Larasati, sering di sapa Rasti atau Laras seorang dokter residen, yang sedang cuti dan bekerja di Beauty wedding planner and organizer. Dia bisa menjadi MC, fotografer, ketua tim Planner, bagian konsumsi. Bertemu kembali dengan Lettu Arjuna Putra Wardoyo, lelaki yang pernah menjadi cinta masa kecil saat masih SD.
Arjuna anak kesayangan papa Haidar Aji Notonegoro( papa kandung), dan ayah Wahyu Pramono( ayah sambung). "Kamu Laras yang pernah sekolah di?"
"Sorry, salah orang!" Ucap Rasti memotong ucapan Juna, sambil berlalu pergi dengan kameranya.
"Seorang Arjuna di cuekin cewek, ini baru pertama dalam sejarah pertemanan kita." Ucap Deri sambil memukul bahu Juna.
"Aku yakin dia Laras adik kelas ku, yang dulu ngejar-ngejar aku." Ucap Juna dengan pandangan heran.
Apa yang membuat Laras tidak mau mengenal Juna, padahal pesona seorang Arjuna tidak pernah ada tandingannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eed Reniati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34.
"Cerita masa lalu yang buruk, seburuk apa? Hingga kamu takut di ketahui orang lain?"
"Aku pernah salah pergaulan saat kuliah. Ikut balapan liar, merokok, dugem, minum-minuman keras, narkoba. Aku sengaja melakukan itu ingin membuat papa dan mama malu, karena saat itu aku sangat benci dengan mama setelah mengetahui semuanya." ujar Laras, sambil melipat blouse pendek yang dia gunakan, memperlihatkan bagian lengan atas antara persendian sikut dan bahu, baik lengan kanan maupun kirinya.
Laras menujukan berbagai bekas luka yang ada, di antaranya ada luka goresan dan luka kecelakaan ."Aku pernah menjadi penghuni salah satu panti Rehabilitasi narkoba, selama beberapa bulan, dan luka-luka ini adalah salah bukti kecil yang nyata dari luka balapan liar, dan saat aku kecanduan." ucap Laras sambil kembali menutup blouse yang dia gunakan.
"Carilah wanita yang baik, aku lahir dengan cara yang tidak baik, dan terlibat pergaulan bebas yang sempat menyesatkan masa mudaku. Mungkin juga akan bisa berpengaruh dengan karirmu, jika sampai suatu saat di ketahui masyarakat umum."
"Jika bisa mempengaruhi karir, harusnya papamu yang pertama kena imbasnya dong."
"Kamu tentu tahu kehebatan bagi orang yang punya kekuasaan. Ada kakekmu ( papa Haidar) meski sudah purnawirawan, tapi masih di segani dilingkungan Polri, ada om Hendra ( adik Haidar) yang kebetulan menjadi bareskrim saat itu, dan ada papa jadi nama baikku aman sampai sekarang. Tapi aku percaya bangkai akan tetap tercium baunya, jadi aku yakin suatu saat akan ada masa di mana orang akan menghinaku karena masa laluku. Jika kamu memilih aku, masa laluku bisa menjadi penghancur karirmu, seperti kelahiranku yang bisa menjadi bom waktu buat papaku sendiri." ucap Laras yang sudah siap untuk pergi meninggalkan rumah Haidar, karena tugasnya memeriksa luka Juna sudah selesai.
"Aku percaya jika suatu bom waktu itu meledak, om Rio akan lebih bahagia meski akan menerima konsekuensi militer yang berat, karena apa? Karena dia bisa mengakui kamu sebagai anak kandungnya bukan lagi anak adopsi. Begitu juga aku, aku ingin hidup dengan kamu Larasati yang sekarang, bukan yang dulu. Semua orang punya masa lalu, tapi orang yang baik adalah yang mengakui kesalahannya dan mau berubah menjadi lebih baik." ucap Juna panjang.
Laras yang sudah berdiri langsung melihat kearah Juna, tidak percaya. "Kamu sebaiknya berpikir dengan kepala yang jernih deh, Jun." ujar Laras.
Juna terkekeh kecil mendengar ucapan Laras. "Bukannya kamu yang bilang sendiri sama Dokter Audrey ya, kalau hubungan kita itu lebih dekat, karena papa kita masih keluarga dan sama-sama Notonegoro. Jadi aku ingin membuat ucapan kamu itu terwujud, bukannya aku juga cinta masa kecilmu, ya?" seringai Juna.
Laras langsung melotot ke arah Juna, karena tak percaya Juna tahu apa yang dia ucapkan pada dokter Audrey. "Kamu tahu dari mana?" ucap Laras sambil menutupi rasa malunya. Laras tidak menyangka Juna tahu apa yang dia ucapkan pada dokter Audrey, padahal itu saat itu Laras hanya mengucapkan untuk menyerang balik ucapan dokter Audrey, tidak ada maksud lain.
