Syahila dinyatakan koma semenjak kecelakaan yang menimpanya.
Sementara Athar, suami Syahila dipaksa menikah lagi oleh ibunya dengan seorang wanita pilihan sang ibu.
Berbagai cara dilakukan oleh Hilda, mamanya Athar, agar sang putra kembali memiliki istri yang bisa merawat dan melayani putranya.
Thifa, wanita berusia dua puluh tahun yang dijodohkan dengan Athar adalah seorang pengajar di sebuah pesantren. Karena baktinya pada orang tua, ia pun menerima pinangan Hilda. Tanpa mengetahui kenyataan bahwa istri pertama Athar masih hidup.
Di tengah perjalanan pernikahan Athar dan Thifa, Syahila siuman dari komanya.
Bagaimana dengan kelanjutan kisah mereka?
Siapakah yang akan dipilih Athar untuk tetap menjadi istrinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Inka Aruna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 11
💓💓💓
Selesai berbelanja, mereka berdua kembali ke kamar apartemen. Keduanya saling diam. Thifa tak berani menatap suaminya setelah ia dibelikan pakaian khusus untuk tidur malamnya.
Wajahnya bersemu merah, takut kalau sampai Athar melihatnya. Ada rasa bahagia di antara rasa bersalah. Ia tak tahu nanti kalau suatu saat kakak madunya mengetahui hubungan mereka.
Sesampainya di depan kamar, Athar segera membuka pintu. Karena yang membawa kunci adalah dirinya. Ia dan Thifa bergegas ke arah dapur.
"Kalian sudah pulang?" tanya Syahila yang sedang menonton televisi dan memutar kursi rodanya ke arah dapur.
Dilihatnya Thifa sibuk menata sayuran juga buah di meja dapur. Mencuci buah-buahan tersebut lalu menyimpannya di lemari es.
Athar mengambil gelas lalu membuka kulkas untuk menuang air dingin, kemudian meminumnya.
"Mas, ini apa?" tanya Syahila seraya mengambil sebuah paper bag di atas meja makan.
Athar dan Thifa saling pandang, Athar lalu merebut tas itu sebelum Syahila membukanya.
"Apa itu, Mas?" tanya Syahila lagi.
Jantung Thifa berdebar hebat, jangan sampai Syahila melihat isi di dalam tas itu. Takut curiga karena suaminya membeli gaun tidur tipis dan transparan untuknya.
"Ini bukan apa-apa," jawab Athar seraya meletakkan tas itu ke atas lemari es. Karena ia tahu Syahila tak akan bisa menjangkaunya.
Ada raut kecewa di wajah Syahila, tak biasanya sang suami bertingkah seperti tadi. Padahal dulu setiap kali ia membeli sesuatu, maka dirinya adalah orang pertama yang dimintai pendapat dan diberitahu.
"Maaf, Mbak, Mas. Mau saya masakin apa untuk makan malam?" tanya Thifa yang sudah berada di antara mereka berdua.
Syahila diam menatap suaminya yang tengah duduk ruang makan sibuk dengan ponselnya.
"Kamu kan tahu, Thifa. Aku nggak boleh makan sembarangan. Tanya sama Mas Athar makananku apa?" Syahila berbicara ketus, ia merasa kesal dengan suaminya karena telah menyembunyikan sesuatu darinya.
Syahila memutar kursi rodanya menuju ke arah kamar. Thifa menatap iba. Ia jadi merasa bersalah. Suaminya bisa berbuat demikian karena dirinya, sampai melukai hati istri pertama.
"Mas," panggil Thifa lirih.
"Hem." Athar menjawab tanpa menoleh.
"Mas," panggilnya lagi.
Athar berdecak dan menoleh ke arah suara. "Apa?"
"Apa nggak sebaiknya baju tidur itu untuk Mbak Syahila saja. Kasihan Mbak Syahila, Mas." Thifa menunduk takut.
Athar mendengkus kesal. "Loe tuh bisa nggak sih nurut. Itu gue beli buat loe. Dia mah udah banyak baju begituan dulu. Lagi juga gue udah bosen liatnya kalo dia yang pake."
"Astaghfirullah, Mas."
Athar bangkit dari duduknya menuju ke kamar.
"Mas," panggi Thifa lagi.
"Apa lagi?"
"Mau dimasakin apa?"
"Sop bakso makaroni, ayam goreng, sambel kecap," jawab Athar seraya membuka pintu kamar lalu menutupnya.
Thifa menghela napas pelan. Ia lalu melangkah ke dapur mencoba mengeksekusi sayuran yang hendak dimasak untuk makan malam suaminya.
💓💓💓
Syahila menatap ke arah jendela, saat sang suami datang menghampiri dan menyentuh bahunya. Ia mengusap tangan sang suami lembut. Ada rasa yang hilang dalam hatinya, entah apa ia belum bisa menjawabnya.
