"Di Bawah Langit yang Sama" adalah kisah tentang dua jiwa yang berbagi ruang dan waktu, namun terpisah oleh keberanian untuk berbicara. Novel ini merangkai benang-benang takdir antara Elara yang skeptis namun romantis, dengan pengagum rahasianya yang misterius dan puitis. Saat Elara mulai mencari tahu identitas "Seseorang" melalui petunjuk-petunjuk tersembunyi, ia tak hanya menemukan rahasia yang menggetarkan hati, tetapi juga menemukan kembali gairah dan tujuan hidupnya yang sempat hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wisnu ichwan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jaring Laba laba dan Kota Emas
Annelise tidak pernah membayangkan kegelapan bisa memiliki bau. Bukan sekadar absennya cahaya, tapi sebuah aroma tebal yang menyengat, campuran besi berkarat, lumpur asam, dan fermentasi air limbah yang dingin. Itu adalah bau penolakan dan kebusukan—bau sistem pembuangan yang ditinggalkan.
Jalur Laba-laba adalah neraka yang sempit, jalur air buangan yang berliku dan tidak terpelihara di bawah sistem kereta api Dharma yang megah. Aturan main di sana berbeda; tidak ada kamera infra merah, tidak ada sensor gerak laser. Hanya kegelapan abadi, kelembaban yang menusuk tulang, dan bahaya keruntuhan struktural yang tersembunyi.
Nyx memimpin, bergerak dengan efisiensi yang menakutkan di dalam terowongan saluran air yang tingginya tidak lebih dari satu meter. Ia merangkak dengan siku dan lutut, tubuh kurusnya meluncur di atas lumpur tebal. Annelise mengikutinya, setiap gerakan diselimuti suara berdecak lumpur dan air kotor yang tercecer dari ransel taktisnya.
"Kita sudah berjalan sekitar satu kilometer," bisik Nyx, suaranya teredam oleh kelembaban. Ia berhenti sebentar, mengeluarkan senter LED mini yang cahayanya berwarna merah samar, nyaris tidak terlihat. "Jalur ini bercabang empat, semuanya menuju ke utara, ke jantung sektor industri lama. Kita harus mengambil yang kedua dari kiri. Itu yang paling jarang digunakan, menghubungkan ke saluran layanan listrik yang sudah dinonaktifkan."
Annelise mengangguk, mengencangkan tali ranselnya. "Tim Pemotong Dharma… apakah mereka masih mencari di bawah?"
"Mereka masih menyusuri jalur rel utama, yakin bahwa kita melarikan diri melalui terowongan yang lebih besar," balas Nyx, cahaya merahnya menyapu lantai. "Ledakan Kapal Hantu membuat mereka buta. Mereka tidak akan berpikir untuk merangkak di dalam kotoran. Mereka terlalu angkuh, terlalu bersih."
Jalur itu mulai menanjak tajam. Annelise merasakan otot pahanya tegang karena dorongan konstan. Air kotor yang mengalir mulai deras, menciptakan aliran kecil yang menyulitkan pegangan. Mereka harus menahan diri dengan tangan di dinding beton yang berlumut dan licin.
Saat mereka mencapai puncak tanjakan, Jalur Laba-laba melebar sedikit. Mereka bisa duduk, saling membelakangi.
"Istirahat sebentar," kata Nyx, menarik napas dalam-dalam.
"Seberapa jauh Eldorado?" tanya Annelise, mengeluarkan botol air dari ransel dan meneguknya, membiarkan rasa mineral yang kuat menghilangkan rasa busuk di mulutnya.
"Eldorado bukan sebuah tempat. Itu adalah konsep," jawab Nyx, kini menoleh dan bersandar pada dinding. Wajah Nyx, yang biasanya tegang dan keras, tampak sedikit rileks dalam cahaya redup. "Ayahmu dan aku membangunnya secara bertahap selama sepuluh tahun, di luar batas kota, di bawah kota, di antara kota. Itu adalah jaringan safehouse, penyimpanan, dan komunikasi. Tapi ada satu hub pusat yang kita sebut 'Kota Emas'—lokasi yang benar-benar tidak terdeteksi di bawah reruntuhan Jaringan Data Metropolitan Lama."
"Dan Athena ada di sana?"
"Sudah menunggu. Dia adalah kecerdasan buatan, tapi dia juga memiliki protokol dan keamanan fisik. Dia akan memastikan data itu utuh dan terlindungi. Begitu kita tiba, kita bisa mulai bekerja."
