Kembalinya Ratu Gangster

Ivander memeluk tubuh Mutiara di atas ranjang mereka. Suasana kamar terasa hangat, kontras dengan pikiran Mutiara yang akhir-akhir ini terasa dingin dan penuh ketakutan. Sejak Zavian memberitahukan bahwa memang ada masalah dengan ginjalnya, setiap hari Mutiara dipenuhi oleh rasa curiga. Di rumahnya sendiri, ia merasa tidak aman, seolah-olah nyawanya dalam ancaman.

“Sayang, tolong jangan terlalu banyak melamun,” bisik Ivander, mencium puncak kepala istrinya. “Aku tahu kau khawatir, tapi aku di sini. Aku akan berusaha memastikan istri dan anak-anakku aman, terhindar dari bahaya apa pun.”

Mutiara mendongak, matanya berkaca-kaca. “Aku takut, Mas. Aku merasa… ada yang mengintai di rumah ini. Seolah ada benalu yang diam-diam menggerogoti. Aku benar-benar menyesal telah mengabaikan Nalea begitu lama.”

“Sudahlah, jangan menyalahkan diri sendiri. Kita akan perbaiki semuanya,” ujar Ivander menenangkan. “Aku ingin kau tenang. Bagaimana kalau kita liburan ke luar negeri saja? Sekaligus menenangkan hati dan pikiranmu.”

Mutiara menggeleng pelan. “Tapi, Mas… bagaimana dengan kondisi perusahaan yang sedang tidak stabil?”

“Perusahaan biar Zavian yang urus. Aku ada dana pribadi yang bisa kau gunakan. Kau hanya perlu pergi dan melupakan semuanya sejenak,” desak Ivander. Ia tersenyum jahil. “Bagaimana kalau kau pergi bersama Sisilia? Biar ada teman.”

Mutiara langsung mencubit pinggang Ivander. “Mas! Kau ingin aku cepat mati, ya? Pergi dengannya? Mas bercanda!”

Ivander tertawa kecil. “Astaga, sakit, Sayang! Tentu saja aku bercanda. Ide bagus, bagaimana kalau Nalea yang kau ajak? Sekaligus mendekatkan hubungan ibu dan anak. Kalian bisa berbelanja bersama, mengenal satu sama lain.”

Mutiara tersenyum tulus. Ia memeluk Ivander dengan erat. Ide itu terdengar sangat indah. “Terima kasih, Mas. Aku akan memikirkannya.”

“Bagus. Sekarang, ayo kita tidur. Sudah larut.”

Saat Ivander hendak mematikan lampu, tiba-tiba terdengar suara hati Nalea. Suara itu, meski pelan, terdengar sangat jelas di benak Ivander.

Malam ini pasti ada pertunjukan drama yang seru! Bahkan lebih seru dari drama telenovela ataupun drama China. Aku harus mencari tempat yang bagus untuk melihatnya!

Ivander dan Mutiara saling berpandangan. Mereka langsung bangun, hati Mutiara dipenuhi rasa cemas, sementara Ivander penasaran. Mereka mengintip dari celah pintu kamar.

Mereka melihat Nalea tengah mengendap-endap. Gadis itu tidak menuju kamarnya, melainkan menuju dapur, lalu bersembunyi di dekat lemari es. Ivander dan Mutiara tidak mengerti apa yang Nalea maksud dengan 'pertunjukan drama', tetapi mereka tetap mengikuti petunjuk itu, mengamati dari lantai dua.

Tak lama kemudian, sebuah bayangan lain terlihat di lantai bawah. Rupanya Lidya, ibu kandungnya, tengah mengendap-endap. Ia berjalan menuju pintu depan dengan sangat hati-hati. Lidya membuka pintu.

Di balik pintu, berdiri Sisilia, dalam kondisi setengah mabuk. Wajahnya merah dan ia berjalan sempoyongan.

Lihatlah, lihat… Nona manis kesayangan keluarga Hersa baru saja pulang dugem. Jika aku yang seperti ini, pasti akan mendapatkan pukulan tongkat kayu lagi dan tidur di gudang seharian!” Nalea tertawa cekikikan di balik lemari es. Semoga saja ada adegan lempar piring.

Ivander menyipitkan mata, kemarahannya mulai memuncak. Ia melihat sekilas sosok Zavian berdiri tegak di sudut ruang tamu yang gelap, sehingga tidak terlihat. Zavian sudah menunggu.

Sisilia berjalan sempoyongan dibantu oleh Lidya yang panik.

