NovelToon NovelToon
LINTASAN KEDUA

LINTASAN KEDUA

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Mafia / SPYxFAMILY / Identitas Tersembunyi / Roman-Angst Mafia / Persaingan Mafia
Popularitas:19.6k
Nilai: 5
Nama Author: Nana 17 Oktober

Sejak balapan berdarah itu, dunia mulai mengenal Aylin. Bukan sekadar pembalap jalanan berbakat, tapi sebagai keturunan intel legendaris yang pernah ditakuti di dunia terang dan gelap. Lelaki yang menghilang membawa rahasia besar—bukti kejahatan yang bisa meruntuhkan dua dunia sekaligus. Dan kini, hanya Aylin yang bisa membuka aksesnya.

Saat identitas Aylin terkuak, hidupnya berubah. Ia jadi target. Diburu oleh mereka yang ingin menguasai atau melenyapkannya. Dan di tengah badai itu, ia hanya bisa bergantung pada satu orang—suaminya, Akay.

Namun, bagaimana jika masa lalu keluarga Akay ternyata berperan dalam hilangnya kakek Aylin? Mampukah cinta mereka bertahan saat masa lalu yang kelam mulai menyeret mereka ke dalam lintasan berbahaya yang sama?

Aksi penuh adrenalin, intrik dunia bawah, dan cinta yang diuji.

Bersiaplah untuk menembus "LINTASAN KEDUA"—tempat di mana cinta dan bahaya berjalan beriringan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Tidak Sederhana

AUSTRALIA

Sebuah ruangan di Museum Nasional Canberra. Dua kurator tengah berdiri di depan kotak kaca tempat liontin dipajang.

"Bagaimana mungkin ini bereaksi dengan darah? Itu hanya mitos," gumam kurator wanita, matanya masih tak lepas dari rekaman yang mereka putar ulang.

Tiba-tiba suara radio darurat berbunyi nyaring.

"Kode Merah. Segel area 3. Tim biohazard dalam perjalanan."

Kurator pria menoleh panik. "Apa maksudnya?"

Petugas berseragam masuk cepat.

"Benda itu kemungkinan berkaitan dengan jaringan lintas negara. Kami ambil alih. Kalian diminta keluar sekarang juga."

AMERIKA SERIKAT

Sebuah vila di Arizona. Seorang miliarder eksentrik duduk di ruang kerjanya, liontin tergantung di leher.

"Delapan digit. Itu penawaran terakhirku," ucapnya ke telepon. "Kalau Natalie punya satu, aku juga. Tapi milikku lebih—"

Pintu dibuka paksa. Empat pria berjas gelap masuk, menunjukkan lencana FBI.

"Tuan Jonathan Harris. Anda diminta menyerahkan liontin itu sekarang."

Harris tertawa. "Apa urusan FBI dengan koleksi pribadi saya?"

"Intelijen luar negeri melacak benda itu berkaitan dengan kematian di Swiss dan gangguan pada sistem navigasi satelit. Anda punya dua menit."

Harris terdiam. Kilauan biru liontin di dadanya perlahan memudar. Di luar, helikopter sudah bersiap.

Ketiganya tak tahu, peta yang muncul dari liontin-liontin itu berbeda satu sama lain. Dan saat berita penyitaan menyebar, pertanyaan besar mulai muncul di kalangan pemburu warisan Wardhana:

"Kalau semuanya tampak asli… yang mana sebenarnya yang asli?"

"Dan kenapa semuanya mengarah ke tempat yang berbeda?"

MARKAS RAYYAN

Langit-langitnya rendah, dindingnya dilapisi panel baja yang disamarkan menjadi kayu tua. Lampu gantung tunggal menyala redup di tengah ruangan, menyisakan bayangan yang bergerak-gerak di permukaan meja bundar tempat lima pria duduk berjajar.

Di ujung ruangan, layar besar menyala. Wajah Neil muncul dari balik kabut asap rokok dan pencahayaan ruangan gelap entah di mana, entah negara mana.

"Banyak liontin yang muncul dan semuanya bereaksi dengan darah," suara Rayyan tenang tapi dalam, seperti gemuruh dari perut bumi. Ia menyilangkan tangan, mata tajam menatap layar.

Andi mengangkat bahu. "Nggak mungkin semua orang itu keturunan Wardhana. Bahkan kalau Wardhana dulu melalang buana dan meninggalkan keturunan di tiap benua… tetap saja rasanya nggak masuk akal."

Neil mengepulkan asap pelan. "Masalahnya… tiap liontin itu memunculkan peta yang berbeda."

Hening sesaat. Lalu Zayn--putra Rayyan bicara, duduk dengan kemeja hitam rapat dan mata penuh analisis. "Dan sekarang semuanya sudah disita oleh pihak berwenang. Jejaknya kabur. Informasi kita semakin sedikit."

