hancur sekali aku, bingung harus berbuat apa, bagaimana jika Pak Abra berhasil merenggut kehormatan ku, apa aku masih bisa hidup normal untuk hari yang akan datang, rasanya lebih baik menghentikan napas ku detik ini juga dari pada harus merelakan kesucianku direnggut paksa oleh ayah mertua ku yang keparat ini.

"Tolongggg, pergi.. pergi kamu iblis.." umpatku dengan suara lantang.

"Teriak, berteriak lah sesukamu, tidak akan ada yang mendengarnya hahaha" seru Pak Abra sembari tertawa lepas.

"Kenapa bapak tega melakukan ini, aku ini menantu mu pak" ucap ku, tertunduk lemah.

"Menantu yang tidak mau disentuh suami nya sendiri, begitu?. Sudah aku katakan, aku ingin segera punya cucu dari Aldi, bagaimana bisa kamu hamil kalau menghindar terus dari dia?" Pak Abra sontak geram, berjalan kearah sofa kecil di sisi kanan kamar, aku melihat ditangannya kini ada sebuah ikat pinggang.

"Maaf pak, aku bukan tidak mau, tapi aku belum siap. Kami baru menikah dua hari, masih banyak waktu untuk memberikan Pak Abra cucu. Aku janji, jika Pak Abra melepaskan aku, aku tidak akan menghindar dari Aldi lagi" aku terus memohon dengan penuh kerendahan hati, walaupun sebenarnya dari dalam lubuk hatiku yang paling dalam, aku terpaksa mengatakan nya. Jujur, sampai detik ini aku belum bisa mencintai Aldi, bukan karena fisiknya yang kurang sempurna tapi dengan sikap nya yang semakin hari semakin mengecewakan, rasanya tidak adil, jika dia hanya menginginkan ku untuk melayani hasrat nya, tapi tidak memperlakukan aku selayaknya istri yang diberi perhatian dan kasih sayang.

"Sudah terlambat, malam berikutnya kamu bisa tidur dengan Aldi, tapi malam ini, kamu harus memuaskan aku" ucap Pak Abra penuh semangat. Ternyata sia-sia saja aku memohon kepadanya, keras hatinya tetap pada pendirian ingin menggauli aku malam ini.

***

"Sudah lah cepat, ayo naik keatas ranjang ini, jangan pura-pura menjadi perempuan paling suci didunia ini. Buka lah handuk yang terikat di pinggang ku ini, maka kamu akan melihat senjata besar berurat yang sudah siap untuk meluncur ke dalam kamu" kata Pak Abra, sungguh aku ingin mual mendengar kata-kata yang tidak pantas untuk didengar itu.

PTASSSS..

Pak Abra melecut ikat pinggang ditangannya keatas lantai, hampir mengenai aku.

"Naik keatas ranjang sekarang juga, atau ikat pinggang ini melayang ke punggung mu" kata Pak Abra. Kembali melecutkan ikat pinggang itu ke lantai.

Aku berjalan perlahan, air mataku terus bercucuran, kaki ku gemetaran, jantung ku berdetak tidak beraturan, aku sangat takut, tapi aku tidak ada kuasa untuk melawan.

Baru saja tiga langkah aku berjalan, mataku tertuju pada meja didekat sofa kecil tempat Pak Abra mengambil ikat pinggang tadi. Aku melihat ada kunci terletak diatas meja itu, aku yakin kunci diatas meja itu adalah kunci untuk membuka pintu kamar hotel ini.

Agar tidak menimbulkan kecurigaan dari Pak Abra, aku mencoba mengikuti permainan yang dia ciptakan, sementara otak ku sedang berpikir bagaimana caranya mengoceh Pak Abra, ketika dia lengah, saat itu pula aku bergegas dengan cepat mengambil kunci itu.

"Cepat jalan.." suruh Pak Abra, tiba-tiba mendorong tubuhku terjatuh diatas kasur.

"Mau cara halus atau sangar?" Tanya Pak Abra dengan segala kegilaan nya. Dia mengayunkan lembut ikat pinggang nya di kaki ku.

"Pak, bebaskan aku.." Aku terus memohon, berharap ada sedikit celah pintu kebaikan dihati Pak Abra untuk melepaskan aku.

"Iya, kita akan keluar dari tempat ini, tapi setelah kamu kusembur dengan cairanku. Kamu sudah siap sayang?" Sama seperti dugaan ku, rintihan ku hanya akan menambah gelora nya untuk terus mengungkapkan kata-kata yang terdengar menjijikkan.

***

"Kamu atau aku yang membuka handuk ini?" Tanya Pak Abra, tapi aku hanya bisa menggelengkan kepala, tidak siap dengan apa yang akan terjadi setelah Pak Abra mengucapkan kata-kata itu.

"Kamu manja sekali, baiklah, aku saja yang membukanya" kata Pak Abra, aku menangis dan menutup mata, Pak Abra berdiri diatas ranjang, tepat disampingku. Aku yang terbaring hanya bisa menutup mata, memiringkan badan membelakangi Pak Abra.

Tiba-tiba, pak Abra menjatuhkan kain kewajahku, kain yang sedikit lembab, pikiran ku kacau, aku merasa kain itu adalah handuk yang melingkar dipinggang Pak Abra. Jika handuk telah dilepas, itu artinya Pak Abra tidak memakai sehelai benang pun ditubuhnya.

