Eirene, seorang model ternama, karena kesalahannya pada malam yang seharusnya dapat membuat karirnya semakin di puncak malah menyeretnya ke dalam pusara masalah baru yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya, menjadi istri seorang tentara marinir.
Rayyan, anak kedua dari 3 bersaudara ini adalah seorang prajurit angkatan laut marinir berpangkat kapten, bukan hanya sederet prestasi namun setumpuk gelar playboy dan keluarganya turut melekat di belakang namanya. Tak sangka acara ulang tahun yang seharusnya ia datangi membawa Rayyan menemui sang calon penghuni tetap dermaga hati.
"Pergilah sejauh ukuran luas samudera, tunaikan janji bakti dan pulanglah saat kamu rindu, karena akulah dermaga tempat hatimu bersandar, marinir,"
-Eirene Michaela Larasati-
"Sejauh apapun aku berlayar, pada akhirnya semua perasaan akan berlabuh di kamu, karena kamu adalah dermaga hatiku."
-Teuku Al-Rayyan Ananta-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sinta amalia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEHEBOHAN DUNIA
Kulit yang menggelap dan sedikit bau emaknya dugong adalah oleh-oleh Rayyan dari negri timur tengah.
Pesawat militer telah sampai di markas besar tapi tak ada sambutan khusus untuk mereka, mungkin nanti sebuah acara makan dari pejabat pemerintah akan mereka dapatkan sebagai ucapan terimakasih. Sudah berapa bulan Rayyan berada pangkalan militer timur tengah, untung saja rupanya belum berubah jadi unta Arab dan kulitnya belum sekeriput kurma, ibukota juga masih mengenalinya.
"Assalamualaikum," ia menyalakan lampu kamar yang mulai berdebu dan sedang dipakai akses jalan untuk laba-laba memadu kasih. Tak ada jawaban tentu saja, mungkin hanya cicak dan semut yang setia menjawab salamnya.
Ia merebahkan tubuh yang lelah, perasaan seperti diombang-ambing dampak dari pekerjaan beratnya kemarin-kemarin sudah terbiasa ia rasakan. Belum ia masuk ke dalam kamar mandi, ia lebih memilih merogoh ponsel kesayangannya.
Tuttt! Tuut!
Foto gadis cantik terpampang jelas di layar ponselnya, ia tak menjawab panggilannya membuat Rayyan berdecak, seumur-umur ia belum pernah dicampakkan dan dicuekin begini oleh lawan jenis, yang ada Rayyan selalu dikejar-kejar wanita cantik termasuk tukang jamu yang suka mangkal di dekat markas besar, karena Rayyan doyan ngutang. Rayyan lupa jika dia adalah seorang Eirene lovely, sang bintang yang tentu saja terbiasa didekati pria tampan nan kaya, jika Eirene tau siapa dirinya sebenarnya, maka Rayyan patut masuk ke dalam jajaran kandidat pria idaman juga. Tapi ia juga harus sadar kalau Eirene mengenalnya hanya sebagai prajurit dengan pangkat kapten.
"Apa Eirene sibuk?" gumam Rayyan, seharusnya ia tak perlu bermonolog lagi demi menjawab kebingungannya, Eirene adalah model terkenal ngga mungkin kan kerjaannya cuma diem di rumah sambil metikin buntut toge.
"Ck!" decaknya semakin keras saat panggilan ke sekian kalinya tak dijawab Eirene. Ada rasa tertantang dan tak terima, Eirene membuatnya merindu seperti ini. Harga diri playboy nan flamboyannya merasa diinjak-injak.
Rayyan melempar ponsel ke atas kasur, karena kalau ke bawah lantai ia belum berani sebelum ada gantinya. Disambarnya handuk dan melangkah menuju kamar mandi.
Rayyan melongokkan kepalanya ke arah ember dan bak mandi. Berapa lama ia pergi, bak mandi sudah seperti padang pasir begini. Otot-otot bisep itu mulai keluar demi mengerek air dari dalam sumur dan mengangkutnya ke dalam kamar mandi.
Rayyan memang playboy nan flamboyan, tapi jika sedang di markas ia tak pernah melewatkan solat berjamaah. Ia sudah tampan dengan stelan sarung dan kemko-nya plus songkok hitam sudah seperti cerminan Zaky muda hanya saja ada manis-manis Salwa-nya.
