NovelToon NovelToon
AKU PUN BERHAK BAHAGIA

AKU PUN BERHAK BAHAGIA

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh
Popularitas:2.6k
Nilai: 5
Nama Author: sicuit

Jaka, adalah seorang yang biasa saja, tapi menjalani hidup yang tak biasa.
Banyak hal yang harus dia lalui.
Masalah yang datang silih berganti, terkadang membuatnya putus asa.
Apalagi ketika Jaka memergoki istrinya selingkuh, pertengkaran tak terelakkan, dan semua itu mengantarnya pada sebuah kecelakaan yang semakin mengacaukan hidupnya,
mampukah Jaka bertahan?
mampukah Jaka menjemput " bahagia " dan memilikinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sicuit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Di Rumah

" Kalau bisa berobat jalan kenapa harus di sini, merepotkan! Harus bolak balik pulang pergi, tambah abis banyak biaya, aku ini sekarang ndak kerja, kita hidup pake tabungan yang tinggal dikit juga!"

Ibu membuka pagi dengan mendengar omelan dari menantunya. Dia diam tak meladeni, malu di dengar pasien sebelah.

"Bu, jaga baik - baik jangan sampai dia jalan kemana - mana sendirian lagi, aku mau urus adminstrasi dulu!"katanya kemudian.

"Bukannya kemaren kamu yang lalai, kenapa sekarang aku yang disalahkan?" batin Ibu.

Yunis pun meninggalkan ruangan.

Saat jam visitasi, Dokter Leo dan dua perawat penyertanya memasuki ruangan Jaka.

"Gimana, jadi pulang hari ini?" tanyanya ramah, sambil memeriksa.

" Iya , Dok," jawab Ibu

"Mas Jaka, di rumah harus banyak latihan ya, supaya otot - otot bisa kuat dan Mas Jaka bisa sehat kembali," pesannya sambil menepuk bahu Jaka.

Jaka hanya diam, matanya bergerak seakan ingin menjawab pesan Dokter Leo.

"Tolong di jaga baik - baik ya Bu, sebenarnya kondisi mas Jaka ini sudah stabil, tolong hindarkan dari sesuatu yang membuatnya stres," pesan Dokter Leo.

"Baik, Do. Terima kasih,"

Dokter dan perawatnya berjalan keliling ke pasien -pasien lainnya.

Tak lama kemudian, Yunis datang, sambil membawa kruk. Bersamaan dengan Dokter yang akan meninggalkan ruangan itu.

"Oh ... selamat pagi, Dok," sapa Yunis yang hampir menabrak Dokter Leo.

"Selamat pagi, Mbak. Tadi sudah saya periksa , kondisinya sudah cukup stabil, hanya saja, tolong jangan buat suaminya banyak pikiran."

"Baik, Dok."

"Untuk obat dan jadwal pemeriksaan, nanti bisa diambil ke kamar obat, ya,"

"Baik, Dok," jawab Yunis dengan senyum yang dibuat semanis mungkin.

    ##########

Hari sudah siang, ketika obat selesai diambil. Lalu mereka pun pulang. Jaka didorong di kursi roda.

Area parkir terasa panas sekali. Mereka berdiri di depan pagar rumah sakit menunggu angkot.

"Panjaitaan ... panjaitaaan !" teriak kenek angkot,sambil bergelantungan di pintu.

Yunis melambaikan tangan.

"Duduk depan bisa, Mas?" tanyanya.

" Iyo, ayo langsung wes," jawab kenek angkot, dia turun dan membukakan pintu depan.

Jaka dituntun Ibu mendekat pintu dan membantunya supaya bisa duduk.

"Buruan napa se.. panas ini! Huuu ... gini aja lambat sekali!" kata Yunis dengan melepaskan tangan Ibu dan mendorong Jaka untuk duduk.

Sopir angkot melirik sekilas dan geleng - geleng kepala.

Tak lama berselang mereka sudah sampai di tempat tujuan.

Ibu membantu Jaka untuk turun dari angkot.

"Bu, lama sekali se ... ayo mas turuuun sudah sampai ini!" katanya sambil menarik paksa tangan Jaka. Hingga hampir terjatuh kalau tidak cepat dipegangi oleh kenek angkot.