“Lama sekali sih, Bu, buka pintunya. Di luar dingin tahu,” omel Sisilia.

“Diam, Sisil! Bicara dengan pelan atau kedua orang tua itu bisa mendengarnya,” jawab Lidya berbisik, berusaha menyuruh Sisilia diam.

Tiba-tiba, lampu ruang tamu menyala benderang.

Lidya terkejut, matanya celingukan panik mencari saklar lampu, tetapi terlambat.

Zavian berjalan keluar dari sudut gelap, bayangannya yang tinggi membuat Lidya dan Sisilia terhenyak. Suaranya terdengar berat, dingin, dan penuh otoritas.

“Dari mana saja kamu, Sisil?”

Mendengar suara berat milik seseorang yang dia kenal dan takuti, kesadaran Sisilia mendadak pulih. Tubuhnya gemetar melihat Zavian yang jam segini belum tidur dan berdiri seperti hakim di ruang tengah.

Sisilia dengan gagap menjawab. “K-Kak Zavian? Aku… aku baru selesai kerja kelompok. Ada tugas kuliah yang harus diselesaikan semalam suntuk.”

Dari bau napasnya saja, akan tercium kebohongan. Dasar pembohong ulung. Kerja kelompok dengan Om-Om mafia dan berciuman di depan umum, ya? Drama yang sangat bagus! Kata hati Nalea, ia menggigit apelnya, menikmati pertunjukan.

Zavian tidak bergeming. Ia tidak peduli dengan kata hati Nalea, tetapi ia melihat kegugupan Sisilia. Ia melangkah maju, mendekati tubuh Sisilia.

“Kak Vian, apa yang kamu lakukan? Sungguh aku tidak bohong!” Sisilia berkilah, mundur selangkah.

Saat Zavian semakin dekat, aroma khas minuman keras langsung tercium kuat. Meskipun Zavian belum pernah meminum minuman haram tersebut, tetapi dia tahu dengan sangat jelas bau alkohol dan asap rokok.

“Jangan berbohong lagi! Aku tahu jika kamu minum, Sisilia!” Zavian mengangkat dagu Sisilia. Matanya menajam. “Katakan sejujurnya, apa yang kamu lakukan hingga pulang malam seperti ini. Apa kamu masih kurang jelas dengan aturan jam malam di keluarga ini!”

Lidya segera maju, berusaha membela putrinya. “Tuan Zavian, jangan menuduh adikmu! Sisilia tidak mungkin minum! Dia hanya kelelahan!”

Sisilia, yang merasa terpojok, mencoba skenario baru. “B-benar, Kak! Teman-teman kampusku memberikan minuman itu. Aku mencobanya karena penasaran. Ternyata enak juga.”

“Berhenti berbohong! Kau pikir aku bodoh, Sisilia!” Mata Zavian bergerak cepat, menangkap sesuatu. Matanya melihat bulatan merah samar di bahu Sisilia, tepat di atas kerah bajunya yang terbuka. Tanda yang sangat jelas.

Zavian menyentuh tanda itu, membuat Sisilia panik.

“Apa kamu sudah belajar menjadi gadis murahan?” desis Zavian, suaranya kini dipenuhi penghinaan.

“Apa maksud Kakak?! Jangan fitnah!” Sisilia berusaha menepis tangan Zavian.

Mutiara dari atas melihat semua adegan itu. Hatinya hancur. Air mata mengalir di pipinya. Aku telah salah menyayangi orang. Aku terlalu buta karena kebaikan Lidya dan Sisilia. Aku bahkan telah mengabaikan anak kandungku sendiri yang terpisah sejak lama.

Sisilia panik dan berusaha menutupi tanda kepemilikan yang diberikan Hansen dengan menaikkan kerah bajunya.

“I-ini… ini digigit nyamuk, Kak! Iya, nyamuk!”

Nyamuk gede? Iya, pacarnya Sisilia itu nyamuk gede yang sudah menggigitnya. Astaga, ini sangat lucu! Karma memang berlaku cepat, Sayang. Nalea tersenyum, dan masih melihat drama yang terjadi sambil memakan apelnya.

“Nyamuk macam apa yang menggigit sampai meninggalkan tanda love bite seperti itu? Cukup, Sisilia!” Zavian sudah kehilangan kesabaran. “Malam ini kamu dihukum. Tidur di gudang!”

Sisilia terkejut dan menolak. “Tidak mau! Kak Vian, itu dingin!”