Ini kisah nyata tapi kutambahin dikit ya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Taurus girls, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
1
"Aku pulaaang....!"
Seruan dari luar rumah membuat dua manusia berbeda jenis yang juga terikat dalam satu ikatan, terpaksa menghentikan pertengkaran mereka yang sudah terjadi sejak lima belas menit yang lalu.
Tidak butuh waktu lama pintu utama terbuka memperlihatkan sesosok anak kecil yang masih mengenakan seragam sekolahnya.
"Sendi, kamu sudah pulang, Nak?" Teta ibu dari Sendi dia tersenyum dia menghampiri sang putra dia segera mengambil alih tas sekolah yang lumayan berat untuk anak ukuran kelas satu sekolah dasar.
......................
"Nah, makan yang banyak ya Sen biar kamu cepat besar. Kalau sudah besar kamu harus jadi anak yang baik."
Kini Sendi dan Teta sedang berada diruang makan. Ruang makan yang cukup sederhana tapi bagi mereka itu sudah cukup daripada tidak punya sama sekali.
"Bu. Tadi disekolah, aku menangis lho,"
Sambil menggigit tempe bacem Sendi berujar dia ingin bercerita apa yang terjadi padanya disekolah hari ini. Karena selama ini Sendi selalu cerita apapun yang terjadi dalam kesehariannya pada Ibunya walau itu hanyalah hal sepele.
"Oya?" Teta terkejut tapi berusaha tidak terlalu menunjukannya didepan Sendi. "Memangnya nangis kenapa?" Teta penasaran.
"Tadi disekolah gurunya galak banget Bu, jadi pas aku disuruh nulis huruf R yang memang aku belum bisa aku nangis aku takut dimarahi dan dipukul pakai tuding panjang,"
"Kenapa begitu?"
Teta sebenarnya sudah tahu kalau guru kelas satu dikelas Sendi memang agak galak. Eh, bukan galak sih sebenarnya tapi lebih ketegas aja. Tapi memang bagi murid yang lainnya seperti Sendi ini mereka lebih suka mengatakannya galak. Tapi sebenarnya tidak galak kok cuma ya memang lebih tegas dari yang lainnnya saja.
"Tadi teman sekelas aku ada yang ditimpuk pakai tuding lho Bu jemarinya, karena ketahuan nggak motongi kuku," lagi Sendi menceritakan apa yang dia lihat disekolah pada ibu dan itu memang sudah menjadi kebiasaannya. Kalau belum bercerita pada ibu rasanya ada yang mengganjal didalam dadanya sana.
"Terus kamu gimana? Nggak dipukul kan, Nak?"
Ada rasa sedikit khawatir jika saja anaknya ini mendapat hukuman seperti itu. Tapi ya.. Itu juga untuk kebaikan anak-anak juga supaya lebih serius dalam belajar. Teta memaklumi itu.
"Enggak sih Bu. Pokoknya aku akan berusaha biar enggak kena hukum sama bu guru." Sendi nyengir memperlihatkan gigi-giginya yang putih karena rajin sikat gigi.
Teta tersenyum. "Yasudah, sekarang kamu habiskan makanannya kalau masih lapar kamu boleh nambah lagi."
Sendi mengangguk. "Oke, Ibu..."
......................
Rutinitas dipagi hari kembali terulang, Teta kembali mengantar Sendi kesekolahnya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah dengan berjalan kaki karena Teta tidak bisa naik motor selain itu suaminya juga tidak punya motor karena mereka hidup dalam kesederhanaan.
"Sekolah yang pintar ya, Nak," Teta mengacak rambut Sendi dengan harapan besar bahwa kelak ketika Sendi dewasa dia akan mejadi putra kebanggaannya.
"Dadaaa Ibu, aku masuk kekelas dulu ya," Sendi melambai tangan dengan senyum yang selalu lebar membuat senyuman itu menular pada semua orang yang melihatnya.
......................
"Dari mana kamu? Kopi buat aku mana?"
Baru saja Teta tiba dan masuk kedalam rumah suara yang sangat dia kenali langsung masuk keindra pendengaran. Teta menghela napas dia menuju dapur dan mengambil segelas kopi hitam untuk suaminya itu.
"Ini, Pak. Gulanya seperti biasa," Teta meletakan segelas kopi itu dimeja tepat dihadapan suaminya yang sudah duduk disana menunggu jatah kopinya.