Juna tersenyum dan menarik tangan Laras untuk duduk kembali, " jika ingin tahu dari mana aku mengetahuinya, duduklah!"
"Bukannya kamu sudah menyuruhku duduk," ujar Laras, sambil melihat tangan Juna yang masih memegang tangannya.
"Ini kan aku yang nyuruh kamu duduk, sekarang duduk yang nyaman atas kemauanmu." ujar Juna sambil mengakat salah satu sudut bibirnya.
Laras memutar bola matanya malas, dan berdecak sebelum akhirnya berdiri. "Tidak hanya aku yang tahu ketiga orang tuaku, juga tahu." ujar Juna menghentikan niat Laras untuk melangkah pergi, setelah berdiri.
"Apa!" kaget Laras yang langsung duduk kembali di tepi sofa panjang tempat Juna duduk berselonjoran. "Bagaimana bisa pada tahu, tidak mungkin juga dokter Audrey yang cerita. Haduh apes sekali ini mulut," ujar Laras sambil memukul kecil bibirnya.
"Daripada di pukul pakai tangan, sakit. Sini aku cium, dijamin bengkak tapi tidak sakit, yang malah membuatmu ketagihan." canda Juna.
"Juna mesum," kesal Laras yang spontan memukul Juna dengan bantal sofa, tapi masih bisa di tangkap Juna dengan mudah.
"Aku serius denganmu, jika kamu sudah kepikiran untuk menikah, kamu bisa mencariku. Jika sekarang masih ragu untuk menikah, maka ijinkan aku untuk menghilangkan ragu itu."
"Kenapa harus aku, bukannya yang suka kamu banyak, dari perawat, dokter, anak pejabat misalnya, dan kamu tinggal pilih janda apa perawan."
"Tapi aku maunya kamu, bagaimana dong?"
"Kenapa harus aku?"
"Karena kamu pernah menyukaiku, saat aku belum jadi seperti ini. Saat aku masih seorang Arjuna, anak seorang janda."
"Tapi itu dulu, sudah puluhan tahun lalu, Jun. Lagian saat itu aku belum tahu apa itu cinta, aku menyukaimu karena kamu sosok yang keren di mataku saat itu. Tampan jago olahraga, dan pernah jadi penolongku."
"Menolong kamu, kapan?" heran Juna sambil mengerutkan keningnya.
Laras mengangguk, "Kamu ingat, waktu kelas 6 sekolah Dasar kamu menolong anak perempuan yang di kejar seekor anjing?"
Juna terdiam sebelum akhirnya tertawa ngakak, saat mengingat seorang anak perempuan yang badannya penuh lumpur, karena di kejar anjing hingga masuk ke selokan samping sekolah. "Jangan bilang itu kamu?" tebak Juna, membuat Laras membenarkannya dengan mengangguk pelan. "Tapi saat itu yang mengaku papamu bukan Mayjend Rio."
"Itu tetangga kami saat di asrama, dia punya anak 2 lelaki semua dan sudah menganggap aku seperti anak sendiri, dan berharap aku jadi anaknya. Jadi sekarang jelaskan rasa sukaku padamu, hanya sebatas kagum sesaat karena kamu telah menolongku."
"Kalau begitu, aku akan buat kamu mencintai aku?"
Laras tertawa kecil, "Apa yang membuatmu yakin, aku bakal mau sama kamu."
"Kamu tipe perempuan yang penuh simpatik sebenarnya, jadi aku yakin dengan ketulusanku hatimu akan tergerak?"
"Sok tahu kamu, Jun."
"Kamu mudah kasihan, pada orang lain. Aku pernah melihatmu, saat bekerja di Wedding Organized. Kamu membawakan makanan dari tempat hajatan untuk kamu bagi-bagikan, pada gelandang dan pengamen jalanan."
"Wajarkan itu, Jun. Pihak yang punya hajat sudah memasrahkan pada kami, daripada di buang lebih baik aku bantu mereka dapat pahala, dengan melakukan sedikit kebaikan."
"Jika itu wajar, kenapa tidak semua orang bisa melakukannya, bahkan aku juga belum tentu kepikiran untuk melakukannya. Karena aku dan kebanyakan orang tidak pernah memikirkan orang lain."
"Tapi sebagai tentara kamu suka menolong orang lain, itu kakimu sampai luka, buktinya."
Juna memandang lukanya lalu tersenyum, "Ini adalah bentuk tanggungjawab, melihat orang tertimpa musibah. Seperti halnya kamu menolong orang terluka di manapun kamu berada, karena kamu dokter."
"Meski itu di sarang teroris sekalipun," sambung Juna di dalam hatinya.
Mang enaaaak... sukuriiiin, auto blacklist...
tetep semangat Larassss...