Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11
"Lepas, jangan pegang-pegang, najis!" kata Alice dengan nada kesal, sambil menarik tangannya dengan kuat untuk melepaskan diri dari cengkeraman Bagas.
Bagas terkejut dengan tenaga Alice, wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut dan sedikit terpaku, matanya melebar karena tidak menyangka Alice memiliki kekuatan sebesar itu.
Sementara itu, Alice berhasil melepaskan diri dan mundur beberapa langkah menjauh dari Bagas, napasnya sedikit terengah-engah karena kesal dan berusaha menenangkan diri.
"Jangan pernah sentuh aku lagi!" kata Alice dengan nada tegas penuh peringatan, sambil menatap Bagas dengan mata yang tajam.
"Kenapa? Kamu lupa jika aku ini tunanganmu? Sebentar lagi kita akan menikah," kata Bagas dengan nada yang santai, sambil tersenyum dan melangkah mendekati Alice.
Alice berdecak dan menggelengkan kepala, "Oh, jadi sekarang kamu mengakui aku sebagai tunanganmu? Tapi maaf, Bagas. Sekarang akulah yang menolakmu dan tidak akan ada pernikahan di antara kita," katanya dengan tegas, sambil menatap Bagas dengan mata yang penuh keyakinan dan ketegasan.
"Aku tidak pernah benar-benar menyetujui pernikahan ini sejak awal, dan sekarang aku secara resmi menolakmu," tambahnya dengan nada yang dingin dan tanpa kompromi, menegaskan keputusannya untuk tidak melanjutkan hubungan mereka. Dengan pernyataan itu, Alice menutup pintu bagi Bagas untuk membicarakan atau merundingkan pernikahan mereka lagi.
Sisil, Cindi, Amel, dan Luna yang baru saja keluar dari kelas mereka melihat perdebatan antara Alice dan Bagas. "Hei, ada apa ini?" tanya Sisil dengan nada yang tegas. "Kenapa kamu mengganggu Alice?" tambahnya, sambil menatap Bagas dengan mata yang tidak suka.
Cindi, Amel, dan Luna juga menatap Bagas dengan ekspresi yang sama, seolah-olah meminta penjelasan atas tindakan Bagas. Alice sendiri masih terlihat kesal, tetapi sedikit terhibur dengan dukungan dari teman-temannya.
"Mengganggu? Dia ini tunanganku, jadi wajar jika aku mengganggunya," Jawab Bagas.
"TUNANGAN?" ulang mereka serentak dengan nada yang tinggi, mata Sisil, Cindi, Luna, dan Amel melebar, mereka benar-benar terkejut dengan informasi yang baru saja mereka dengar.
Mereka menatap Alice namun alice hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. Mereka terus menatap Alice, menunggu jawaban atau penjelasan yang lebih jelas tentang status hubungan antara Alice dan Bagas. Namun, Alice tetap diam dan hanya mengangkat bahu, tidak memberikan jawaban yang pasti.
Bagas, di sisi lain, tetap yakin dengan status tunangannya dengan Alice.
"Lagian kalian ini kenapa ikut campur? Dan sejak kapan kalian dekat? Bukankah kalian ini geng Sweet Troublemakers?" tanya Bagas heran, sambil mengerutkan keningnya.
"Ya, kamu benar, tapi geng itu sudah tidak ada, sekarang kita adalah geng Wildflowers, dan ketuanya adalah Alice. Jadi wajar jika kita ikut campur urusan ketua kita," sahut Sisil dengan nada tegas.
"Apa? Alice? Ketua? Buahahaha,,,,,," Bagas tertawa tidak percaya, suaranya penuh dengan ejekan.
"Kalian jangan bercanda!" katanya, sambil menggelengkan kepala. "Alice, apa benar kamu menjadi ketua geng ini?" tanya Bagas, sambil menatap Alice dengan mata yang penuh tanda tanya.
"Gays, kita cabut, tidak perlu menghiraukan pria aneh ini," kata Alice, sambil tersenyum dan mengajak teman-temannya pergi.
Bagas terkejut dengan reaksi Alice, dan mencoba menghentikan mereka. "Tunggu, Alice! Apa maksudmu? Kita belum selesai membahas ini!" teriak Bagas, namun Alice dan teman-temannya sudah berjalan menjauh, meninggalkan Bagas yang masih berdiri dengan penuh kebingungan.
**
Setelah selesai di kampus, Alice tidak langsung pulang, tapi dia memutuskan untuk menuju showroom mobil yang terkenal di kota itu. Dengan langkah yang mantap, dia memasuki showroom yang luas dan modern, mata dia langsung terpaku pada deretan mobil-mobil mewah yang terpajang di sana. Alice memiliki rencana untuk membeli mobil baru agar memudahkan dirinya jika mau bepergian, dan hari ini dia bertekad untuk menemukan mobil yang tepat. Dengan senyum percaya diri, dia mulai berkeliling showroom, memperhatikan setiap detail pada setiap mobil yang menarik perhatiannya.
Setelah menemukan mobil yang sesuai dengan keinginannya, Alice langsung mengurus proses pembelian dan surat-surat yang diperlukan agar mobil bisa langsung dibawa pulang. Dengan bantuan staf showroom yang ramah dan profesional, Alice menyelesaikan semua prosedur dengan cepat dan efisien. Setelah semua dokumen selesai, Alice menerima kunci mobil baru dan langsung membawa mobilnya dengan perasaan gembira dan puas.