"Pak, nanti kamu kekebon nggak? Aku sudah masak ikan asin sambal terasi dan sayur bening,"
"Iya. Jangan lupa siapin bekal buat aku."
Teta mengangguk dia segera menyiapkan bekal untuk suaminya. Setelah siap Teta memasukannya kedalam ransel khusus milik suami yang biasa dibawa kekebun miliknya.
"Bu, jangan lupa dengan peringatanku,"
Teta yang baru saja akan melangkah menuju warung kecil-kecilannya yang berada didepan rumah menghentikan langkah. Teta berbalik demi ingin menatap wajah suaminya itu.
"Pak, aku sudah bilang berkali-kali. Kamu bisa kan percaya sama aku? Kita sudah berumah tangga selama puluhan tahun. Aku setia padamu, Pak. Lagi pula kita ini sudah tua anak kita sudah empat, yang pertama dan kedua juga sudah menikah kita juga sudah punya tiga cucu. Kamu jangan membahas itu lagi. Bisa kan? Jangan sampai dua anak kita yang masih kecil mendengar pertengkaran ini, malu Pak,"
Roni, suaminya Teta, mendecih. "Aku sampai sekarang tuh nggak percaya kalau Sendi seratus per--"
"PAK...!"
Suara Teta meninggi tangannya gemetar dadanya pun bergemuruh. "Kamu jangan asal bicara. Semua orang tahu, dan juga bisa dilihat dari wajah Sendi kalian itu mirip banget kalian itu persis banget, apa kamu but4..?!"
Bosan sekali rasanya karena hampir setiap hari suaminya selalu mengungkit masalah ini. Teta bosan bosan dan sangat bosan. Hati Teta sakit sekali karena selalu dicurigai tanpa alasan yang menurutnya tidak mungkin dan sangat mustahil.
Sampai kapan dia akan begini? Sampai kapan suaminya akan percaya kalau Teta nggak selingkuh?
Roni tak menjawab dia beranjak dengan kesal mengambil tas ranselnya untuk dibawa kekebun. Tanpa berkata apa-apa Roni meninggalkan rumah dengan berjalan kaki untuk menuju kebunnya.
Melihat suaminya sudah pergi Teta bernapas dengan rakus. Dia sudah lama menahan semua ini bahkan sudah puluhan tahun.
......................
"Ibu aku pulaaang,"
Sendi masuk kedalam rumah dia menyimpan tasnya dikamar tapi suasana rumah terasa sepi mungkin Ibu tidak dirumah. Tapi ibu kemana?
Tanpa berpikir panjang Sendi menuju ruang makan yang sederhana itu. Dia menyingkap tudung saji. Disana ada nasi serta lauk pauk yang baginya menggungah selera.
Ikan asin sambal terasi dan sayur bening.
Itu sudah cukup lezat bagi Sendi.
Karena perutnya sudah keroncongan sejak tadi Sendi pun mengambil makan dia duduk disana menikmati makanan sederhana yang ibunya buat. Enak, menurut Sendi masakan ibunya selalu enak. Sendi sangat menyukainya.
Gubrak
Diluar rumah Roni baru saja pulang dari kebon dia baru saja menjatuhkan kayu bakar yang dia bawa dari kebun. Karena dirumahnya Teta masih juga menggunakan tungku yang harus memakai kayu walaupun sudah ada kompor.
Selain itu Roni juga lebih suka nasi yang dimasak ditungku daripada dikompor atau dipenanak nasi. Selain menghemat tapi memang bagi Roni masak memakai kayu bakar dengan gas lebih terasa lezat memakai kayu bakar.
Roni masuk kedalam rumah lewat pintu belakang dengan wajah letihnya. Begitu sudah masuk Roni langsung bisa melihat Sendi yang sedang makan dimeja makan dengan lahapnya.
Roni menatap Sendi dengan teliti lalu mendengus. "Makan apa sampe nggak mendengar Bapak pulang?" tanyanya seraya mendudukan pantat dikursi yang berseberangan dengan Sendi anak bungsunya.
"Sayur bening sama sambal Pak. Enak lho, masakan Ibu selalu enak, aku suka Pak." jawab Sendi sambil mengunyah nasi serta sayur dimulutnya.
"Ibumu kemana?"
"Pas aku pulang rumah sepi, Pak. Enggak tahu Ibu kemana,"
Roni terdiam dengan perlahan tangan Roni mengepal rahangnya mengeras.