"Mas," ucapnya lirih.
"Iya, kamu kenapa?"
"Aku ingin bertemu sama mama kamu. Aku mohon pertemukan aku, Mas."
Athar mengusap lembut kepala sang istri. Ingin sekali ia pun mempertemukan keduanya. Hanya saja ada rasa takut menyelimuti. Penolakan dan statusnya dengan Thifa akan terbongkar.
"Jangan sekarang, ya. Aku takut mama akan melukai hatimu lagi."
"Aku sudah siap, Mas. Aku sadar selama ini aku yang salah. Aku rela, Mas. Kalau mama menghina mencaci maki aku lagi, bahkan dipukul pun aku rela, Mas. Asalkan itu semua bisa menghapus dosaku di masa lalu," ucap Syahila dengan terisak.
Athar duduk di tepi ranjang mengarah pada sang istri. Meraih tangannya dan menggenggam erat. Menatap wajah itu lekat-lekat, buliran air mata yang membasahi pipi ia usap perlahan.
"Sayang, maafkan aku. Aku janji, suatu saat aku pasti akan mempertemukan kalian. Aku sedang berusaha untuk melunakkan hati mama. Agar ia mau menerimamu."
"Nanti malam, Mas tidur sini kan?" tanya Syahila mengalihkan.
Athar mengangguk lirih dan tersenyum. "Iya, pasti. Masa aku ninggalin kamu sendiri."
"Lalu Thifa, dia tidur di mana?"
"Tidur sama kamu, biar aku tidur di sofa."
"Tapi aku mau tidur sama kamu, Mas," rengek Syahila manja.
"Eum, ya sudah aku antar Thifa pulang ke rumah mama. Lalu aku kembali lagi ke sini."
Syahila mengernyit. "Kenapa harus ke rumah mama? Kenapa nggak kamu antar ke rumahnya?"
"Eum, ka-karena kalau ke rumahnya kejauhan. Besok aku kan kerja. Jadi aku pulang dari sini ganti baju trus bisa sekalian antar dia lagi ke sini. Kalau ke rumahnya ya aku bolak-balik dong," jawab Athar berusaha untuk tak membuat Syahila curiga.
Kalau Thifa ia pulangkan ke rumah orang tuanya di pesantren, apa kata orang tua Thifa nanti. Batin Athar.
"Mas, bau apa ini?" tanya Syahila seraya mengedarkan pandang ke sekitar.
Ada asap hitam yang masuk ke dalam kamar lewat celah di atas dan bawah pintu.
"Uhuk-uhuk. Kebakaran?" tanya Athar cemas.
Athar berlari keluar kamar mencari sumber asap sambil menutup hidung.
"Thifa, Thifa!" panggi Athar.
Dilihatnya sosok yang ia cari sedang berdiri di depan kompor. Athar menghampiri melihat apa yang baru saja terjadi.
Di atas kompor beberapa potong ayam tampak menghitam. Tangan Thifa gugup memindahkan potongan ayam itu ke sebuah wadah.
"Ck, loe ngapain sih?" tanya Athar kesal.
"I-ini, Mas. Aku mau goreng ayam. Eh gosong," jawab Thifa gugup.
"Pasti apinya kegedean ini. Loe bisa masak nggak sih?"
Thifa menggeleng lirih.
Athar memperhatikan sekeliling dapur yang berantakan bak habis perang. Sayuran yang sudah terpotong berada di dalam baskom. Namun, ayam yang Thifa bilang akan di goreng itu bentuknya terlihat aneh.
"Jadi loe nggak bisa masak?" kedua bola mata Athar nyaris lepas mengetahui kenyataan bahwa istri keduanya itu tak pandai memasak.
"Hadeh, trus dari tadi loe di dapur ngapain aja? Tuh ayam cuma loe pandangin doang? Dielus-elus sampai mateng? Gosong begini? Mana belum dibumbuin? Loe pikir gue kuda lumping? Mana motongin sayuran bentuknya nggak sama." Athar menggaruk kepalanya yang tak gatal. Mengangkat potongan ayam yang gosong itu ke udara, lebih tepatnya di depan wajah istri keduanya itu.
Syahila yang sejak tadi memperhatikan mereka dari ruang makan hanya bisa tersenyum. Ia tak pernah melihat suaminya sesetres itu. Karena selama ini dirinya berhasil memikat sang suami dengan masakannya.
Athar yang pintar dan jago masak itu, sering memberikan resep masakan restonya pada Syahila. Karena dulu Syahila tinggal ngekost sendiri, ia suka eksperimen dengan resep-resep pemberian sang pacar. Jadi, setelah menikah ia sudah bisa masak.
"Mas, sudah. Biar aku saja yang masak." Syahila mendekat.
