NovelToon NovelToon
Amorfati

Amorfati

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Balas Dendam / Keluarga / Trauma masa lalu / Tamat
Popularitas:368
Nilai: 5
Nama Author: Kim Varesta

Amorfati sebuah kisah tragis tentang takdir, balas dendam, dan pengorbanan jiwa

Valora dihancurkan oleh orang yang seharusnya menjadi keluarga. Dinodai oleh sepupunya sendiri, kehilangan bayinya yang baru lahir karena ilmu hitam dari ibu sang pelaku. Namun dari reruntuhan luka, ia tidak hanya bertahan—ia berubah. Valora bersekutu dengan keluarganya dan keluarga kekasihnya untuk merencanakan pembalasan yang tak hanya berdarah, tapi juga melibatkan kekuatan gaib yang jauh lebih dalam dari dendam

Namun kenyataan lebih mengerikan terungkap jiwa sang anak tidak mati, melainkan dikurung oleh kekuatan hitam. Valora, yang menyimpan dua jiwa dalam tubuhnya, bertemu dengan seorang wanita yang kehilangan jiwanya akibat kecemburuan saudari kandungnya

Kini Valora tak lagi ada. Ia menjadi Kiran dan Auliandra. Dalam tubuh dan takdir yang baru, mereka harus menghadapi kekuata hitam yang belum berakhir, di dunia di mana cinta, kebencian, dan pengorbanan menyatu dalam bayangan takdir bernama Amorfati

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kim Varesta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Merancang Villa

🦋

"Wow… ada tontonan seru, ternyata."

Suara seorang pria memecah ketegangan. Entah sejak kapan ia duduk di sofa, tapi kini ia bersandar santai seperti tuan rumah.

Gavriel dan Jevano serempak menoleh. Tatapan mereka tajam, seperti sepasang predator yang baru saja menemukan mangsanya. Namun pria itu, berkaos oblong, celana pendek, tubuh kekar, tetap tenang. Ia meneguk susunya pelan-pelan, santai seperti bocah SD yang baru pulang sekolah.

Pria aneh, batin Gavriel. Di tengah suasana sepanas ini, dia masih saja minum susu.

"Merusak wibawa laki-laki," gumam Gavriel.

"Tidak tahu malu," sindir Jevano lirih.

Pria itu seakan tak mendengar. Ia berdiri, melangkah santai ke arah Auliandra yang sedari tadi duduk tenang sambil menyeruput cokelat panas. Tanpa permisi, ia menukar cangkir cokelat panas di tangan Auliandra dengan gelas susu miliknya.

"Kalian berdua direkrut langsung oleh Nona Auliandra untuk proyek ini," katanya datar, lalu menyeruput cokelat panas yang baru direbutnya. "Jadi, kalian akan sering bersama. Aku sarankan akur, demi memberi contoh pada anggota yang lain."

"Aku tidak mau," sahut Gavriel dan Jevano bersamaan.

Pria itu tersenyum tipis. "Nah, cocok sekali. Kompak, kan? Betul begitu, Nona Auliandra?"

Auliandra menghela napas. "Benar."

"Oh ya," lanjut pria itu sambil memandang mereka bergantian, "perkenalkan, namaku Edwin. Tangan kanan Nona Auliandra… yang sangat setia."

Gavriel dan Jevano hanya saling melirik. Tidak perlu kata-kata, mereka sama-sama tidak menyukai kehadiran Edwin, terutama melihat betapa akrabnya dia dengan Auliandra.

Auliandra menggeser sebuah gulungan besar ke meja. Kertas itu terbentang, menampilkan rancangan detail.

"Vila ini akan dibangun di tengah hutan lebat, di sebuah pulau terpencil yang dikelilingi laut biru jernih dan terumbu karang. Desainnya: nuansa emas, hitam, dan abu-abu elegan, megah. Dinding kokoh, jendela besar, atap kubah dengan puncak runcing."

Ia menunjuk satu bagian lain. "Benteng tinggi, delapan patung raksasa mengelilingi alun-alun, masing-masing dengan ekspresi berbeda. Di tengah, air mancur. Ada taman bunga, kolam renang besar, lapangan olahraga, perpustakaan luas, dan aula besar untuk acara istimewa. Semua ini akan memberikan ketenangan, udara segar, dan pemandangan laut yang memanjakan mata."

Jevano memegang kertas itu, mempelajarinya. Gavriel ikut mendekat.

"Bukankah ini akan menelan dana besar?" tanya Gavriel.

"Justru ini investasi. Begitu jadi, orang-orang kaya akan berebut memesan. Keuntungan akan berlipat," sanggah Jevano.

"Tetap saja kita harus mempertimbangkan biaya dan resiko bahan yang tak sesuai," bantah Gavriel.

"Itu sebabnya kau di sini," ucap Jevano. "Kau paham bahan bangunan."

Gavriel menatapnya sinis. "Lalu apa gunanya kau?"

Jevano membalas tatapan itu. "Kau pikir pulau ini milik siapa?"

Auliandra memijit pelipisnya. "Cukup. Daripada berdebat, lebih baik fokus bekerja."

Mereka saling pandang, lalu kembali ke tugas masing-masing.

***

Pukul 23.00, Auliandra masih terkurung di kantor, dikelilingi berkas-berkas.

"Entah kapan ini selesai," desahnya, meregangkan bahu.

"Anda bisa melanjutkan besok nona," saran Nira dari sofa.

"Tidak, dua hari lagi ada tamu. Semua harus selesai malam ini," jawabnya sambil menahan kantuk.

"Biar aku yang kerjakan."