Annelise memejamkan mata sejenak, mengingat kembali data yang dilihatnya. Nama Elara, ibunya, yang terpampang di samping Bukti Delta. Kebenaran yang membuat punggungnya dingin.
"Bukti Delta… apa itu? Ayah tidak pernah membicarakannya," kata Annelise.
Nyx terdiam cukup lama, hanya suara tetesan air di kegelapan yang mengisi keheningan.
"Bukti Delta adalah cetak biru untuk proyek Chimera. Bukan cetak biru teknologi atau senjata. Tapi cetak biru manusia. Ayahmu percaya bahwa Dharma tidak hanya membangun senjata fisik, tetapi senjata biologis yang ditujukan untuk mengendalikan populasi. Bukan melalui penyakit, tapi melalui modifikasi genetik dan memori kolektif."
"Itu terdengar gila, bahkan untuk Dharma," kata Annelise, skeptis.
"Tidak, ini sangat logis bagi mereka. Mereka bukan hanya perusahaan, Annelise, mereka adalah sebuah kultus yang ingin menjadi dewa. Proyek Chimera adalah cara mereka untuk mengontrol evolusi. Dan ibumu…" Nyx menarik napas dalam-dalam. "Ibumu adalah subjek uji utama mereka."
Annelise merasakan perutnya mual. "Subjek uji?"
"Elara adalah seorang jenius, ahli neurologi dan rekayasa genetik terkemuka. Dia bekerja untuk Dharma, dengan niat yang baik, sampai dia menemukan apa yang sebenarnya mereka lakukan. Dia mencoba menghentikannya, merusak datanya. Tapi Dharma menangkapnya. Mereka tidak membunuhnya. Mereka menguncinya di bawah proyek Chimera, menggunakan otaknya sebagai inti untuk menguji kontrol memori dan genetik skala besar. Bukti Delta adalah laporan harian tentang kemajuan studi mereka atas ibumu."
"Ayah tahu ini?"
"Ayahmu tahu sebagian, tapi tidak semuanya. Ayahmu menghabiskan dua dekade membangun Kapal Hantu untuk mencari kebenaran ibumu, untuk menemukan lokasi rahasia ibumu. Dia tidak pernah berhenti mencarimu, Annelise, tapi dia juga tidak pernah menyerah pada Elara. Datanya yang kau ambil… itu adalah warisan terberat yang bisa diberikan seorang ayah kepada putrinya. Itu adalah jalan untuk menyelamatkan ibumu, atau… untuk membalaskan dendamnya."
"Dia masih hidup?" Annelise mencengkeram botol airnya hingga buku jarinya memutih.
"Data yang kau bawa akan memberi kita jawabannya. Sekarang, kita harus bergerak. Setiap detik di sini adalah risiko."
Mereka kembali merangkak. Setelah menempuh jarak yang terasa sangat jauh, Nyx berhenti di depan sebuah dinding beton yang terlihat solid, tidak ada pintu atau celah.
"Ini adalah pintu masuk ke jantung Eldorado," bisik Nyx.
Nyx mengeluarkan alat kecil dari sarung di pergelangan tangannya—pemotong plasma mikro. Dengan hati-hati, ia mulai memotong segel di sekitar celah kecil pada beton. Suara mendesis yang sangat pelan dari plasma adalah satu-satunya suara selain air yang menetes.
Lima menit kemudian, sebongkah beton berbentuk persegi panjang jatuh ke dalam air kotor dengan bunyi plop yang dalam. Di baliknya ada sebuah lubang kecil, dan di dalamnya, kegelapan yang berbeda—kegelapan yang tidak berbau lumpur atau karat, melainkan bau udara yang bersih dan kering.
"Jalur ini membawa kita ke sistem ventilasi udara terkompresi lama," jelas Nyx. "Mereka menekan udara untuk mengirim sinyal pneumatik antar pabrik. Sekarang hanya koridor mati, tapi itu mengarah langsung ke bawah tanah Jaringan Data lama."
Mereka merangkak masuk. Lubang itu segera turun menjadi saluran vertikal yang sempit. Nyx menyalakan senter LED mini berwarna putih terang kali ini, menunjukkan tangga besi yang turun jauh ke bawah.
"Setelah kau," kata Nyx, memberi isyarat kepada Annelise.
