NovelToon NovelToon
Jangan Sentuh Aku

Jangan Sentuh Aku

Status: sedang berlangsung
Genre:Peran wanita dan peran pria sama-sama hebat / Cinta Seiring Waktu / Dokter / Slice of Life
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: khayalancha

Lanjutan Kisah Dokter Hanif Pratama(Spin Off Memiliki Bayi Dari Pria Yang Kubenci)

Dokter Hanif Pratama sudah dua kali jatuh cinta—dan dua-duanya berakhir luka. Ia dokter anak yang tak lagi percaya bahwa cinta bisa hadir di hidupnya. Tapi semua berubah saat ia bertemu Sekar Pratiwi, apoteker dingin yang baru kembali dari Amerika. Wajah cantiknya menyimpan rahasia kelam, dan sikap tertutupnya tak mudah ditembus.

Sekar bukan perempuan biasa. Ia tumbuh dengan trauma dan luka yang membekas dalam. Dunia baginya hanya ruang sunyi, tempat untuk bertahan. Tapi kehadiran Hanif—yang penuh perhatian namun tak pernah memaksa—secara perlahan meruntuhkan tembok pertahanan yang ia bangun selama bertahun-tahun.

Saat masa lalu datang kembali menuntut balas, dan rasa tidak layak mulai merayap di hati Sekar, Hanif tetap memilih tinggal. Menemani. Mendengarkan. Mencintai.
Ini tentang cinta yang datang setelah semua luka. Setelah tangis, trauma, dan keraguan. Cinta yang tidak perlu sempurna.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon khayalancha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11

Kehidupan mereka di rumah sakit mulai menemukan ritmenya. Hanif dan Sekar tetap bekerja secara profesional, menjaga batas antara tugas dan perasaan. Tapi batas itu kian hari makin kabur. Di balik tumpukan laporan medis dan dering panggilan darurat, kehangatan yang mereka bagi perlahan menjelma jadi bagian yang dirindukan—entah itu lewat senyum lelah di akhir shift, atau tatapan yang saling mencari di tengah keramaian IGD.

Hingga suatu hari, langkah-langkah dari masa lalu kembali terdengar di koridor rumah sakit.

Namanya Yuna—mantan tunangan Hanif.

Ia kembali, bukan sebagai pasien, bukan juga sebagai cerita lama yang telah usai, tapi sebagai rekan sejawat. Kini, ia mengenakan jas putih yang sama, berjalan menyusuri lorong rumah sakit dengan kepala tegak, senyum ramah, dan aroma parfum yang lembut tapi tegas. Seolah tak ada hati yang pernah ia tinggal pergi. Seolah tak pernah ada luka yang belum sepenuhnya sembuh.

Kabar tentang kembalinya Yuna menyebar lebih cepat dari berita medis terbaru. Tak butuh waktu lama sebelum orang-orang mulai membicarakannya—mereka yang mengenal masa lalu Hanif dan Yuna mulai menebak-nebak: akan ada apa lagi setelah ini?

Sekar mendengarnya. Tentu saja. Di tempat seperti rumah sakit, tak ada gosip yang benar-benar bisa disembunyikan. Tapi Sekar tidak pernah bertanya langsung pada Hanif. Ia percaya, kepercayaan itu penting. Tapi saat melihat sorot mata pria itu saat berpapasan dengan Yuna —sikap yang dingin, tegas, dan nyaris tak acuh—justru itulah yang membuat keraguan mulai tumbuh diam-diam di hatinya.

Yuna tidak membuang waktu. Ia mendekati Hanif dengan langkah penuh percaya diri. Ia mengajak pria itu bicara di sela-sela shift, menunggu di ruang istirahat, bahkan sekali waktu menawarkan bantuan menangani pasien rujukan hanya agar bisa berada di dekatnya lebih lama.

“Aku nggak datang buat mengacau, Hanif,” kata Yuna pada suatu malam ketika mereka hanya berdua di ruang laboratorium. Jam dinding berdetak pelan, lampu putih menggantung di atas kepala mereka, dan hanya ada bunyi pelan lembaran berkas yang dibolak-balik.

“Aku cuma... ingin memperbaiki semuanya. Aku salah waktu itu. Tapi aku belajar. Dan aku tahu sekarang, aku kehilangan seseorang yang terlalu berharga.”

Hanif tak langsung menanggapi. Ia tetap menatap berkas yang ada di tangannya, tapi jari-jarinya berhenti bergerak. Sorot matanya beku, wajahnya seperti tertutup kabut.

“Kamu datangnya telat, Yuna,” katanya akhirnya. Suaranya tenang, tapi ada jarak yang tak bisa ditembus. “Bukan cuma waktunya yang udah nggak sama. Aku juga udah bukan orang yang sama.”

Yuna menatapnya lama. Ada kesedihan samar di balik senyum tipisnya, tapi juga harapan yang belum padam. Ia ingin masuk kembali ke dalam hidup Hanif, tapi pintunya sudah tertutup. Dan Hanif tak berniat membukanya lagi.