"Beee ... kasar pisan, alon - alon atuh neng, kasian sampai hampir jatuh gitu!" tegur salah satu penumpang.

"Eeeiih .. bacot! Ndak usah urus urusan orang, urus diri sendiri!" bentak Yunis sambil melotot.

Jaka dituntunnya sampai rumah.

Begitu pintu dibuka, bau harum superpel rasa jeruk menyeruak masuk hidung Jaka, sedikit memberikan rasa tenang. Tidak ada lagi bau obat, atau bau karbol.

  \#\#\#\#\#\#\#\#\#\#

Hari - hari dilewati dengan baik saja tanpa kendala, Jaka pun berangsur membaik. Tak lagi memandang depan dengan tatapan kosong. Tapi sudah bisa berinteraksi dengan Ibu.

Ketelatenan Ibu menjaga Jaka membuahkan hasil, membuat Ibu merasa lega.

Kalau sudah lebih baik seperti ini, akan lebih muda untuk diajak berlatih berdiri dan jalan.

Pagi itu, ketika Jaka dan Ibu duduk berjemur di halaman depan, tiba - tiba Yunis datang.

"Yunis, ini sudah beberapa lama Jaka pulang, kapan waktu kontrol, supaya bisa juga terapi kakinya?" tanya Ibu, begitu melihat Yunis.

"Boro - boro buat kontrol dan terapi, buat makan aja ndak ada. Bu, tabunganku ini, benar - benar habis sekarang, ibu carilah kerja, jangn duduk enak - enak seperti ini,  kalau ndak gitu, apa pake buat kebutuhan tiap hari, lha wong anak Ibu aja ndak bisa diharapkan!" katanya ketus.

"Yunis, jangan bicara seperti itu sama Ibu, iya nanti aku yang kerja, tak kembalikan semua tabunganmu yang sudah terpakai," kata Jaka pelan.

"Eeehhh ... tau diri kalau ngomong ya, mau kapan kerja! Sekarang, jalan aja ndak bisa, kok mau kerja. Uang habis sekarang bukan tunggu kamu bisa kerja!" bentak Yunis.

Jaka tertunduk mendengar perkataan istrinya, hatinya sedih, dia merasa tak berguna sebagai laki - laki, sedang Ibu, hanya bisa diam.

Yunis menghentakkan kaki meninggalkan mereka.

Braaakk!

Pintu dibanting dari dalam.

Jaka menggenggam tangan Ibu.

"Maafkan Jaka ya Bu, dengan kondisi gini Jaka belum bisa kerja, ntar kalau Jaka sudah kerja, tentu Yunis ga akan bilang gitu lagi,"

"Iya ndak apa Jaka, jangan pikirkan kata - kata Yunis, kamu harus fokus sama kesehatanmu," jawab Ibu.

"Ayo masuk, matahari sudah nyengat," ajak Ibu.

Ibu membantu Jaka berdiri.

Dan selanjutnya Jaka berusaha untuk melakukannya sendiri.

Tak lama kemudian Ibu keluar rumah, dia ke warung, belanja beberapa kebutuhan pokok. 

Begitu sampai rumah, Yunis yang sedang ada di depan rumah melotot liat Ibu belanja.

"Ibu belanja? Dapat darimana uang?" tanyanya dengan alis mengkerut. Dia merasa tak memberi Ibu uang dari tiga hari lalu.

"Iya, ada rejeki," jawab Ibu pendek, sambil berlalu meninggalkan Yunis.

Yunis tak habis pikir, dia berusaha menemukan jawaban dari pertanyaannya sendiri.

"Oh ... mungkin dari ibu - ibu PKK kemaren yang nengok si curut itu," katanya dalam hati.

     #########'

Malam telah larut, ketika Jaka terbangun dari tidurnya, bau harum dari sampo istrinya membangkitkan gairah yang telah lama dia lupakan.

Jaka menengok ke samping, tampak Yunis tidur telentang, gumpalan dadanya yang ranum benar - benar menggoyahkan pertahanan siapa pun yang melihat.

Jaka merasakan sesuatu yang mengeras di balik sarung yang dipakainya.

