NovelToon NovelToon
Terjebak Takdir Keluarga

Terjebak Takdir Keluarga

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama
Popularitas:44
Nilai: 5
Nama Author: Siti Gemini 75

Eri Aditya Pratama menata kembali hidup nya dengan papanya meskipun ia sangat membencinya tetapi takdir mengharuskan dengan papanya kembali

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Gemini 75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Antara Kecewa dan Bangga

Setelah kejadian itu, dan Eri dibawa oleh Pak Prasetyo ke rumahnya, Ryan dengan sigap menghubungi Pak Herman dan Bu Hera, yaitu pakde dan budenya Eri. Kabar tentang Eri tentu saja mengejutkan mereka berdua. Dengan perasaan campur aduk antara cemas dan prihatin, Pak Herman dan Bu Hera berjanji kepada Ryan bahwa mereka akan segera menyampaikan berita ini kepada Bu Henny, ibunda Eri. Mendengar kepastian itu, Ryan merasa sedikit lega, meskipun bayangan kekhawatiran masih menggelayuti pikirannya.

Sementara itu, di Jakarta, Bu Henny menerima kabar tentang Eri dengan perasaan campur aduk. Pak Dahlan, sopir yang sudah lama bekerja pada keluarga mereka, juga terkejut mendengar berita tersebut. Pak Dahlan tidak menyangka bahwa tuan mudanya akan menghadapi masalah sebesar ini.

Di lubuk hati Bu Henny, terbersit rasa kecewa yang mendalam. Mengapa hal ini harus menimpa Eri, putra semata wayangnya, yang selama ini begitu ia kasihi dan didik dengan penuh perhatian agar tidak mewarisi sifat ayahnya? Namun, nasi telah menjadi bubur. Meskipun demikian, Bu Henny masih merasa bangga karena Eri telah menunjukkan tanggung jawabnya dengan mengakui perbuatannya dan berencana untuk menikahi Dea, gadis yang telah ia hamili.

Sejak Eri kecil, Bu Henny selalu menanamkan nilai-nilai tanggung jawab dan kejujuran. Ia tidak ingin putranya tumbuh menjadi laki-laki yang tidak bertanggung jawab seperti ayahnya dulu, yang meninggalkannya demi wanita lain ketika Eri baru berusia dua tahun. Dan kini, Eri benar-benar membuktikan bahwa ia telah menyerap nilai-nilai yang ditanamkan oleh ibunya. Hal inilah yang membuat Bu Henny terharu dan bangga dengan keberanian Eri dalam mengakui kesalahannya. Tanpa disadarinya, setetes air mata jatuh membasahi pipinya, air mata haru sekaligus air mata kekecewaan.

Untuk beberapa saat, Bu Henny terdiam, pikirannya melayang ke masa lalu yang pahit. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Luka lama yang selama ini berusaha ia kubur dalam-dalam, kini kembali terasa perih. Lamunannya buyar ketika Pak Dahlan bertanya dengan hati-hati, "Apakah kita akan berangkat sekarang, Bu?"

"Ya, Pak Dahlan. Jika semua barang yang akan kita bawa ke Bandung sudah dimasukkan ke dalam mobil, kita bisa berangkat sekarang," jawab Bu Henny dengan suara yang sedikit bergetar, sambil menarik napas dalam-dalam.

"Semua sudah siap, Bu. Tinggal berangkat saja," jawab Pak Dahlan dengan nada prihatin.

"Baiklah, kalau begitu kita berangkat sekarang. Tapi tunggu sebentar, saya ingin berpamitan dulu dengan Mbok Narsih," kata Bu Henny.

Bu Henny kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan menuju dapur untuk menemui Mbok Narsih, pembantu setia yang telah mengurus rumahnya selama bertahun-tahun.

"Mbok, saya berangkat ke Bandung dulu ya. Tolong jaga rumah baik-baik selama saya pergi. Saya sudah meminta Pak Bimo untuk berjaga di rumah ini selama saya tidak ada, supaya Mbok Narsih tidak sendirian. Jika ada sesuatu yang penting, jangan ragu untuk menelepon saya, ya Mbok," pesan Bu Henny dengan nada lembut kepada Mbok Narsih yang sedang membersihkan dapur.

"Iya, Bu. Hati-hati di jalan, semoga selamat sampai tujuan," jawab Mbok Narsih sambil mencium tangan Bu Henny dengan takzim.

"Terima kasih atas doanya, Mbok," kata Bu Henny sambil berjalan keluar rumah dan menuju mobil yang sudah siap menanti.

"Apakah kita berangkat sekarang, Bu?" tanya Pak Dahlan sekali lagi, memastikan.

"Iya, Pak. Sebaiknya kita berangkat sekarang supaya tidak terlalu malam sampai di sana," jawab Bu Henny.