"Ray!" Langit berlari dengan membenarkan peci-nya menyusul Rayyan.
"Oy!" sambutnya menunggu demi menyamakan langkah, keduanya berjalan menuju masjid korps marinir.
"Sutt!" senggol Langit ke arah depan, dimana ada sosok Nindia diantara gelapnya magrib sedang berjalan bersama Letda Marina.
Rayyan hanya mendengus tersenyum, semoga saja silaturahmi tetap terjaga diantara mereka, "assalamualaikum," sapa Rayyan tapi gadis itu mencebik angkuh sementara Letda Marina menjawabnya.
"Waaalaikumsalam,"
"Hay Marina," sapa Langit nyengir lebar pada Letda Marina.
"Berjamaah juga?" tanya Rayyan pada Nindia, tapi hanya jawaban sengak yang didapatnya.
"Keliatannya?! Rin, buruan! Jangan sampai kamu kena juga tipu-tipu mereka!" cebik Nindia kesal.
Nindia menarik paksa Marina, "duluan bang Ray, bang Langit..." pamit Marina.
"Iya,"
Langit melongo sekaligus mencebik, "asem! Rayyan yang punya dosa, gue kena juga!" ucap Langit menggerutu, ditertawai Rayyan.
Kembali Rayyan mengingat masalahnya sekarang ditengah sujudnya, apakah umi dapat menerima Eirene besok?
Selepas magrib dan isya berjamaah, Rayyan tak langsung pulang ke asrama. Sebagai prajurit yang masih memegang setia sumpah menjomblo para perwira muda ini selalu berkumpul di basecamp mereka, rumah Pramudya untuk sekedar bercengkrama dan ngopi bareng. Kenapa rumah Pramudya yang dipilih karena disana selalu tersedia kopi.
Rayyan meraih gitar milik bang Sanjaya kemudian mulai mendendangkan lagu demi mengusir kesepian, masa suara manusia kalah sama suara binatang malam!
"Kapan kau ajukan surat pengajuan kawin Ray?" tanya bang Jaya menyeruput kopi hitam instannya yang diseduh para junior lettingnya itu. Kopi buatan jomblo memang tak seenak buatan istri.
"Belum tau bang," jawabnya menyetel senar.
"Ahh, *aya bahan teu jadi*!" ujar Pramudya menyumpahi. (**ada bahan ngga jadi**)
"Ishh, do'a kau Pra--kawan kau insyaf tuh di dukung, do'akan yang baik-baik, siapa tau nanti kau ketularan rejekinya," decih bang Jaya, sesaat kemudian mereka melirik televisi yang menyala di rumah Pramudya yang menayangkan iklan dimana Eirene menjadi bintangnya.
"Aamiin,"
"Tuh--tuh calon bang Ray!" tunjuk Rendra ke arah tv.
"Bahh! Yang benar saja, jangan bohong! Ngaku-ngaku, artis begitu mana mau sama prajurit," ujar bang Jaya.
Tawa pecah diantara mereka, memang senior letting mereka itu begitu kuno, tak tau dengan sosmed dan dunia media.
"Makanya bang, jangan pan tat bini doang yang diliatin! Jadinya nggak tau artis, kabar terkini, masa bini maen pace book'an lakinya main mulu sama pesut!" ejek Pramudya.
"Si alan kau! Serius Ray, itu calon kau?!! Si Bunga Citra Lestari itu?!"
"Saravv nih orangtua, yang dia tau cuma BCL doang. Itu Eirene Lovely bang, model Internasional yang gede-nya di Paris!" ujar Langit kesal dengan ketidaktauan bang Jaya.
"Alamak, apalagi model luar negri begitu! Mana mau dia sama ikan baraccuda macam kau," makin saja seniornya ini tak percaya.
"Tak percaya aku, kau memang playboy disini. Tapi halu kau keterlaluan," cebik Sanjaya, mereka kembali tertawa.
"Si Rayyan kebanyakan minum air laut bang, jadi halusinasi!" balas Pramudya.
"Besok gue bawa kesini, kalo ngga percaya!" jawabnya tegas, lama-lama kesal juga wajah 11 12 sama aktor Thailand disamakan dengan ikan baraccuda.