Annelise mulai menuruni tangga. Udara di sini terasa lebih hangat, lebih kering. Saat ia turun, dinding beton berubah menjadi baja antikarat yang dipoles, dilapisi dengan pipa-pipa tembaga yang sudah lama mati. Semakin dalam ia turun, semakin ia merasa meninggalkan dunia kotor yang terbusuk.
Setelah turun selama dua menit, kakinya menyentuh lantai logam. Ia kini berdiri di dalam sebuah lorong yang lebarnya sekitar tiga meter, dengan langit-langit rendah yang diselimuti kabel-kabel data yang mati. Tempat ini terasa seperti kapal selam yang terdampar.
Nyx menyusulnya, dengan hati-hati menutup celah beton di atas mereka. Setelah itu, ia bergerak ke depan, menekan panel kontrol kuno di dinding. Panel itu berdengung, lampu indikator berwarna kuning berkedip.
"Selamat datang di Eldorado, Annelise," kata Nyx, kini berjalan tegak. Suaranya bergema di lorong yang sunyi. "Ini adalah Kota Emas, tempat di mana tidak ada yang bisa melihat atau mendengar kita."
Mereka berjalan melalui serangkaian lorong yang sunyi. Setiap persimpangan disamarkan oleh pintu baja berat yang membutuhkan kode akses dan retina scan yang hanya Nyx yang tahu. Akhirnya, mereka sampai di sebuah ruangan yang lebih besar, menyerupai bunker. Dindingnya tebal, diselimuti rak-rak yang penuh dengan peralatan komunikasi yang sudah usang, senjata yang dibongkar, dan persediaan makanan yang terbungkus vakum.
Di tengah ruangan berdiri sebuah konsol besar yang menyala, dengan tampilan hologram berwarna biru muda yang hidup. Di sana, data yang baru saja ia transfer berputar dalam pola geometris yang kompleks.
"Annelise. Senang kau berhasil. Aku telah menempatkan semua data yang masuk di bawah kunci biometrik dan sandi yang tidak dapat dipecahkan. Data aman," sapa suara Athena, suara AI yang kini terdengar lebih jelas dan lebih yakin dari sebelumnya.
"Terima kasih, Athena," jawab Annelise, menghampiri konsol itu, merasakan gelombang kelegaan yang luar biasa.
"Sekarang, kita bisa memulai," kata Nyx, meletakkan ranselnya dan mengeluarkan hard drive platinum dan kedua kunci kuningan yang diambil Annelise dari ayahnya.
"Hard drive ini," jelas Nyx sambil meletakkannya di port konsol, "adalah kunci master fisik. Kunci kuningan ini adalah segel enkripsi terakhir. Ini akan membuka 'Arsip Emas' yang Ayahmu tinggalkan di sini, yang berisi rencana tindakan, kontak, dan semua yang dia kumpulkan dalam dua puluh tahun."
Nyx menatap Annelise, matanya tajam dan penuh penegasan.
"Ini bukan lagi hanya tentang melarikan diri, Annelise. Kita sudah memiliki Bukti Delta dan Arsip Emas. Sekarang, ini tentang meluncurkan perang. Kita akan menjatuhkan Dharma. Dan kau… kau adalah senjata utama dalam perang ini."
Annelise mengambil kedua kunci kuningan itu. Kunci-kunci itu terasa dingin dan berat di telapak tangannya. Dia memasukkannya ke dalam slot ganda di sisi hard drive platinum.
Klik.
Lampu konsol berkedip, berubah dari biru menjadi emas. Sebuah prompt besar muncul di depan Annelise.
MASUKKAN KATA KUNCI 'APOCALYPSE' UNTUK MEMBUKA ARSIP EMAS
Annelise menatap kata itu. Itu bukan kata sandi. Itu adalah sebuah janji.
"Ayah selalu tahu apa yang akan terjadi," bisik Annelise.
Dia mengetikkan kata itu, satu per satu huruf.
Saat dia menekan Enter, seluruh ruangan berdengung. Layar konsol meledak dengan data—bukan data yang korup dan kotor seperti yang dia ambil, tetapi data yang terorganisir dengan rapi, lengkap dengan garis waktu, peta, dan nama-nama.
"Arsip Emas dibuka. Rencana Bima Sakti siap diluncurkan," kata Athena, suaranya dipenuhi otoritas. "Selamat datang di Eldorado, Annelise. Perang baru saja dimulai."