Mendadak Jadi Mommy Anak Satu

"Kau!" tunjuk Junior sambil menatap lekat Dallie yang berdiri di belakang tubuh Ayanna.

Glek!

Dallie menelan ludahnya susah payah, karena langsung berhadapan dengan sosok yang dia anggap memiliki kelainan seks*al. Ya bagaimana Dallie tidak berpikir demikian? Sementara di pertemuan pertama mereka Junior malah bertanya tentang pacar? Saat itu Dallie langsung melepaskan tangan Junior dan menolak untuk menjawab, karena dari tatapannya saja dia sudah memiliki firasat tak baik.

Namun, kini dia malah dihadapkan dengan kenyataan jika ternyata Junior adalah kakak Ayanna. Mungkinkah saat itu Junior sudah tahu, kalau dia adalah pemuda yang tinggal dengan adiknya?

Ayanna menatap Dallie dan Junior secara bergantian, kemudian sebuah pertanyaan lolos dari mulutnya. "Kalian udah saling kenal? Kok bisa sih?"

Dallie tergagap, apalagi saat melihat manik mata Junior terus menghunus ke arahnya. Junior seakan sedang mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, kenapa tiba-tiba Ayanna memutuskan pulang ke rumah? Padahal sebelumnya Ayanna kukuh ingin menempati toko bunganya.

"Dia mahasiswanya Pak Ari, kemarin kami bertemu di restoran," jawab Junior tanpa mengalihkan perhatian sedikitpun. Sampai Dallie merasa seperti sedang dikuliti.

'Sepertinya aku salah sangka. Dia tanya begitu karena ingin melindungi adiknya 'kan?' batin Dallie. Dia sudah bermimpi dapat merasakan fasilitas mewah milik Ayanna, tapi berhadapan dengan Junior nyatanya cukup membuat paru-parunya kehilangan oksigen.

"Oh, ini Kak Junior, Dal, yang ada di foto itu," ujar Ayanna sambil tersenyum. Dia sama sekali tak curiga kalau Junior telah mencari tahu lebih dalam tentang hubungan mereka.

"Dal—Dallie, Kak," sapa Dallie sambil mengulurkan tangannya dengan sopan. Junior tak ingin terlihat seperti orang jahat, maka dari itu langsung menjabat tangan Dallie.

Tak hanya itu Junior juga sempat menatap bayi yang ada dalam gendongan Ayanna. Dia benar-benar tak habis pikir, demi dua orang itu Ayanna rela meninggalkan rumah dan segala kemewahannya.

"Masuklah ... Aku panggilkan Mama dan Papa. Mereka pasti senang kalian datang," ucap Junior seraya memutar badan untuk memanggil kedua orang tuanya. Namun, belum sempat melangkah yang dibicarakan sudah datang dengan ekspresi yang campur aduk.

Disusul dengan Athea yang berjalan tergesa menuruni anak tangga. Dia menganga begitu melihat Dallie ada di sana juga. Sebenarnya ini ada apa sih?

"Aya Sayang!" seru Yuna segera menghambur memeluk dan mencium putrinya itu. Kemarin dia sudah sempat membujuk Ayanna untuk pulang, tapi Ayanna tidak mau. Sekarang tanpa paksaan apapun, dia suka rela menginjakkan kaki di tempat ini lagi.

"Apa yang terjadi?" tanya Fierce yang melihat Dallie dan Ayanna membawa tas jinjing besar, sudah seperti orang yang baru diusir dari kontrakan.

'Ternyata benar, keluarga Aya sudah tahu semua. Mereka tahu kalau aku tinggal dengan anak gadisnya.' batin Dallie membaca mimik wajah Fierce yang tidak terlalu terkejut dengan kehadiran dia dan Nael.

Dallie memberanikan diri untuk maju ke hadapan Fierce meski kakinya terasa gemetar. Sama seperti tadi, dia mengulurkan tangan dengan kepala yang tertunduk.

"Perkenalkan, Tuan, saya Dallie," ucap Dallie memperkenalkan diri dengan suara yang terbata. Dia menelan salivanya susah payah sama sekali tak berani mengangkat wajah.

Sebelum membalasnya, Fierce menatap ke arah Ayanna terlebih dahulu. Seakan meminta penjelasan atas apa yang terjadi, tapi tatapan Ayanna seakan berseru. "Sudah terima saja dulu. Dia ngajak kenalan tuh!"

"Fierce, Papanya Aya," balas Fierce dengan ramah untuk mengapresiasi keberanian Dallie. "Angkatlah kepalamu ketika bicara dengan orang lain. Itu termasuk sopan santun." Lanjutnya yang tak melihat reaksi dari Dallie.

Perlahan pemuda itu mengangkat wajahnya hingga dia bisa melihat satu persatu orang yang ada di depannya. Benar-benar persis seperti yang ada di foto, termasuk kembaran Ayanna, mereka benar-benar mirip.