Rayyan tersenyum melihat wajah cantik Eirene, semakin menggedor-gedor saja rasa rindunya pada si ayu, Lovely.
"Itu artinya dia ngga mandang gue dari status dan harta bang, kalo orang bilang tuh cinta sejati---" ujar Rayyan, ia sendiri tak yakin dengan itu.
"Prett! Mampos nanti kau kalo dah kawin, makan tuh cinta sejati, perut kau tak akan kenyang makan cinta," balas bang Jaya begitu berambisi dan berapi-api, pasalnya ia sudah mersakan kehidupan berumah tangga. Pemuda jaman kini begitu puitis tanpa memikirkan realistis, giliran sudah berumah tangga baru terasa.
"Kawin--kawin, nikah bang. Kawin buat kambing," pungkas Langit. Malam itu mereka habiskan dengan lagu, secangkir kopi hitam dan cemilan.
"Sudah malam! Saya 'dah ngantuk lah!" bang Jaya menggeser gelas kopinya sedikit dekat kaki meja.
"Kenapa bang, mau indahoy bareng bini, lepas kangen ya bang?" cibir para juniornya.
"Takut ngga dibukain pintu sama bini," kekeh Rendra.
"Gue juga balik ahhh!" seru yang lain. Jika sudah begini tuan rumah lah yang kebagian beres-beres bekas sisa kekacauan barusan.
"Besok-besok ngumpul di rumah loe Lang!" omelnya membawa serta satu nampan gelas dengan isian ampas kopi ke dapur.
"Ha-ha-ha, yang ikhlas bang Pra!" jawabnya segera berlari mengambil sandal, sebagai junior beda satu angkatan letting ia memilih kabur duluan daripada mendapatkan perintah untuk ikut beres-beres.
"Kamvrettt! Dia kabur duluan! Awas aja besok Ndra!" teriak Pramudya.
"Amal Pra, udah ahh gue juga balik. Besok ada urusan hati yang perlu di tata," ucap Rayyan pamit bersama Langit.
Setelah mendapatkan siraman kalbu dari Al Fath dan Zaky, akhirnya Salwa memberi kabar pada Rayyan, jika ia mau menemui Eirene dan mencoba menimbang-nimbang permintaan Rayyan. Dengan catatan ia tak mau menemui Eirene di Sabang, ia hanya akan menemui Eirene di rumah yang ada di ibukota, menurutnya ia belum bisa menerima Eirene di istana mereka di Sabang. Ditambah, Rayyan yang tidak bisa datang ke Aceh karena tak bisa mengajukan cuti lama.
Eyi, bisakah kamu datang ke markas. Karena saya harus mendampingi latihan para perwira muda pagi ini? Setelah itu kita berangkat bersama ke rumah.
Begitulah isi pesan Rayyan pada Eirene tadi pagi.
"Baby! Kenapa dadakan sih?! Kenapa ngga bilang cobak mau masuk kandang flying dutchman?" teriak honey yang terburu-buru bersiap-siap.
"Flying dutchman?" Eirene melongokkan kepalanya ke ambang pintu kamar honey dengan tangan yang masih memegang lipstick.
"Marinir, hantu laut kan?" honey menoleh.
Eyi berohria dan kembali ke kamar.
Eirene tak kalah hebohnya dengan Honey, kenapa dengan laki-laki ini-- senang betul menghubunginya pagi-pagi buta! Apakah tak ada waktu lain untuk memberi kabar dimana ia masih tersadar dengan gemerlapnya dunia?
"Gue juga ngga tau, Rayyan ngasih taunya dadakan tadi pagi! Nge_hhe banget kan! Apa jangan-jangan nanti gue marriednya juga abis adzan subuh?!" Eirene mencebik kesal, jika terburu-buru begini kadang make upnya malah jadi tak benar.
"Honey, jangan lupa tas-tas yang udah dibeli waktu itu bawa ya. Jangan ada yang kelewat!" jeritnya lagi.
"Oke--oke!" jawabnya mendumel, "aduhhh, rempong deh! Mana ini ngga nempel-nempel lagi," ia menjilat sedikit kuas eye shadow-nya. Begini nih jika siang jadi malam dan malam jadi siang, sekalinya bangun pagi, heboh satu dunia.
.
.
.