Yuna tetap berdiri di sana, menunggu. Tapi Hanif hanya menghela napas, mengembalikan berkas ke meja, lalu melangkah pergi tanpa menoleh.

Sayangnya, satu penolakan tidak cukup untuk menghapus kehadiran Yuna. Ia tetap ada, seperti bayangan yang menempel di dinding. Dan Sekar—yang semula merasa cukup tenang dengan sikap Hanif—mulai goyah. Bukan karena cemburu. Tapi karena ketakutan yang dulu pernah ada, kembali muncul.

Bahwa dirinya tidak cukup.

Bahwa bekas-bekas luka yang ia bawa menjadikannya terlalu rusak untuk disandingkan dengan seseorang seperti Hanif.

Sekar mulai menarik diri. Ia tidak lagi membalas post-it kecil berisi candaan atau kalimat penyemangat yang biasanya Hanif tinggalkan di meja kerjanya. Ia juga mulai sering menolak ajakan makan siang dengan alasan sibuk, padahal ia hanya duduk sendirian di taman belakang, menatap pepohonan yang menggugurkan daun satu per satu.

Ia menghindari tatapan Hanif. Menghindari pertanyaan-pertanyaannya. Bahkan senyum pria itu pun mulai ia hindari, karena ia takut akan luluh sebelum sempat menyembunyikan kegundahannya.

Ia tahu betul, ini bukan tentang Yuna. Ini tentang dirinya sendiri.

Tentang bayangan yang masih tertinggal dari masa lalu, tentang rasa takut yang tak kunjung hilang, bahwa ia tidak akan pernah benar-benar menjadi cukup.

Hingga akhirnya, pada suatu sore yang sunyi, Hanif menemuinya di taman belakang rumah sakit. Tempat di mana Sekar sering mengasingkan diri, duduk diam di bangku kayu tua, membiarkan waktu lewat begitu saja.

“Aku nggak bisa terus begini, Sekar,” ucap Hanif pelan, tapi tegas.

Sekar tak menjawab. Ia hanya menunduk, menatap telapak tangannya sendiri.

“Aku tahu kamu mulai menjauh. Aku tahu kamu dengar tentang Yuna. Tapi kenapa kamu nggak pernah tanya? Kenapa kamu nggak pernah ngomong langsung ke aku?”

Butuh waktu sebelum Sekar akhirnya berani membuka suara. “Karena aku takut,” ucapnya lirih. “Takut kalau aku bertanya, kamu jawabnya... bukan yang aku siap dengar.”

Hanif duduk di sampingnya, menatap wajah Sekar yang masih enggan menoleh. “Jawaban apa yang kamu takutkan?”

Sekar menggigit bibirnya. Matanya berkaca-kaca. “Bahwa kamu sadar... aku bukan pilihan yang layak. Bahwa aku bukan perempuan yang bisa kamu banggakan.”

Hanif terdiam. Angin sore menyapu rambut mereka pelan, dan dunia seolah ikut menahan napas.

“Kamu nggak harus jadi siapa-siapa buat layak, Sekar,” kata Hanif akhirnya. “Kamu cukup. Dari dulu kamu selalu cukup. Yang nggak cukup, itu kamu yang nggak pernah melihat dirimu sendiri dengan cara aku melihat kamu.”

Sekar memejamkan mata. Setetes air jatuh dari sudutnya, tapi ia mencoba tersenyum walau getar di bibirnya tak bisa disembunyikan. “Tapi dia datang kembali. Dia yang dulu kamu pilih.”

Hanif mengangguk pelan. “Iya, dia pernah aku pilih. Tapi sekarang aku tahu, orang yang aku cari bukan dia. Tapi kamu. Kamu, Sekar. Dengan segala retak dan keberanianmu. Dengan luka-luka yang kamu sembunyikan tapi tetap berjalan. Aku tetap pilih kamu.”

Sekar akhirnya menoleh. Tatapan mereka bertemu, dan untuk pertama kalinya setelah hari-hari yang berat itu, Sekar merasa dilihat—bukan sebagai seseorang yang harus sembuh, tapi sebagai seseorang yang utuh meski tidak sempurna.

“Jangan pergi lagi,” kata Hanif, nyaris seperti bisikan.

“Aku nggak pernah benar-benar pergi,” jawab Sekar. “Aku cuma... tersesat sebentar.”

Hanif tersenyum. Ia menggenggam tangan Sekar dengan lembut, seolah berkata: Aku temukan kamu lagi. Dan aku nggak akan lepas kali ini.

Di kejauhan, matahari mulai tenggelam. Langit berubah jingga, dan koridor rumah sakit kembali riuh dengan panggilan tugas. Tapi di taman kecil itu, dunia berhenti sejenak—untuk dua orang yang sedang belajar bahwa cinta bukan tentang sempurna, tapi tentang memilih satu sama lain, setiap hari, meski dengan segala luka dan ragu.

Dan untuk Sekar, mungkin ini adalah awal dari keberanian baru. Bukan hanya untuk mencintai, tapi untuk mempercayai bahwa dirinya layak dicintai.

****

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!