Ini adalah kisah cinta pria berkebangsaan Korea dan gadis berdarah Indonesia.
Waktu SMA, Ha joon tidak setampan sekarang. Pria itu gemuk dan selalu memakai kacamata tebal kemana-mana. Ha joon sangat menyukai Rubi, gadis populer di sekolahnya.
Namun suatu hari Ha joon mendengar Rubi menghina dan mengolok-oloknya di depan teman-teman kelas mereka. Rasa suka Ha joon berubah menjadi benci. Ia pun memutuskan pindah ke kampung halamannya di Seoul.
Beberapa tahun kemudian, Rubi dan Ha joon bertemu lagi di sebuah pesta pernikahan. Ha joon sempat kaget melihat Rubi yang berada di Korea, namun rasa dendamnya sangat besar hingga ia berulang kali menyakiti perasaan Ruby.
Tapi, akankah Ha joon terus membenci Ruby? Mulutnya berkata iya, namun tiap kali gadis itu tidak ada didepan matanya, ia selalu memikirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penenang?
Di balik kaca mobil yang melaju cepat, Ha Joon menatap jalanan kosong dengan sorot mata gelap. Tangannya masih memegang erat kemudi, meski hatinya tak bisa tenang. Ia seharusnya merasa puas.
Satu langkah dalam rencananya sudah terlaksana. Ia telah menyatakan pertunangan palsu itu di depan seluruh keluarganya, dan Ruby tidak menolak. Tentu saja ia yakin gadis itu sedang berakting kasihan di depannya. Dalam hatinya pasti gadis itu puas, karena Ha joon menerima perjodohan itu. Tapi Ha joon tidak akan membiarkannya bahagia, ia akan membalas semua perbuatan gadis itu terhadapnya dulu.
Namun entah kenapa, ada perasaan tak nyaman di dalam dadanya. Ia mencoba menepisnya, menyalahkan angin malam atau tatapan terluka Ruby sebagai pemicu emosi sesaat.
"Dia pantas mendapatkan semua ini," gumamnya pelan.
Namun suara itu tidak setegas biasanya. Entahlah.
Ha joon melajukan mobilnya menuju apartemennya di sebuah kawasan elit yang terletak dalam kota Seoul.
Apartemennya gelap saat ia tiba, hanya diterangi remang cahaya dari lampu jalan yang masuk lewat celah tirai. Ha Joon melemparkan kunci mobil ke atas meja dengan kasar, lalu menjatuhkan tubuhnya ke sofa panjang berbalut kulit hitam. Dada pria itu naik-turun pelan, namun matanya tak juga bisa terpejam. Bayangan wajah Ruby dengan mata membelalak tak percaya saat ia menyebut pertunangan mereka terus menghantuinya. Ada luka di sana, jelas terlihat, tapi Ha Joon terlalu keras kepala untuk mengakuinya.
"Dia hanya pura-pura," gumamnya lagi, lebih keras.
Itu hanya salah satu trik lamanya. Kau tidak boleh merasa kasihan padanya Ha joon.
Kalimat selanjutnya ia gumamkan dalam hati.
Ha Joon bangkit, berjalan ke dapur, dan menuangkan air putih ke gelas. Ia meminumnya dalam satu tegukan, seolah berharap air dingin itu bisa membekukan gejolak aneh di dadanya. Tapi perasaan itu tetap tinggal, mengakar dan tumbuh makin dalam.
Ponselnya berdering. Nama ibunya muncul di layar.
"Ya, eomma," jawabnya cepat.
"Kalian terlihat cocok tadi," suara ibunya terdengar riang.
"Ruby itu gadis baik. Eomma tahu dia akan membuatmu bahagia."
Ha Joon tak menjawab. Kata ‘bahagia’ terasa seperti sindiran di telinganya. Setelah beberapa detik hening, ibunya kembali berbicara.
"Jangan terlalu dingin padanya, Joon. Eomma lihat kau datar sekali tadi. Lain kali ubah sikapmu. Ibu akan mencarikan tanggal baik agar kalian bisa melangsungkan pertunangan kalian. Ingat, kau harus mengosongkan satu hari untuk pesta pertunangan kalian."
Ha joon mendesah berat.
"Eomma, apa yang kau sukai dari gadis itu? Kenapa kau sangat menyukainya?" pria itu tampak lelah dengan ibunya yang suka mengatur-atur. Tapi dia juga tidak bisa keras terhadap sang ibu. Jantung sang ibu lemah, ia takut kalau melawan, akan berdampak pada kesehatan wanita tua itu.