"Saya Yuna, Mamanya Aya," timpal Yuna yang masih merangkul bahu putrinya. Dallie menyapa dengan anggukan kepala sambil tersenyum. Namun, sumpah demi apapun meski disambut cukup baik, tapi dia belum bisa bernafas lega.

"Ma, Pa, Thea, Kak Jun, aku dan Dallie ke sini karena ada maksud," ujar Ayanna ingin langsung to the point. Semua orang menunjukkan reaksi yang sama, yakni mengernyitkan kening masing-masing. "Kami bertiga sepakat tinggal di rumah. Jadi, kalian tidak perlu lagi mengunjungi tokoku secara diam-diam atau apapun itu. Aku minta maaf karena sudah membangkang ucapan kalian selama ini. Sekarang aku akan menurut, jadi tolong izinkan kami mengurus Nael bersama-sama di rumah ini sampai orang tua Nael ketemu." jelas Ayanna dengan mimik memohon, dan juga perasaan was-was, takut jika ternyata ayahnya sudah berubah pikiran.

Fierce menimbangnya beberapa saat, kemudian matanya melirik ke arah Dallie. "Kamu bersedia?"

"Dallie sangat bersedia, Pa," sambar Ayanna, mengingat respon Dallie yang sangat bersemangat untuk pindah.

Dallie gelagapan sendiri, tapi untuk meyakinkan kedua orang tua Ayanna, dia segera mengangguk-anggukkan kepala, "saya bersedia, Tuan." Katanya terbata. Apalagi saat lehernya tiba-tiba dipeluk oleh Junior yang lebih tinggi darinya. Rasanya seperti tercekik.

"Artinya kamu akan mengikuti peraturan di rumah ini. Jadi jangan macam-macam jika ingin keluar dengan selamat," bisik Junior sambil menyeringai tipis. Tidak akan dia biarkan seorang pun kembali memanfaatkan adiknya. Dia ingin lihat apakah Dallie benar-benar orang yang tulus atau bukan.

*

*

*

Kampung halaman Refal.

Suasana masih sangat gelap, karena jam menunjukkan pukul dua dini hari. Istri Refal yang sengaja tak tidur akhirnya membuka mata dan melirik sang suami yang tertidur di sampingnya. Sudah lama dia menunggu momen ini untuk mengecek ponsel milik Refal, dia ingin menelpon mantan majikan pria itu untuk memastikan tentang uang yang dia temukan.

Wanita itu pun bangun dengan perlahan, lalu berjalan mengendap-endap untuk mengambil ponsel Refal yang ada di atas nakas. Terdengar suara dengkuran keras, artinya Refal sedang nyenyak-nyenyaknya. Jadi dengan mudah ia mengotak-atik benda pipih tersebut.

"Tuan Fierce," gumamnya mengingat nama mantan majikan suaminya. Setelah berhasil mengirim kontak Fierce, dia menjelajah ke aplikasi lain, hingga manik matanya tertuju pada satu arah.

"Apa ini?"

Istri Refal terlihat penasaran sekaligus takut, dia menelan ludahnya dengan getir, lalu mencoba membuka aplikasi yang cukup familiar itu.

Deg!

Jantungnya terasa mau copot. Semua riwayat pesan belum terhapus dan dia membacanya satu persatu dengan mata yang berkaca-kaca. Dadanya mendadak bergemuruh, dia tak menyangka kalau ternyata suaminya suka menyewa wanita untuk memuaskan hasrattnya.

Wanita itu tak memiliki waktu untuk sekedar meluapkan amarahnya. Dengan cepat dia mengembalikan ponsel milik Refal, dan menyambar ponselnya sendiri.

Di dapur, baru dia menangis. Rasanya sangat sakit, karena suaranya pun nyaris tak ada. Tangan dan kakinya gemetar, di samping itu dia menelpon Fierce, meski tak tahu akan diangkat atau tidak.

[Tuan, ini saya istri Refal. Saya menelpon Anda karena butuh penjelasan. Apakah benar Anda memecat suami saya? Tolong beri jawaban secepatnya.]

Karena tak kunjung mendapat jawaban, akhirnya istri Refal mengirim pesan. Dan selanjutnya dia kembali terduduk di lantai.

"Aku tidak mengerti, kenapa keluarga kita jadi begini. Padahal kemarin kita masih baik-baik saja, Ref. Kamu bekerja, aku mengurus anak-anak. Dan sekarang, aku malah dihadapkan dengan kenyataan kalau kamu mengkhianati pernikahan kita. Kenapa? Kenapa, Ref? Ini sebenarnya ada apa sih?"

Wanita itu bermonolog, menutup tangisnya menggunakan kedua tangan. Karena tiba-tiba dunianya runtuh hingga menghancurkan hatinya berkeping-keping.