Di kota megah Aurelia City, cinta dan kebencian berjalan beriringan di balik kaca gedung tinggi dan cahaya malam yang tak pernah padam.
Lina Anastasya, gadis sederhana yang keras kepala dan penuh tekad, hanya ingin bertahan hidup di dunia kerja yang kejam. Namun, takdir mempertemukannya dengan pria paling ditakuti di dunia bisnis Ethan Arsenio, CEO muda yang dingin, perfeksionis, dan berhati beku.
Pertemuan mereka dimulai dengan kesalahpahaman konyol, berlanjut dengan kontrak kerja yang nyaris seperti hukuman. Tapi di balik tatapan tajam Ethan, tersembunyi luka masa lalu yang dalam… luka yang secara tak terduga berhubungan dengan masa lalu keluarga Lina sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sang_Imajinasi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 11
Setengah jam. Analisis satu halaman tentang manuver pesaing.
Lina merasa seperti berada di dalam ujian akhir yang mustahil. Tapi adrenalin yang terpacu oleh perintah Ethan lebih kuat daripada kopi espresso mana pun.
Jemarinya terbang di atas keyboard. Dia tidak lagi hanya membaca dia menghubungkan titik-titik.
Grup Devina. Diluncurkan dua minggu lebih cepat. Sektor A. Penjualan Arsenio turun 15%.
Dia membuka dua jendela lagi satu untuk portal berita bisnis, satu lagi untuk siaran pers lama. Dia menemukan apa yang dia cari. Grup Devina telah mempekerjakan seorang wakil direktur baru enam bulan lalu, seorang ahli logistik yang terkenal agresif.
Itu dia. Masalahnya bukan di re-branding, persis seperti yang ia duga. Masalahnya adalah rantai pasokan.
Dia menyusun analisisnya
Subjek: Analisis Peluncuran Grup Devina (Sektor A)
Akar Masalah Peluncuran cepat Devina bukan kebetulan, melainkan hasil dari perombakan logistik internal mereka 6 bulan terakhir.
Dampak Langsung Mereka membanjiri pasar tepat sebelum kita, mengambil pangsa pasar display ritel utama.
Kelemahan Arsenio Ketergantungan kita pada pemasok tunggal di Sektor A membuat rantai pasokan kita lamban dan mudah ditebak.
Saran Singkat Memerintahkan tim logistik kita untuk mencari pemasok alternatif sebagai prioritas.
Dia mengirimkannya tepat di menit ke-29.
Jawabannya datang tiga menit kemudian. Bukan email.
Sebuah file baru muncul di folder shared drive-nya, berjudul "PROYEKSI VENDOR - SEGERA."
Tanpa instruksi. Tanpa "terima kasih." Hanya lebih banyak pekerjaan.
Sisa hari itu berlalu dalam kabut fokus yang intens. Untuk pertama kalinya, Lina mengerti mengapa pria di seberang ruangan itu begitu sukses. Pekerjaan di lantai 50 bukanlah tentang politik kantor atau basa-basi ini tentang kecepatan, ketepatan, dan hasil.
Ethan mengiriminya email berisi draf balasan untuk klien. Lina harus memperbaikinya, menghilangkan bahasa emosional yang ditulis manajer di bawah dan menggantinya dengan bahasa hukum yang lugas.
Ethan mengiriminya spreadsheet setebal 10.000 baris. Perintahnya: "Temukan polanya." (Dia menemukan bahwa tiga toko ritel kecil telah memanipulasi data penjualan mereka).
Lina benar-benar lupa waktu. Dia lupa makan siang, sampai sekitar pukul 14.30 sebuah sandwich (kali ini salad telur) diletakkan diam-diam di mejanya oleh asisten lantai yang lewat. Dia memakannya sambil terus mengetik.
Ketika dia akhirnya bersandar di kursinya, menggosok matanya yang perih, dia menyadari sesuatu.
Di luar, Aurelia City telah menjadi lautan cahaya malam. Kantor itu gelap gulita, kecuali cahaya dari dua monitornya dan satu lampu meja di seberang ruangan.
Jantungnya berdebar pelan. Jam berapa ini?
Dia melirik jam di sudut monitornya. 20.14.
Dia telah bekerja lebih dari 12 jam.
Keheningan di ruangan itu berbeda dari sebelumnya. Bukan keheningan yang kosong dan canggung, tapi keheningan yang penuh fokus. Dia melirik ke seberang ruangan.
Ethan Arsenio masih di sana.
Dia tidak lagi memakai jasnya. Dasi peraknya telah dilonggarkan, dan dua kancing teratas kemejanya terbuka. Lengan bajunya digulung, memperlihatkan lengan bawah yang kuat dan jam tangan mahal. Dia sedang menatap layar, benar-benar tenggelam.
Melihatnya seperti itu sedikit berantakan, fokus Lina merasakan sesuatu yang aneh. Sebersit rasa... hormat? Tidak, itu terlalu berlebihan. Tapi dia tidak lagi terlihat seperti monster yang tak tersentuh. Dia hanya terlihat... seperti seorang pria yang bekerja sangat keras.
Lina mulai membereskan barang-barangnya sepelan mungkin, tidak ingin mengganggunya. Dia mematikan monitornya, dan ruangan itu menjadi lebih gelap.
KRUUUK...
Perutnya, tentu saja, memilih momen hening itu untuk mengeluarkan suara protes yang keras, mengingatkannya bahwa sandwich kecil tadi siang tidaklah cukup.
Lina membeku, wajahnya memerah karena malu.
Di seberang ruangan, Ethan berhenti mengetik. Dia tidak menoleh.
Lina menahan napas, menunggu teguran, hinaan, atau setidaknya perintah untuk diam.
Ethan hanya menghela napas panjang—napas yang terdengar sangat lelah.
Dia berdiri, merapikan kemejanya. Dia tidak mengenakan jasnya kembali, hanya menyampirkannya di lengan. Dia mengambil ponsel dan kunci mobilnya.
Dia berjalan menuju pintu mahoni. Dia melewati meja Lina tanpa melirik.
Lina sudah bersiap untuk diabaikan. Tapi tepat di ambang pintu, Ethan berhenti. Dia tidak berbalik.
"Lampunya," katanya, suaranya terdengar sedikit serak karena lelah, "akan mati otomatis dalam tiga puluh menit."
Lina mengerjap. "Baik, Tuan."
"Dan, Anastasya."
"Ya?"
Dia berbalik sedikit, hanya menampakkan profilnya yang tajam dalam cahaya remang-remang koridor. "Kerja bagus untuk analisis Grup Devina. Kau benar soal logistik."
Pintu tertutup dengan klik pelan.
Lina duduk sendirian di kantor yang gelap dan besar itu, tertegun.
Ethan Arsenio baru saja... memujinya.