Cepat Athar mencegah sang istri pertamanya agar tidak ke dapur.
"Sudah, kamu di kamar saja. Biar aku yang bereskan." Athar mendorong kembali kursi roda sang istri ke kamar.
"Kamu tiduran aja ya, Sayang. Please, jangan keluar sebelum aku minta. Aku cuma takut kamu kenapa-napa. Okey!" pinta Athar pada Syahila setelah ia membaringkan tubuh istrinya di ranjang.
Syahila tersenyum dan mengangguk lirih.
Athar kembali ke dapur. Dengan cekatan ia mengambil beberapa perabot. Mengambil alih semua sayuran yang sudah dipotong Thifa.
"Lihat ini, masa motong wortel aja nggak bisa?" Athar bersungut seraya mempraktekan cara mengiris wortel, kemudian kol, buncis dan kentang.
Thifa hanya memperhatikan, tangannya pun gatal ingin belajar. "Sini, biar aku aja, Mas." Kesal karena dianggap tak bisa apa-apa. Padahal hanya ukuran wortelnya saja yang beda-beda bukan berarti dirinya nggak bisa ngiris.
"Udah, loe cuci perabotan aja. Tuh wajan yang gosong loe bersihin. Sama lantai yang kotor sapu, pel semua ruangan. Biar gue yang masak."
"Ta-tapi, Mas. Kalau aku nggak belajar masak, nanti masa kamu terus yang masak."
"Gue nggak bilang gitu. Khusus hari ini. Besok-besok loe lah yang masak. Masa gue udah cari nafkah masih harus masak juga. Trus tugas loe apa?"
Thifa hanya bisa menelan ludah. Benar apa yang dikatakan suaminya itu. Tugasnya memang hanya patuh. Ia pun mengambil wajan yang gosong tadi untuk dicuci.
"Masa anak pesantren nggak bisa masak sih?"
"Ya kan di pesantren ada tukang masaknya, Mas. Bukan santrinya yang masak."
"Iya, gue tau. Tapi emang di rumah, loe nggak pernah masak?" tanya Athar lagi, kini tangannya cekatan mengisi panci dengan air untuk merebus sayuran
"Enggak, umi yang masak. Aku bapak sama adik-adik tinggal makan saja. Lagi pula hanya makanan sederhana dan terbilang itu-itu saja yang biasa dimasak."
"Kayanya mama salah ngerekomendasiin loe buat gue deh. Nggak bisa masak, nggak bisa dandan. Kelebihan loe apa coba?"
Pernyataan itu membuat hati Thifa bagai tertusuk jarum. Sakit, ya ia baru tahu sekarang. Selera suaminya itu memang tinggi. Semua harus sempurna di matanya.
"Kalau kamu menyesal dan merasa rugi, Mas bisa lepaskan aku. Aku sudah siap, Mas," ucap Thifa menahan sesak.
"Dah terlanjur, Fa."
"Terlanjur apa?" tanya Thifa menoleh ke arah suaminya yang sedang sibuk membuat bumbu untuk ayam.
"Terlanjur, eng-eng-nganu lah pokoknya," jawab Athar gugup.
Athar juga bingung, kenapa ia tak bisa melepaskan istri keduanya itu. Padahal dulu ia ngotot sekali menolak pernikahan keduanya.
"Kenapa, Mas? Terlanjur janji sama orang tua aku?"
"Ya, ya kurang lebih seperti itu."
Akhirnya Thifa selesai mencuci perabotan yang kotor. Ia lalu mengambil sapu untuk membersihkan seisi ruangan. Athar menoleh saat istrinya melangkah keluar dapur, lalu tersenyum kecil. Ada rasa bangga saat melihat istrinya menurut dengan apa yang ia perintahkan.
💓💓💓
Malam hari, seusai makan malam bersama. Athar mengajak istri keduanya untuk pulang ke rumah mama. Sementara syahila ia tinggal sebentar.
Ia sudah janji akan kembali dan tidur bersama istri pertamanya itu. Karena ia pun tak tega jika harus meninggalkannya sendirian di apartement.
Tepat pukul setengah sembilan malam, mereka sudah tiba di halaman rumah. Dari kejauhan terlihat Hilda sedang duduk di teras menunggu kedatangannya. Memang sebelumnya Athar menelpon mamanya kalau ia akan kembali pulang.
Mereka berdua turun dari mobil dan melangkah mendekati sang mama.
"Assalamualaikum, Mah," sapa Thifa seraya menyalami mertuanya itu.
"Waalaikumsalam."
"Athar, gimana perempuan itu?" tanya Hilda.
Athar yang hendak masuk menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah sang mama.
"Di apartement aku, Mah."
"Apa? Apartement? Enak sekali hidupnya. Lalu siapa yang akan mengurus dia besok kalau kamu udah kerja?"
