NovelToon NovelToon
Di Tepi Senja

Di Tepi Senja

Status: tamat
Genre:Tamat / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Romansa
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Febriani

Kebanyakan orang-orang berpikir bahwa tidak ada cinta yang akan bertahan, apalagi di usia remaja, dan aku juga sependapat dengan mereka. Namun, dia membuktikan bahwa cinta itu benar-benar ada, bahkan anak remaja sekalipun bisa mendapatkan cinta yang akan menjadi pasangan hidupnya. Semua itu tergantung siapa orangnya.

Dari pengalaman ini aku juga banyak belajar tentang cinta. Cinta itu memang menyakitkan, tapi di balik semua itu pasti ada jalannya. Dia selalu mengajari ku banyak hal, yang paling aku ingat dia pernah mengatakan "rasa suka tidak harus dibalas dengan rasa suka." Dia lelaki yang dewasa.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Febriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 12

Dua minggu telah berlalu dan aku sudah melupakan bang Ray. Saat ini aku tidak suka dengan siapa-siapa, hal itu hanya membuang waktu dan menambah pikiran.

Belakangan ini Kevin selalu datang kerumah ku, dia selalu disambut mama dengan penuh kehangatan, mama selalu memperlakukan dia seperti tamu spesial. Aku berpikir positif saja, bisa jadi mama menganggap Kevin sebagai anak laki-laki nya karena mama hanya punya seorang putri. Aku tidak pernah keberatan jika mama lebih menyayangi Kevin dari pada aku, bagaimana pun juga mama tidak akan melupakan aku, walaupun mama sangat akrab dengan Kevin.

Kevin sering datang ke rumahku bukan untuk bermain-main. Dua minggu lagi kami akan mengadakan porseni. Ada banyak kegiatan yang akan kami lakukan di sana, seperti pidato bahasa Inggris, debat, peragaan busana, dan masih banyak lagi. Dari semua lomba, aku hanya mengikuti ketiga lomba yang aku sebutkan tadi, selebihnya aku serahkan kepada teman-teman sekelas ku yang belum mendapat bagian.

Tujuan Kevin datang ke rumahku untuk membantuku menyiapkan pidato ku dan menyiapkan pakaian untuk peragaan busana kami nanti. Rencananya kami mau mengerjakan di sekolah, tapi kelas lain sudah duluan mengcopy apa yang ingin kami buat. Dengan sedikit terpaksa kami harus mengerjakannya di rumah ku, jika teman-teman yang lainnya bisa membantu, mereka boleh datang kapan saja.

"Aku sudah dapat konsep pakaian kita Tar, Kezia dan teman-teman lainnya lagi beli bahan, sekarang kita kerjakan pidato kamu dulu, ya?"

"Boleh, semakin cepat dikerjakan, maka semakin cepat aku berlatih untuk berbicara."

Mama membiarkan kami berdua di ruang tamu, mama pergi ke dapur untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Mama belum menyediakan teh atau makanan untuk kami, sepertinya mama pergi ke dapur untuk menyediakan itu. Aku tahu betul mama, mama tidak pernah pelit kepada tamu yang berkunjung ke rumah, baik itu teman mama, teman papa, maupun teman ku.

Semestinya kita harus menyusun pembuka yang mengesankan terlebih dahulu. Aku sudah mengetik pembuka yang aku buat, aku sudah berpikir keras untuk membuat pembuka yang sangat menarik. Aku sangat percaya diri Kevin akan menerima pembuka ku, aku yakin dia tidak akan menggantinya lagi.

Suara tertawa itu membuatku risih. Kevin tidak perlu menertawai pembuka yang aku buat. Aku tidak tahu darimana sisi lucunya, dia seenaknya saja tertawa, bahkan ketawanya sangat kuat. Rasa kesal ku kepadanya ku lampiaskan dengan menjewer telinganya sampai memerah. Tidak peduli dia merasa sakit atau tidak, yang penting aku bahagia.

Dia tidak mengatakan sepatah katapun, dia memperbaiki pembuka yang aku ketik di laptopku. Aku tidak keberatan dia menghapus beberapa kata dan menambahkan sedikit kata yang berlebihan.

"Kamu baca Tar, lebih bagus, kan?"

"Iya juga, kalau seperti tadi rasanya agak canggung."

Kami kembali ke sesi berikutnya, kami mengembangkan setiap kata atau kalimat yang ada di otak kami. Kami menyusun isi pidato itu dengan sesempurna mungkin. Walaupun isi pidatonya agak panjang, tidak apa-apa, aku pasti bisa menguasainya.