"Buka matamu sayang" ucap Pak Abra, aku semakin menutupi wajahku dengan tangan.

"Bukalah, maka kamu akan melihatnya" kembali Pak Abra mengeluarkan suara yang sangat membuat ku ingin muntah.

Aku tidak mau membuka mata, tapi karena geram, Pak Abra meraih tanganku, menjauhkan nya dari wajahku.

"Ti.. tidak.. jangan pak" aku sangat takut saat pak Abra berusaha menarik tanganku, aku sempat berontak tapi tenagaku tidak ada apa-apa nya dengan si tua bangka ini. Mungkin karena dipenuhi nafsu membara, tenaganya muncul berkali-kali lipat.

Saat Pak Abra berhasil menarik tanganku, aku masih menutup mata. Tapi hal yang tidak kusangka pun terjadi, Pak Abra kembali memecut ikat pinggang nya tepat disampingku, bahkan sudah mengenai rambutku yang sudah semrawut acak-acakan.

"Buka matamu, murahan seperti mu memang pantas diperlakukan seperti ini" umpat Pak Abra. Aku kembali menangis histeris. Dengan penuh keterpaksaan, aku membuka mata, dan betapa bersyukurnya aku, ternyata Pak Abra masih mengenakan celana dalam, meskipun terlihat tonjolan dibalik celana dalam ketat Pak Abra, tapi aku tidak sampai melihat wujudnya, itu hanya akan membuat pandangan ku kotor.

"Hahahaha, aku tau kamu akan membuka mata. Aku tau sebenarnya kamu mau, tapi pura-pura suci, padahal kamu tidak lain hanya seorang yang haus akan burung lelaki" ucap Pak Abra, tertawa puas. Seluruh perkataan sangat tidak benar adanya, tapi bisa-bisanya dia merendahkan aku seperti itu tanpa bercermin bahwa dirinya lah orang paling gila dan tidak tau malu.

"Hahaha, kenapa diam?, apa kamu sudah menyadari kalau dirimu hanyalah pelayan?, kalau sudah sadar, ayo layani lah aku" kembali Pak Abra tertawa lepas sambil mengucapkan kata-kata gila.

Saat Pak Abra masih sibuk tertawa, aku menarik ikat pinggang dari tangan Pak Abra dan menendang kuat tulang kering kakinya.

"Aaaaaa" Pak Abra seketika ambruk, tapi sayangnya hanya terjatuh diatas kasur yang lembut, tadinya aku berharap dia jatuh kelantai agar sedikit lebih sakit.

Meski begitu, bermodal senjata ikat pinggang ditanganku, aku beranjak dari atas kasur dan memanfaatkan kesempatan untuk segera mengambil kunci diatas meja.

"Elinnnnn, kurang ajar kamu" Teriak Pak Abra sambil memegangi kaki nya yang aku tendang tadi.

Tentu aku mempercepat langkah sebelum Pak Abra beranjak dan menangkap ku kembali.

"Kamu gak akan bisa kabur" kata Pak Abra, mulai bangkit dan berjalan menuju pintu untuk menghalangi aku keluar.

Kini kunci kamar telah berada ditanganku, agar Pak Abra menghindar dari depan pintu, aku tidak segan-segan melontarkan pecutan ikat pinggang mengenai lengan Pak Abra.

PTASSSS...

PTASSSS...

PTASSSS...

"Elin stop, aaaaggh." Rintih Pak Abra.

"Rasakan itu lelaki tua bangka, minggir atau aku akan terus melayangkan ikat pinggang ini" ujar ku.

"Kurang ajar..." Pak Abra geram, wajahnya memerah berjalan menuju kearahku, seperti ingin menerkam. Aku tidak mau kalah, aku harus terbebas dari jerat kegilaan nya. Aku terus memecut dengan sekuat tenaga, tidak peduli bagian tubuh mana yang terkena hantaman ikat pinggang, yang kuingin kan hanya terbebas dari Pak Abra.

Pak Abra kesakitan, tapi sesekali berusaha meraih ikat pinggang di tanganku, saat Pak Abra menutupi wajahnya dengan tangan, aku kembali mengambil kesempatan, aku menendang kuat selangkangan Pak Abra.

"Aduhhhhh" pekik Pak Abra, langsung terjatuh sambil memegangi selangkangannya.

Aku melemparkan ikat pinggang kearah nya dan langsung membuka pintu yang terkunci, akhirnya aku bisa terbebas dan berlari sekencang mungkin meninggalkan hotel itu.

"Elinnnnn. Awas kamuu" Teriak Pak Abra, tapi bodo amat dengan jelmaan iblis itu, yang penting aku sudah terbebas darinya.

1
bryan.gibran
Apa yang akan kalian lakukan jika berada di posisi Refelin?
Akbar Cahya Putra
Mantap banget, author! Jangan berhenti menulis ya!
Tōshirō Hitsugaya
cerita ini layak dijadikan best-seller, semangat terus!
bryan.gibran: thanks kak, ikuti terus update nya ya
total 1 replies
♞ ;3
Sama sekali tidak mengecewakan. Sebelumnya aku berpikir bakal biasa saja, ternyata sangat bagus!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!