"Apa yang eomma sukai dari Ruby? Tentu saja banyak. Dia baik, sopan, pandai membawa diri, dan yang terpenting, dia bisa membuat eomma merasa tenang. Perempuan seperti itu yang kau butuhkan, Joon-ah. Bukan gadis-gadis egois yang hanya mementingkan karier dan gaya hidup."
Ha Joon mengernyit. Ia tahu ke mana arah pembicaraan itu. Ibunya memang tidak pernah menyukai wanita-wanita lain yang mencoba mendekatinya. Padahal Ha joon juga tidak pernah dekat dengan wanita, hanya Eun joo yang dia anggap sebagai saudara, karena Eun joo tulis berteman dengannya.
Semenjak Ruby menyakitinya dulu, ia tidak pernah lagi mempercayai wanita manapun. Pengaruh Ruby padanya sangat besar, hingga ia trauma dan mati rasa terhadap wanita-wanita lain. Hanya ada luka di hatinya, yang sampai sekarang belum terobati.
Mendengar Ruby disebut sebagai 'penenang', Ha joon mendengus. Wanita itu justru adalah sumber luka terbesarnya.
"Kalau begitu, eomma sebaiknya mengadopsinya saja," ucapnya dingin, setengah bercanda.
"Joon!" tegur ibunya, terdengar kecewa.
"Apa maksudmu bicara seperti itu? Kau sendiri yang setuju bertunangan tadi, jangan buat eomma marah. Kau mau eomma jatuh sakit lagi?"
Ha Joon menggigit bibir bawahnya. Lagi-lagi, dunia seperti memihak Ruby. Dulu semua orang menganggap gadis itu sempurna. Cantik, pintar, populer. Sementara dirinya? Hanya si gemuk berkacamata dengan suara kecil dan postur menyedihkan.
"Maafkan aku, eomma. Aku lelah. Besok aku harus berangkat pagi. Kita bicarakan tanggal pertunangannya saat aku sudah tidak sibuk."
"Baiklah. Tapi jangan terlalu lama. Ingat, eomma hanya ingin yang terbaik untukmu."
Panggilan terputus. Ha Joon menatap layar ponselnya lama, sebelum meletakkannya pelan di atas meja. Hatinya seperti baru saja di gores.
Ha Joon mengacak rambutnya kasar. Ia bangkit, melangkah menuju balkon apartemen. Angin malam Seoul menyambutnya dengan dingin menusuk tulang. Dari lantai 22, ia bisa melihat cahaya lampu kota membentuk pola acak yang indah, tapi tidak memberi ketenangan sedikit pun.
Gemetar kecil muncul di jemarinya. Ia mengingat kata-kata ibunya,tentang kebahagiaan, tentang ketenangan. Ia mengingat sorot mata Ruby. Dan ia mengingat dirinya sendiri yang berdiri di lorong sekolah dulu, mendengar tawa mengejek dan kata-kata menghina yang keluar dari mulut Ruby.
Tangan Ha Joon mengepal di pagar balkon. Kenangan itu masih segar, seperti luka lama yang belum kering dan terus digaruk hingga berdarah. Bukan hanya sakit hati yang ia rasakan waktu itu, tapi juga penghinaan yang menampar harga dirinya serta rasa dikhianati.
"Apa kau pikir aku akan lupa?" bisiknya pelan, hampir tak terdengar oleh dirinya sendiri.
Ha Joon membuang napas panjang, lalu mundur dari balkon dan menutup pintu geser kaca dengan bunyi pelan. Ia berjalan menuju tempat tidur dan menatap langit-langit kosong kamar apartemennya.
Munculnya Ruby dalam hidupnya lagi betul-betul mengganggu pikirannya. Gadis itu masih sangat mempengaruhi dirinya. Dan Ha joon benci hal itu. Lebih benci lagi karena ia tidak pernah bisa move on dari segala yang pernah terjadi.
Ha joon mengusap wajahnya kasar mencoba menutup mata. Namun lagi-lagi ia tidak bisa tidur. Akhirnya ia memutuskan mandi. Ia berharap mandi akan membuat dirinya jauh lebih segar dan lupa apa yang ingin ia lupakan.
Detak jantung ruby sangat kencang skl berdebar deg-degan dkt sm hajoon jarak dekat skl, tanpa disadari sorot mata hajoon dan ruby penuh cinta dan kerinduan, krn ketutup dendam dimasalalu jd salahpaham....
Hajoon berusaha membentengi dirinya ke ruby penuh dendam dan kebencian....
Ruby demi kebaikan bersama sebaiknya berkata jujur kehajoon biar gak salahpaham terus....
lanjut thor....
semangat selalu.....
sehat selalu.....