My Doctor'S Bastard

Kabar kepulangan mereka semua sudah diketahui oleh seluruh keluarga Carter. Tentu saja kabar itu disampaikan langsung oleh Dicky.

Laura kira hanya ada sang ayah yang menyambut kepulangannya saat ini, tapi ternyata mommy Naina keluar dari balik punggung sang ayah. Menunjukkan raut wajah lelah dan tubuh yang semakin kurus.

Menatap perubahan itu sontak saja jantung Laura berdenyut nyeri, selama ini yang terpikir di dalam benaknya hanyalah tentang sakitnya sendiri sampai tak tahu pasti bagaimana kabar kedua orang tuanya.

Mommy Naina berdiri di samping Nickolas dengan mata yang sudah sembab. Tangannya menutup mulut rapat-rapat, seolah itu satu-satunya cara agar tangisnya tidak pecah di tempat. Sedangkan langkahnya gemetar mendekati Laura, seperti ia menahan diri untuk tidak langsung berlari dan memeluk putrinya sekuat mungkin.

“Laura,” ucap Mommy Naina, napasnya tercekat.

Detik itu juga Laura merasakan seluruh isi dadanya runtuh. Semua ketakutan yang ia kumpulkan sepanjang perjalanan menguap begitu saja saat melihat mata ibunya.

Mata yang selalu menangis diam-diam setiap malam, menunggu kabar mengenai kondisi Laura yang tak pernah jelas. Mata yang selama setahun penuh hanya bisa memegang bantal sebagai pengganti putri kandungnya.

“Mom,” suara Laura pecah.

Dan tanpa menunggu satu detik pun Mommy Naina mempercepat langkah, langsung meraih tubuh Laura dan memeluknya seolah hendak menyatukan kembali semua bagian putrinya yang hilang.

Dalam pelukan itu, tubuh kecil Laura seperti tenggelam.

“Tidak apa-apa sayang, tidak apa-apa,” suara mommy Naina pecah, nyaris tak terdengar. “Kamu pulang, kamu pulang, kamu pulang, Laura.”

Laura menggigit bibir, menahan tangis yang sudah terlalu berat untuk ditahan. Dan akhirnya ia menyerah, suara isaknya pecah dalam pelukan sang ibu. Tubuhnya bergetar hebat.

“Maaf, Mom… Aku… aku…”

“Sst… tidak perlu meminta maaf,” bisik Naina sambil memeluk lebih erat, seolah bisa meredakan seluruh rasa bersalah putrinya hanya dengan sentuhan. “Kamu sudah sangat berani, kamu sudah bertahan, Mommy bangga padamu, Mommy sangat bangga.”

Daddy Nickolas yang berdiri di samping mereka sudah tidak mampu menahan emosi. Ia mengusap wajahnya sendiri dengan gemetar. Sebelah tangan lainnya terulur perlahan menyentuh kepala Laura dengan sangat hati-hati, seolah ia takut jika menyentuh terlalu keras putrinya akan menghilang lagi.

“Laura…” suara daddy Nickolas terdengar parau. “Daddy minta maaf… karena mommy dan Daddy tidak bisa mendampingimu."

Celine sampai memalingkan wajahnya dari pertemuan tersebut, tak sanggup menanggung daddanya sendiri yang ingin meledak oleh rasa sedih.

Laura menggeleng cepat dan menangis lebih keras. “Tidak, bukan salah Daddy. Aku yang salah, aku yang menyembunyikan pen_"

“Daddy sudah tahu semuanya Sayang, tentang penyakitmu. Dan mommy Daddy sekalipun tidak pernah merasa marah padamu,” potong Nickolas, suaranya bergetar.

Shinee yang berdiri selangkah di belakang, merasa terkejut saat mendengar ucapan tersebut. Bahwa ternyata selama ini Daddy Nickolas telah mengetahui semuanya. Kemungkinan besar semua ini karena perbuatan Dicky, terlebih Dicky memang selalu menghindar tiap kali ada pembicaraan tentang keluarga Carter.

Namun Shinee tidak mempermasalahkan hal tersebut, dia justru merasa lega jika akhirnya semua berjalan lebih baik dari apa yang mereka duga.

Sampai akhirnya Mommy Naina menyadari sesuatu. Ia melepas pelukan Laura sedikit, memegang pipi putrinya, lalu menoleh ke belakang menatap Shinee.

Tatapan itu bukan tatapan marah ataupun kecewa. Melainkan tatapan seorang ibu yang baru saja diingatkan bahwa putrinya kini memiliki seseorang yang menjaganya di saat mereka tidak bisa.

Perlahan mommy Naina mengusap air matanya, lalu berkata dengan suara lembut, “Jadi kamu yang bernama Shinee ?”

Shinee menelan ludah dan memberi hormat kecil dengan kepala. “Iya, Tante.”

“Jadi…” Mommy Naina menatap Laura, lalu kembali menatap Shinee. “Ini suamimu?”

Laura langsung meremas tangan ibunya dengan wajah memerah. “Mom, aku, aku bisa jelaskan semuanya.”

Namun Mommy Naina menarik napas panjang, menahan tangis sekali lagi, lalu tersenyum. Senyum seorang ibu yang akhirnya mengerti sesuatu yang sangat penting. “Terima kasih.”

Shinee membeku.

“Terima kasih karena kamu yang menyelamatkan Laura, merawat Laura, menjaga Laura di saat kami tidak bisa.” Suara mommy Naina pecah lagi. “Terima kasih… karena kamu membuat Laura pulang dalam keadaan masih bisa tersenyum.”

Kali ini Shinee tidak bisa menahan emosi, Ia menundukkan kepalanya dalam.

Celine juga semakin menangis tersedu-sedu, dan Dicky yang biasanya dingin hanya bisa memalingkan wajah, pura-pura melihat papan jadwal penerbangan karena kelopak matanya memerah.

Laura terisak tak tahu harus berkata apalagi, bahwa ternyata semua hal yang selama ini dia sembunyikan rapat-rapat telah diketahui oleh kedua orang tuanya. Mungkin karena itulah kini mommy Naina terlihat lebih kurus.

"Maafkan aku, Mom," lirih Laura.

Mommy Naina kembali memeluk Laura erat, kini Daddy Nickolas pun ikut memeluk keduanya. Entah sudah sebanyak apa air mata itu berjatuhan.