Perlahan Jaka mendekat, menciumi pelan rambut istrinya yang wangi. Tangannya mulai membelai gumpalan yang sekal itu. Meremasnya pelan.

"Uuugghh ...."

Yunis menggeliat dalam tidurnya.

Jaka menghentikan sejenak gerakannya. Setelah Yunis dalam pulasnya lagi, Jaka mulai mendekat. Dia mengulum bibir ranum itu pelan, merasakannya lagi, dan lagi.

Melihat Yunis hanya sedekali bergerak dan diam, Jaka mulai berani untuk membuka kancing baju Yunis. Perlahan tapi pasti hingga Jaka menemukan gumpalan indah itu.

Disentuh dan diremasnya pelan.

Dilumat ujungnya, dinikmati begitu rupa.

Gerakannya mulai berani. Bukan hanya kancing baju yang dilepas, tapi bagian bawah pun mulai dikerjai oleh Jaka.

Hingga Jaka sudah merasa ada sesuatu yang harus dikeluarkan, di memberanikan diri untuk mengambil posisi.

Gerakannya teratur. Sesekali Yunis menggeliat, membuat Jaka semakin merasa nikmat.

Dalam alam bawah sadarnya, Yunis merasa bermain dengan seseorang yang berbadan tegap, berkulit bersih, dan berhidung mancung, yang ditemui di ruang Dokter Leo.

Tapi nafas Jaka yang memburu, membuatnya terjaga dan terkejut.

"Haaaa.. Haaa!" sentak Yunis seketika.

Membuat Jaka terkejut dan membuka mata.

Yunis dengan sekuat tenaga mendorong tubuh Jaka, hingga terlempar ke samping.

tangannya langsung merapikan baju dan celana yang sudah melorot sampai batas lutut.

"Dasar buaya, tak tahu malu, apa yang kau lakukan, hah!" kata Yunis dengan nada tinggi.

"Aku kan suamimu, aku masih berhak untuk mendapatkan kebutuhanku," jawab Jaka dengan kesal. Dilihatnya si EEp sudah mengempis lagi karena sentakan Yunis.

"Ngaca ... ngaca ... apa masih pantas! Ngasih uang belanja aja ndak, kerja aja ndak, kok enak sekali mau menikmati tubuhku!"

"Aku suamimu, aku berhak, kalau pun aku tidak bisa kerja, ini semua juga salahmu! Kalau saja waktu itu kamu ndak enak - enak sama Pak Burhan, ga mungkin aku seperti ini!" bentak Jaka kesal.

"Terserah, yang penting sekarang ... KELUAARR!" teriak Yunis marah, tangannya teracung pada pintu

Melihat Jaka membetulkan sarungnya, dan tak bergerak sedikit pun.

Yunis bangun dari tempat tidurnya.

menarik tangan Jaka, hingga Jaka terjatuh dari tempat tidur.

"Sebentar ... sebentar ... apa yang kau lakukan!" sentak Jaka kesal, sambil berusaha berdiri.

"KELUAR ... KELUAR ...!" teriaknya, sambil mendorong Jaka untuk keluar.

Sekali lagi Jaka terjatuh. Tapi kali ini Yunis menyeretnya hingga depan pintu dan mendorong tubuh itu keluar dari balik kelambu kamarnya.

Ibu yang mendengar hal itu, sekali lagi hanya bisa diam, dia tak tahu apa yang harus dilakukannya.

Kalau pun dia keluar, yang ada, akan semakin membuat anaknya malu.

Jaka masih duduk di lantai. Perasaannya, antara kesal dan benci dengan dirinya sendiri.

Dia berusaha bangun dengan berpegang pada apa pun yang bisa menahan tubuhnya.

 Berpegang pada dinding, Jaka berusaha untuk sampai ke depan. Duduk di kursi panjang, kakinya di selonjorkan, dan kepalanya di rebahkan pada sandaran tangan.

1
nightdream19
Bagus Thor. kisahnya buat aku juga jadi kebayang sama kejadian tadi. lanjut Thor.. /Smile/
nightdream19: ok. siap lanjutkan baca
sicuit: terima kasih kakak .. ikuti kelanjutan kisahnya ya.. 😊
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!