Rayyan menoleh padanya. “Padahal kita sudah dekat dengan Natalie.”

Neil menyelonjorkan tubuhnya di kursi. “Tapi setidaknya sekarang kita tahu siapa saja yang bergerak. Mereka semua keluar dari persembunyian karena liontin itu.”

Tiba-tiba, suara Akay memecah percakapan.

“…Aylin juga punya liontin itu.”

Semua kepala menoleh serentak.

"Apa?" tanya Rayyan pelan tapi tajam.

Akay menelan ludah. Ia menatap ayahnya, lalu Neil, lalu Rayyan. "Iya. Sama persis. Tapi… saat ditetesi darah, liontin itu nggak memunculkan apa-apa."

Ruangan mendadak dingin.

"Aylin bilang… dia dapet liontin itu dari seorang pria tua. Dia ngasih uang karena kasihan. Pria itu lusuh, pucat, kayak orang kelaparan dan sekarat."

Suara kursi bergeser. Buntala --mantan intel, mertua Zayn-- bersandar dengan tangan menyilang. Matanya menyipit curiga.

“Setahuku,” katanya pelan, “liontin itu hanya ada satu. Dan hanya Wardhana atau keturunannya yang bisa memunculkan peta saat darah mereka menyentuhnya. Aylin adalah keturunan Wardhana, 'kan?”

Akay mengangguk pelan.

Buntala melanjutkan, lebih pelan tapi tajam, "Jadi… kalau liontin istrimu tidak memunculkan peta padahal ia keturunan Wardhana… bisa jadi liontin itulah yang asli."

Andi mengangkat alis. “Tunggu. Maksudmu?”

Buntala mengangguk mantap. “Maksudku… liontin-liontin yang sekarang muncul di luar sana hanyalah duplikat. Mungkin untuk menjebak. Mungkin untuk membingungkan. Atau lebih buruk—untuk memancing siapa saja yang sedang mengincar rahasia Wardhana.”

Rayyan bersandar perlahan, menekan ujung jarinya di bibir. “Jadi… liontin yang Aylin pegang bukan cacat. Tapi justru… satu-satunya yang benar.”

Neil bersandar di layar. "Masalahnya sekarang... siapa yang menyebarkan duplikatnya?"

Tidak ada yang menjawab.

Hanya denting jam di dinding yang berdetak seperti hitungan mundur.

Zayn memecah keheningan dengan suara rendah, nyaris bergumam. “Kalau liontin Aylin adalah yang asli… kenapa tidak memunculkan peta saat ditetesi darah?”

Pertanyaan itu menggantung di udara, tajam dan mengusik, seperti bayangan yang tak bisa diabaikan.

Buntala menatap lurus ke arah Zayn. Suaranya dalam, tenang, tapi mengandung keyakinan seorang veteran yang bicara dari pengalaman panjang dan luka-luka yang tak terlihat.

“Karena aku rasa… cara memunculkan peta itu tidak sesederhana meneteskan darah.”

Ruangan itu kembali senyap.

Buntala menyandarkan tubuhnya, matanya mengembara ke langit-langit seperti mengais ingatan masa lalu. “Wardhana bukan orang bodoh. Jika benar ia menyembunyikan rahasia besar di balik liontin itu, maka ia pasti menciptakan sistem pengaman yang jauh lebih rumit dari sekadar darah.”

“Persyaratan lain?” gumam Andi.

“Mungkin semacam… pengakuan. Atau mantra. Atau bahkan… momen tertentu. Lokasi tertentu. Siapa tahu?” Buntala mengangkat bahu. “Wardhana adalah legenda karena alasannya.”

Mereka semua saling pandang.

Wajah-wajah keras, masing-masing dengan beban di punggungnya, tapi untuk pertama kalinya… satu pertanyaan yang sama tertulis di sorot mata mereka:

Apa sebenarnya kunci untuk membuka peta dalam liontin itu?

Rayyan berdiri perlahan, tangan bersedekap di belakang punggung, menatap peta dunia yang tergantung di dinding seberang. “Kalau benar liontin Aylin adalah yang asli… maka kita sedang berada terlalu dekat dengan kebenaran. Dan itu artinya—kita sedang diam-diam diawasi oleh orang yang tidak ingin rahasia itu terbongkar.”

Neil di layar mengangguk pelan. “Pertanyaannya sekarang… seberapa jauh mereka akan melangkah untuk memastikan kita tidak menemukannya?”

Di sudut ruangan, jam digital berdetik pelan.

00:37

Waktu terus berjalan.

Dan bahaya mungkin sudah menunggu di balik pintu, menunggu mereka yang terlalu dekat dengan kebenaran.

***

Langit malam menggelayut muram di balik jendela apartemen. Lampu kota memantul di kaca, menciptakan bayangan-bayangan samar di dinding kamar. Di tengah keheningan itu, Aylin duduk di tepi ranjang, tangannya memeluk lutut, mata menatap kosong pada liontin yang tergeletak di meja.