"Kan ada Thifa, Mah." Athar keceplosan.
Seketika Hilda bangkit dan mendekati anak laki-laki satu-satunya itu.
"Apa kamu bilang? Kamu nyuruh Thifa buat merawat perempuan itu? Enggak Athar, Mama nggak akan terima. Thifa nggak boleh di sana."
"Tapi, Mah. Kalau bukan Thifa, siapa lagi? Cuma dia yang bisa jagain Syahila." Athar masih bersikeras agar Thifa tetap yang menjadi perawat Syahila.
"Nggak bisa. Kamu harus cari orang. Thifa itu ngajar, Athar. Dia jadi pengajar itu sebagai pengabdian."
"Loh, sama aja kan, Mah."
"Jangan gila kamu, Athar. Menyuruh istri kamu untuk menjadi perawat si perempuan ular itu. Ayo Thifa, besok kalau kamu disuruh ke sana. Jangan mau!" Hilda meraih tangan menantunya itu masuk.
Athar mengekor keduanya. Hilda membawa Thifa ke kamarnya. Athar hanya menatap dari depan pintu kamar yang terbuka.
Ia pun masuk ke kamarnya sendiri, membersihkan diri, mandi dan sholat isya. Lalu berbaring sejenak di ranjang. Menatap ke langit-langit kamarnya. Merenungi hidup yang tengah ia jalani semakin lama semakin rumit. Entah sampai kapan semua akan berakhir.
Ceklek.
Pintu kamarnya terbuka, gadis dua puluh tahun itu berdiri di tengah pintu.
"Kenapa?" tanya Athar menyadari sang istri menatapnya.
"Mama nyuruh aku tidur di kamarnya," ucap Thifa lirih.
Athar langsung beringsut dari ranjang, menarik tangan sang istri, lalu menutup pintu kamar dan menguncinya.
"Mas." Thifa merasa ketakutan.
"Nggak, loe tidur sama gue. Jauh-jauh gue ajak pulang, masa loe tidur sama mama gue tidur sendiri."
"Ya udah, kita tidur bertiga aja. Nanti aku bilang mama."
Athar berdecak, ia merasa istrinya itu amat polos. Bukan tidur bertiga yang dimaksud. Tapi ….
"Sana, ganti baju!" titah Athar.
Thifa mengernyit seraya memperhatikan pakaiannya. "Oh iya, aku belum mandi. Aku mandi dulu, Mas."
"Jangan lupa, baju yang tadi aku beliin dipakai."
"Yang mana, Mas?"
"Yang warna hitam tipis itu."
"Mas simpan di mana? Sini aku coba."
"Loh bukannya tadi kamu bawa?"
Athar dan Thifa saling pandang dan mengingat-ingat di mana baju itu berada. Saat Athar berhasil mengingat. Ia pun menepuk keningnya.
"Astaga, ketinggalan!" ujarnya kesal.
Thifa hanya senyum-senyum. Dalam hatinya bersorak. Ia tak akan memakai pakaian itu untuk saat ini. Semoga saja suaminya lupa. Ia lalu melangkah ke dalam kamar mandi.
💓💓💓
Tbc
Vote dan komennya. Jan lupa gaes.
Tengkyu, luph u all 😘😘
MASYARAKAT INDONESIA LBH MALU TRHADAP SSAMA MNUSIA, DRIPADA MALU KPD TUHAN..
MAKANYA BNYK ORTU YG SALAH LGKAH MNIKAHKN ANAK GADISNYA DLM KONDISI HAMIL HNY KRN AIB, DN CELAKANYA BNYK PENGHULU YG DIBOHONGI PIHAK ORTU KDUA MMPELAI, DN BNYK JUGA PNGHULU YG MASA BODOH, YG PTG DPT AMPLOP, PADAHAL TGGUNG JAWAB MRK SANGATLH BESAR DI HADAPN ALLAH, KLO PENGHULU YG SSUAI SYARIAT MRK AKN MNANYAKN KPD ORTU KDUA MMPELAI, APAKH MRK NIKAH MURNI, ATAU NIKAH MBA,, KLO PENGHULU YG TEGAS PEGANG SYARIAT ISLAM, MRK AKN MNOLAK MNIKAHKN PASANGAN YG BRZINAH DLU HINGGA HAMIL, SECARA DLM SYARIAT ISLAM, PELAKU ZINAH DI HUKUM RAZAM.
TTPI YG SSUNGGUHNYA MMG HARAM DINIKAHI, MSKI OLEH LAKI2 YG MNGHAMILINYA, SEANDAINYA ADA LAKI2 LUAR YG INGIN NIKAHI WANITA HAMIL TESEBUT JG TK BSA, TTP HRS NUNGGU BAYI ITU LAHIR, SETELH 40 HRI BRU BOLEH DINIKAHI