Sekitar 15 menit, kami masuk ke sesi terakhir, penutup. Kali ini aku menyerahkan bagian penutup kepada Kevin. Suara bel gerbang membuatku berdiri dan harus menyambut tamu. Aku meninggalkan Kevin sendirian di ruang tamu dan berlari keluar rumah.

Jarak dari rumah ke gerbang lumayan agak jauh. Rumah ku dikelilingi oleh tanaman atau bisa dikatakan rumahku seperti taman bunga. Maksudku bukan rumahku yang seperti taman bunga, tetapi halamannya, rumahku berada di tengah-tengah taman, setiap keliling rumah pasti memiliki tumbuhan. Bibi selalu merawat tanaman-tanaman itu dengan baik, terkadang mama juga membantu bibi membersihkan taman.

"Maaf agak lama ya teman-teman," ucapku sambil membuka gerbang rumah. Gerbang rumah sangat tinggi, rumahku tidak dapat dilihat jika gerbang tertutup.

"Tidak apa-apa Tar," jawab Kezia dengan senyuman manisnya itu. Tanpa disuruh masuk Kezia sudah duluan masuk ke halaman rumahku.

"Ayo masuk saja, kalian tidak usah segan-segan seperti itu."

Ketiga teman cewekku dan kedua teman cowokku tidak mau masuk sebelum aku menyuruh mereka masuk. Mereka sangat tahu tata krama, tidak seperti Kezia (bercanda, Kezia sudah terbiasa ke rumahku, jadi suka-suka dia).

"Rumah kamu besar sekali Tar."

Aku menoleh ke arah Jia, "kamu merendah ya Jia, rumah kamu juga besar lho."

"Tidak, rumah kamu lebih besar, lebih cantik lagi."

"Terimakasih sebelumnya, tapi ini bukan rumah ku, ini rumah orangtuaku, aku hanya menumpang untuk sementara waktu, dan rumah ku belum ada, jadi yang kamu puji tadi adalah rumah orangtua ku. Kamu bisa katakan langsung kepada mama."

"Kami juga sama, yang kami tinggali bukan rumah kami, melainkan rumah orangtua kami."

"Betul, meskipun rumah kita semua besar, kita tidak boleh sombong dan memamerkannya kepada orang lain karena ini rumah orang tua kita. Belum tentu nanti rumah kita sebesar dan secantik rumah orangtua kita, siapa tahu nanti kita jadi anak-anak yang miskin," ucap Kezia.

"Tidak boleh ngomong seperti itu Kezia. Orangtua kita sukses, kita harus lebih sukses lagi," ujarku membenarkan perkataan Kezia.

Kevin menunggu kami sambil menyeduh teh yang sudah disajikan oleh mama. Tidak lupa ia juga memakan roti kering yang disediakan oleh mama. Kevin nampak seperti orang yang berwibawa, jika aku punya banyak jempol aku sudah memberi dia semua jempol ku, aku rela mengangkat semua jempol ku demi wibawanya yang sangat keren.

"Sudah aku selesaikan ya Tar, kamu tinggal mempelajarinya. Kalau ada yang tidak paham tanyakan saja, aku akan mengajarimu."

Wanita mana yang tidak senang jika cowok berkata demikian? Jantungku berdetak kencang, wajahku panas, sepertinya memerah. Aku memang sering diajarin oleh Kevin, tapi kali ini kesannya berbeda, apalagi dia ngomong sangat lembut.

"Cie, cie, ada yang malu-malu nih," ucap Jia mengejekku.

"Wajahnya memerah tuh, cie," lanjut Tia.

Tak sengaja aku menoleh ke arah Kevin. Dia melihat aku seperti menginginkan sesuatu. Aku kembali menatap dia dengan wajah yang memerah. Aneh rasanya teman-teman ku begini, lebih anehnya Kevin hanya diam, dia tidak memarahi mereka.

"Terimakasih Kevin, aku tahu kamu akan menyelesaikannya secepat itu," jawab ku. Rasanya canggung.

Jelas sekali senyuman terpapar di wajah Kevin. Dia memang tidak membalas ucapan 'terimakasih' ku, tapi aku tahu senyumannya sudah menjelaskan semua.

Kami memulai membuat pakaian peragaan busana kami, dimana kami harus membuat mereka dari barang bekas, seperti plastik. Kezia mulai mengukur badan ku dan badan Kevin, teman-teman yang lain memotong koran dan barang bekas lainnya untuk dijadikan hiasan di pakaian kami nanti.

1
Zetti Afiatnun
👍👍👍👍👍
Shoot2Kill
Ceritanya luar biasa, author semangat terus ya!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!