Ia sudah tahu kabar itu.

Liontin-liontin palsu telah tersebar… dan Natalie—wanita tak bersalah itu—nyaris celaka karena sesuatu yang tak pernah ia pahami.

Aylin menyesal.

"Aku tak pernah berpikir sejauh ini saat menyebarkan duplikat liontin."

Baginya waktu itu hanya langkah perlindungan. Kini, semua terasa seperti kesalahan besar.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka perlahan. Aylin tersentak, namun segera tenang saat melihat sosok itu muncul dari balik pintu.

Akay.

Pria itu berdiri diam sejenak, memerhatikan wajah istrinya dalam remang.

“Kau bermimpi buruk lagi?” tanyanya lembut, tapi jelas.

Ia tahu betul kebiasaan Aylin. Istrinya bisa tidur tanpa dirinya, tapi nyaris selalu terbangun saat dini hari. Entah karena mimpi buruk… atau karena mencari kehangatan dari pelukannya.

Aylin menarik napas pelan. “Aku… terbangun karena kau tak ada.”

Akay tersenyum samar, tapi matanya tajam menatap wajah Aylin.

“Matamu… bilang sesuatu yang lain.” Ia mendekat. “Kau belum tidur sama sekali, 'kan?”

Aylin tidak menjawab. Ia hanya menunduk, menyembunyikan sorot matanya yang lelah.

Akay menghilang ke kamar mandi sebentar, mengganti pakaian dan mencuci wajahnya. Lalu ia kembali ke tempat tidur dan membaringkan tubuhnya, menepuk sisi ranjang.

“Kemarilah,” bisiknya.

Aylin menurut. Ia berbaring pelan, lalu membiarkan dirinya ditarik ke dalam pelukan suaminya yang hangat.

Lengan Akay melingkar di pinggangnya, jari-jarinya membelai rambut Aylin dengan lembut.

“Jangan simpan semua masalahmu sendiri, Ay,” gumamnya. “Apa pun itu, aku ada di sini.”

Aylin terdiam. Udara malam terasa lebih dingin daripada biasanya. Dalam pelukan Akay pun, tubuhnya gemetar tipis.

“Aku tahu,” bisiknya akhirnya. “Tapi… ada hal-hal yang tidak seharusnya kau tahu.”

Karena dalam hati Aylin tahu—jika Akay terlibat lebih jauh, itu bukan lagi tentang liontin.

Itu soal hidup dan mati.

Dan ia tidak siap kehilangan Akay… untuk kesalahan yang ia buat.

...🌸❤️🌸...

.

To be continued

1
tse
mantap ka...seru abis bab ini...puas puas puas banget banget banget...top buat kaka....lanjut kan ka...jangan ada korban nyawa dari pihak Rayyan, Neil, Andi, Zayn, Buntala, Aylin dan Akay ya ka....mereka orang2 baik.....
Mrs.Riozelino Fernandez
😳😳😳😳😳
Mrs.Riozelino Fernandez
biarawan berkorban 😔
Mrs.Riozelino Fernandez
huuuh...
untung semua data atau apa ya itu namanya simbol2 itu sudah masuk ke pikiran Aylin ya...
Mrs.Riozelino Fernandez
ternyata mereka mengikuti Aylin...
ternyata setelah dilewati Aylin dan Akay tiap ujian tidak balik seperti semula ya...jadi gampang dilewati...
Puji Hastuti
Mantab, tim yang hebat
Puji Hastuti
/Good//Good//Good//Good/
Siti Jumiati
semakin kesini semakin seru...semakin bikin dang dig dug... semakin bikin penasaran... semakin nagih... dan semakin kereeeeeeeen... semangat kak lanjut...
fri
gasss terus Thor...💪
abimasta
untung jantungku masih aman thor
Siti Jumiati
satu kata cerita kakak luar biasa, bikin deg deg kan bikin senan jantung,bikin penasaran,bikin q gk bisa tidur karena gk sabar ingin baca cerita kelanjutannya.../Heart/ kereeeeeeeen.../Good//Good//Good/
ilhmid
gila, makin epik gini
phity
mamtap thor aku suka
phity
astaga aku baca sambil teriak2....hhhh
sum mia
akhirnya bisa ngejar sampai disini lagi .
makasih kak Nana.... ceritanya bener-bener seru juga menegangkan . kita yang baca ikutan dag dig dug ser .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
durrotul aimmsh
luar biasa....kyak lg nonton film action
asih
😲😲😲😲 kakak sampai hafal nama² jenis senjata
sum mia
emang seru kak.... sangat menegangkan .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
meski banyak jalan terjal dan banyak ujian semoga mereka tetap baik-baik saja .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
naifa Al Adlin
keren lah kak nana/Good/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!