Akhirnya, mobil yang membawa Bu Henny dan Pak Dahlan melaju meninggalkan rumah mewah itu, membelah jalanan Kota Jakarta menuju Kota Kembang, Bandung. Perjalanan panjang dan melelahkan itu terasa semakin berat bagi Bu Henny, yang pikirannya dipenuhi dengan berbagai macam perasaan.

Setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya Bu Henny tiba di rumah Bude Hera di Bandung. Kedatangannya disambut hangat oleh Bude Hera dengan pelukan erat.

"Akhirnya kamu sampai juga, Henn!" ucap Bude Hera dengan nada lega, sambil memeluk Bu Henny erat-erat. Bu Henny membalas pelukan itu dengan hangat, merasa sedikit terhibur dengan kehadiran kakaknya.

Setelah puas berpelukan, Bude Hera mempersilakan Bu Henny dan Pak Dahlan untuk masuk ke dalam rumah dan beristirahat sejenak. Mereka berdua menurut, merasa lelah setelah perjalanan jauh.

Setelah beristirahat dan menyegarkan diri, malam harinya Bu Henny membuka percakapan mengenai persiapan acara lamaran yang akan dilaksanakan besok.

"Mbak Hera, apakah barang-barang yang saya bawa sudah lengkap dan sesuai dengan yang dibutuhkan?" tanya Bu Henny dengan nada cemas.

"Saya rasa sudah, Henn. Semua sudah lengkap, tadi saya sudah memeriksanya dengan teliti," jawab Bu Hera, berusaha menenangkan adiknya.

"Syukurlah kalau begitu," ucap Bu Henny dengan nada lega.

"Henn, kamu harus sabar dan kuat menghadapi semua ini," kata Bu Hera, berusaha memberikan semangat kepada Bu Henny agar tidak terlalu sedih dan terpuruk.

"Iya, Mbak. Saya tidak apa-apa, kok. Memang, saya agak kecewa dengan apa yang telah dilakukan Eri, tapi nasi sudah menjadi bubur, saya harus ikhlas menerimanya. Mungkin, keputusan Eri untuk menikahi gadis itu adalah bukti tanggung jawabnya dan bukti bahwa dia tidak seperti ayahnya yang meninggalkan saya sejak dia berumur dua tahun. Luka itulah yang menumbuhkan prinsip dalam dirinya bahwa dia tidak akan mengulangi kesalahan ayahnya," tutur Bu Henny dengan suara lirih, sambil menghela napas panjang.

Bu Hera pun ikut menghela napas panjang, merasakan betapa berat perjuangan yang telah dilalui adiknya selama ini, sejak ditinggal oleh suaminya, hingga bisa menjadi wanita yang sukses dan mandiri seperti sekarang ini.

Untuk beberapa saat, mereka berdua terdiam, larut dalam pikiran masing-masing. Suasana di ruang tamu itu terasa hening, hanya ada mereka berdua. Pak Herman, suami Bu Hera, sedang keluar bersama Indra, ditemani oleh Pak Dahlan. Entah ke mana mereka pergi, Bu Henny dan Bu Hera tidak bertanya.

"Apakah kamu sudah tahu alamat rumah gadis itu, Henn?" tanya Bu Hera, memecah keheningan di antara mereka.

"Sudah, Mbak. Saya mendapatkan alamatnya dari Ryan, teman Eri. Tapi, dia tidak bisa mengantar kami ke rumah gadis itu karena ada jadwal kuliah," jawab Bu Henny.

"Ya sudah, tidak apa-apa. Nanti kita bisa mencari alamatnya sendiri, yang penting kita sudah mendapatkan sedikit petunjuk," kata Bu Hera.

"Iya, Mbak. Mbak Hera tenang saja," jawab Bu Henny.

"Baiklah, kalau begitu, mari kita siapkan barang-barang yang akan kita bawa besok ke rumah gadis itu," ajak Bu Hera sambil mulai menata barang-barang yang sudah disiapkan.

Mereka berdua begitu asyik dengan kesibukan menata barang-barang, hingga tanpa terasa waktu berlalu begitu cepat. Tak lama kemudian, Pak Herman, Indra, dan Pak Dahlan kembali ke rumah. Bu Henny dan Bu Hera tidak bertanya dari mana mereka berasal. Setelah selesai menyiapkan semua barang yang akan dibawa besok, mereka semua memutuskan untuk beristirahat agar badan mereka tetap segar saat acara lamaran besok.

Malam yang dingin di Kota Bandung membuat Bu Henny cepat terlelap. Udara sejuk pegunungan sangat berbeda dengan udara panas dan pengap di Kota Jakarta. Dalam tidurnya, Bu Henny berharap agar semua urusan besok berjalan lancar dan Eri bisa bertanggung jawab atas perbuatannya.

            ***********

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!