"Beruntung Alice sudah memiliki SIM, jadi aku tidak perlu repot-repot mengurusnya. Anton benar-benar tidak becus dan bodoh, bisa-bisanya dia dikendalikan oleh wanita luwak seperti Lucy. Semua hak Alice semua ditarik, dasar wanita ular, Lucy itu! Anton itu benar-benar lemah, tidak bisa melindungi hak-hak Alice. Dia tidak berguna sama sekali," kesah Alexander dalam hati Alice, dengan nada marah dan kecewa.
Alice tidak langsung pulang, tapi dia memutuskan untuk mencoba mobil barunya dan memilih pergi ke mall untuk berbelanja kebutuhannya. Saat tiba di mall, Alice memarkirkan mobilnya dan menuju ke department store untuk mencari pakaian, aksesoris baru, dan tak lupa ponsel baru tentunya. Saat berjalan-jalan di antara barisan pakaian, Alice memilih beberapa item yang menarik perhatiannya dan mencobanya di ruang ganti. Setelah puas dengan pilihannya, Alice menuju ke kasir untuk membayar belanjaannya.
Saat berjalan menuju kasir, Alice tidak sengaja melihat seseorang yang sangat dia kenal sedang bergandengan tangan dengan seorang pria yang tidak dikenalnya.
"Ck, bukan urusanku juga, mau dia sama siapa aku tidak peduli," kata Alice dengan nada acuh, mengangkat bahu sambil membuang muka, mengabaikan apa yang dilihatnya dan memutuskan untuk melanjutkan aktivitasnya.
Dengan belanjaannya yang sudah selesai, Alice meninggalkan mall dan kembali ke mobilnya, siap untuk pulang.
Setelah meninggalkan mall, Alice mengendarai mobilnya dengan santai, menikmati perjalanan yang sedikit macet. Dia membiarkan musik mengalun lembut di dalam mobil, sambil menikmati pemandangan sekitar yang mulai berubah menjadi sore hari. Meskipun lalu lintas sedikit macet, Alice tidak merasa terganggu, karena dia sedang menikmati kenyamanan mobil barunya.
**
Sampai di rumah, Lucy sudah menunggunya dengan tatapan yang ingin tahu dan sedikit curiga. "Sudah pulang kamu? Itu mobil siapa?" tanya Lucy, sambil mengerutkan keningnya karena seingat Lucy, Alice tidak memiliki teman apalagi memiliki uang, karena dia dan Anton tidak pernah memberinya uang lebih.
Alice hanya tersenyum tipis dan menjawab singkat. "Mobilku. Aku baru membelinya hari ini," kata Alice dengan nada yang santai, seolah-olah membeli mobil adalah hal yang biasa saja.
Lucy terlihat terkejut dan skeptis, matanya melebar dengan tidak percaya. "Mobilmu?" tanya Lucy dengan nada yang tidak percaya, sambil melipat tangannya di dada.
Lucy melangkah lebih dekat ke Alice. "Lalu, apa yang ada di tanganmu itu? Kenapa barang yang kamu bawa banyak sekali? Apa kamu merampok? Atau Bagas yang memberimu uang?" tanya Lucy dengan nada yang semakin curiga, sambil menatap tas belanjaan yang dibawa Alice dengan skeptis.
Alice menjawab dengan lebih tepat. "Aku membeli beberapa barang yang aku butuhkan. Aku tidak merampok dan Bagas tidak memberiku uang," kata Alice dengan nada yang santai.
"Bagaimana kamu bisa membeli semua ini dan bahkan mobil itu terlihat mahal? Kamu juga tidak memiliki pekerjaan, dan aku tidak pernah memberimu uang sebanyak itu," kata Lucy dengan nada curiga, matanya menyipit saat menatap Alice.
Alice mengangkat bahu, ekspresinya tetap netral. "Aku sudah bekerja dan menabung. Aku tidak perlu meminta uang dari siapapun," jawabnya dengan nada yang sedikit dingin, sambil menghindari tatapan Lucy.
Lucy mengerutkan keningnya lebih dalam, tidak percaya. "Bekerja? Sejak kapan kamu bekerja? Jangan-jangan kamu kerja kotor ya?" tanya Lucy dengan nada yang penuh curiga, sambil menatap Alice dengan tatapan yang tajam.
Alice menjawab dengan lebih spesifik, berusaha menjelaskan. "Aku bekerja sebagai desainer grafis freelance. Aku sudah bekerja selama beberapa bulan dan bisa menabung untuk membeli mobil," katanya dengan nada yang lebih jelas, meskipun ada sedikit rasa kesal di balik kata-katanya.
Alice menambahkan dengan nada yang sedikit menyindir, "Apa Anda tahu kenapa aku bisa melakukan semua ini? Itu semua karena aku tidak bergantung pada Anda lagi. Anda tidak memberikan hakku dengan sebagaimana mestinya, jadi aku harus mencari cara lain," sindir Alice dengan nada yang tegas.
Lucy menggelengkan kepalanya, seolah-olah tidak percaya. "Ngomong-ngomong, kamarmu sudah direnovasi ya? Kapan kamu melakukannya?" tanya Lucy dengan nada yang ingin tahu, sambil mengamati sekitar dengan tatapan yang curiga.