Auliandra tersentak. Edwin sudah di sebelahnya, padahal ia tidak mendengar pintu terbuka.

"Kapan kau masuk?"

"Apa kau lupa aku punya sayap?" senyumnya jahil.

"Ya, sayap ayam."

Edwin meletakkan kotak kecil berisi chicken wings favorit Auliandra,di mejanya.

"Terima kasih… sayang," ujarnya setengah malas.

"Ikhlas sedikit, kek." Edwin menarik laptop dari hadapannya. Nira paham sinyal itu, segera meninggalkan ruangan.

Auliandra duduk di lantai di samping kaki Edwin, makan dengan santai. Setelah selesai, Edwin membukakan air, lalu membersihkan tangannya dengan tisu basah.

Beberapa menit kemudian, kantuknya menang. Ia berpindah ke sofa, membaringkan kepala di pangkuan Edwin. Laki-laki itu hanya tersenyum, membelai rambutnya.

"Tenanglah… aku selalu ada untukmu."

Sementara itu, di kamar berbeda, Jevano terjaga. Pikiran tentang Valora membanjiri kepalanya. Foto mereka di pantai ia peluk erat, kebiasaan nya lima tahun terakhir ini.

"Kenapa waktu itu kau tidak meminta pertanggungjawabanku saja Var. Kita bisa membesarkan bayi itu dan menghancurkan ayahnya."

"Hufttt.. Semuanya sudah terjadi, kau tidak salah dengan mempertahankan bayi itu" lirih Jevano, matanya berair ia meraih foto di samping ranjangnya foto dirinya dan Valora saat sedang bermain di pantai.

Pantai adalah salah satu tempat yang paling disukai Valora, setiap weekend Jevano selalu mengajak Valora kepantai. Tak ada kata bosan jika sudah menyangkut pantai.

Jevano selalu mengabadikan setiap momennya bersama Valora. Sudah ada tiga album besar dilemari Jevano yang berisi tentang weekend mereka bahkan sudah ada foto kedua belah keluarga Valora dan Jevano.

Jevano baru bisa memejamkan matanya ketika ia memeluk foto Valora. Setiap malam selama 5 tahun ini Jevano tidak pernah bisa tidur nyenyak jika tidak memeluk foto Valora. Ia benar-benar kehilangan sosok wanita yang sangat di cintainya.

***

Pagi harinya, halaman mansion dipenuhi aroma bunga basah. Miss Ki sedang menyiram tanaman, senyum tipis di wajahnya.

"Kau menyukai bunga itu?" tanya Ed, muncul tanpa suara.

Miss Ki mengangguk. "Kalau tidak suka, tak akan kutanam."

Ed memetik Daffodil. "Bunga ini… melambangkan kelahiran kembali dan harapan. Sama seperti dirimu."

Miss Ki menatapnya lama. "Setiap bunga punya makna sendiri." Ia menyebut satu per satu, dari anyelir putih hingga tulip.

Ed tersenyum. "Dan kau seperti Daffodil." Ia menyelipkannya di rambut Miss Ki.

"Kau ingin aku buatkan mahkota bunga? Seperti Farel yang membuatkan mahkota bunga untuk Rachel?"

"Tidak!"

"Loh kenapa?"

"Farel memang membuatkan mahkota bunga untuk Rachel tapi Farel malah menikahi Luna. Apa kau ingin bersama dengan wanita lain?"

"Bukan seperti itu maksudku. Farel juga sangat mencintai Rachel"

Percakapan yang awalnya manis berubah tegang saat Miss Ki menyinggung kisah tragis Farel dan Rachel. Ed kebingungan, mencoba meredakan suasana, namun Miss Ki memilih pergi. Ia mengejar, memohon maaf. Pelukan pun terjadi, hangat, namun diiringi isakan kecil.

"Aku sudah pernah kehilangan belahan jiwa… aku tak ingin kehilangan lagi," ucapnya lirih.

"Kau tidak akan pernah kehilangan lagi, aku tidak akan pergi. Di manapun kau berada aku akan selalu menjadi bayanganmu, sekalipun itu di dalam kegelapan aku akan menjadi penerang untukmu" jawab Ed melepas pelukannya dan melepas topeng butterfly Miss Ki, menghapus air matanya

"Wajahmu sangat cantik tapi belum saatnya dunia melihat wajahmu, tunggulah sebentar lagi" ucap Ed kembali memasang topeng butterfly itu ke wajah Miss Ki

"Kau yang memasangkannya maka kau pula yang melepasnya Ed"

"Setelah semua ini selesai apa yang akan kau lakukan?" tanya Ed yang kini menyandarkan kepalanya di bahu Miss Ki

"Apa kau yakin aku bisa bertahan sampai semua ini selesai?"

"Tentu saja! Tidak ada yang bisa menyentuhmu selagi aku di sisimu. Termasuk pria tengil itu" tegas Ed menegakkan kepalanya menatap Miss Ki intens

Mereka berbicara tentang masa depan, balas dendam, dan janji untuk bertahan. Hingga akhirnya Miss Ki menggoda Ed dengan komentar tentang usianya yang "300 tahun" tapi masih tampan, membuat Ed salah tingkah dan kabur.

Miss Ki tertawa kecil, melangkah ke kamarnya. "Dia seperti remaja 17 tahun yang jatuh cinta," gumamnya puas.

🦋To be continued...

1
eva lestari
🥰🥰
Nakayn _2007
Alur yang menarik
Sukemis Kemis
Gak sabar lanjut ceritanya
Claudia - creepy
Dari awal sampe akhir bikin baper, love it ❤️!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!