NovelToon NovelToon
Garis Darah Pemburu Iblis

Garis Darah Pemburu Iblis

Status: sedang berlangsung
Genre:Sistem / Cinta Terlarang / Iblis / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:744
Nilai: 5
Nama Author: Aria Monteza

Saat gerbang Nether kembali terbuka, Kate Velnaria seorang Ksatria Cahaya terkuat Overworld, kehilangan segalanya. Kekuatan Arcanenya hancur di tangan Damian, pangeran dari kegelapan. Ia kembali dalam keadaan hidup-hidup, tetapi dunia yang dulu dikenalnya perlahan berubah menjadi asing. Arcane-nya menghilang, dan dalam bayang-bayang malam Damian selalu muncul. Bukan untuk membunuh, tetapi untuk memilikinya.
Ada sesuatu dalam diri Kate yang membangkitkan obsesi sang pangeran, sebuah rahasia yang bahkan dirinya sendiri tidak memahaminya. Di antara dunia yang retak, peperangan yang mengintai, dan bisikan kekuatan asing di dalam dirinya, Kate mulai mempertanyakan siapa dirinya sesungguhnya dan mengapa hatinya bergetar setiap kali Damian mendekat.
Masa lalu yang terkubur mulai menyeruak, membawa aroma darah, cinta, dan pengkhianatan. Saat kebenaran terungkap, Kate harus memilih antara melawan takdir yang membelenggunya atau menyerahkan dirinya pada kegelapan yang memanggil dengan manis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aria Monteza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 11. Pulang

Dalam dunia mimpi yang diliputi keheningan damai, Kate seolah berada di sebuah taman luas, dipenuhi bunga liar yang berayun lembut diterpa angin. Langit di atasnya berwarna kelabu keunguan, dan udara membawa aroma manis samar yang tidak dikenalnya.

Kate bermimpi tengah terbaring di rerumputan lembut, membiarkan dirinya larut dalam ketenangan yang hampir asing baginya. Tapi kemudian terdengar sebuah langkah yang perlahan mendekat. Langkah yang ringan namun kuat, seolah tanah pun tahu untuk menghormati kehadirannya.

Kate membuka matanya perlahan. Dan di sana, di tengah bias cahaya samar, Damian berdiri, mengenakan jubah gelap yang berkibar lembut tertiup angin. Senyum itu, senyum yang mengembang begitu memikat, sekaligus begitu berbahaya di wajah tampannya.

Tanpa berkata sepatah kata pun Damian menghampiri Kate, membungkuk, dan merengkuhnya ke dalam pelukannya. Tubuh Kate terangkat, ringan seperti kapas, dan dalam sekejap ia sudah duduk di pangkuan Damian, terlindung dalam kehangatan aneh yang tidak bisa ia tolak.

"Pulanglah bersamaku, Kate," bisik Damian lembut di telinganya. Suaranya dalam, penuh janji. "Aku akan menyembuhkanmu. Aku bisa menghapus semua rasa sakit ini."

Kate memejamkan mata sejenak. Ada bagian kecil dalam dirinya yang hampir tergoda dan hampir percaya. Namun seperti biasa, ia perlahan menggelengkan kepala.

"Tidak," jawab Kate pelan, suaranya serak.

Damian tidak marah. Sebaliknya, ia hanya tersenyum lebih lembut, seolah kesabaran abadi mengalir dalam dirinya. Ia mengembangkan sayap-sayap hitamnya yang besar, kokoh, indah dan menyelubungi mereka berdua dalam kehangatan gelap. Sayap itu berkilau samar, seolah setiap helaian bulunya mengandung sihir purba.

"Kau dulu sangat menyukai sayapku," bisik Damian, mengelus lembut rambut Kate. "Ingatkah, Kate? Kau pernah memintaku membawamu terbang. Kau bilang kau merasa bebas di pelukanku."

Kate membuka mata, menatap tekstur sayap Damian yang begitu megah dan memesona. Entah bagaimana, di dalam dunia mimpi ini, segala pertahanan hatinya terasa rapuh. Damian terus membisikkan kata-kata manis di telinganya, mengisi udara dengan janji-janji yang membuai. Dengan gerakan lembut, ia menunduk dan mengecup kening Kate, lalu turun perlahan, mencium pelipisnya, hidungnya, lalu bibirnya dengan kecupan ringan, hampir seperti permintaan maaf.

Dalam ketenangan semu itu, Kate hanya bisa memejamkan mata, membiarkan dirinya hanyut dalam kehangatan sesaat, mengagumi keindahan sosok Damian. Namun jauh di dalam sudut hatinya, ia tahu ini bukan kenyataan dan ia tahu harus bangun. Sebelum semuanya terlambat.

Perlahan kehangatan yang menenangkan itu mulai retak. Suara Damian yang semula merdu kini terdengar jauh, seperti bisikan yang hanyut dibawa angin. Pelukan sayap hitam itu perlahan terasa mendingin, berubah menjadi desiran asing yang membuat bulu kuduk Kate berdiri.

Kate mengerutkan kening. Ada sesuatu yang salah. Taman yang tadi penuh dengan keharuman bunga kini menguarkan bau asing yang samar. Tanah di bawahnya yang semula empuk, kini terasa keras dan dingin.

"Kate..."

 Suara lain memanggil, bukan suara Damian. Lebih berat dan lebih nyata.

Dengan segenap kekuatan, Kate berusaha menggerakkan tubuhnya. Kabut mimpi berputar-putar di sekelilingnya, menahan, seolah berusaha menariknya kembali ke pelukan Damian. Namun ia menggigit bibirnya, merasakan rasa sakit kecil yang membuatnya kembali ke dunia nyata. Cahaya dalam mimpinya memudar, digantikan oleh remang-remang cahaya lilin.

"Kate," suara itu terdengar lagi, kini lebih jelas. Suara Orion, terdengar cemas dan tegas.

Kelopak mata Kate bergetar, perlahan membuka. Yang pertama kali ia lihat adalah atap kayu yang kasar, kemudian bayangan buram seseorang yang membungkuk di atasnya. Rasanya seperti berenang melalui lumpur berat, tetapi ia akhirnya bisa fokus.

Orion menatapnya dengan ekspresi serius, satu tangannya menggenggam erat tangan Kate seolah memastikan ia benar-benar kembali. Danzzle berdiri tidak jauh di belakangnya, menatap dengan kelegaan yang tak berusaha disembunyikan.

"Syukurlah kau bangun," gumam Orion, suaranya dalam dan penuh tekanan emosional yang jarang ia tunjukkan.

Kate mengerjap pelan, masih merasa berat, seakan sebagian dari dirinya masih tertinggal di taman ilusi bersama Damian. Tetapi saat ia merasakan genggaman nyata Orion dan aroma obat-obatan samar yang memenuhi ruangan itu, ia tahu ia benar-benar kembali.

Kate mencoba membuka mulutnya untuk berbicara, tetapi yang keluar hanyalah desahan lemah. Tubuhnya terasa berat, seolah semua energinya terserap habis. Ia berusaha mengangkat tangannya, tetapi bahkan itu pun terasa seperti perjuangan. Orion segera menahan gerakannya dengan lembut, menempatkan tangan besarnya di atas bahunya.

"Jangan dipaksakan," kata Orion, suaranya lebih lembut dari biasanya. "Kau butuh istirahat."

Kate hanya bisa mengerjap sebagai jawaban, nafasnya tersengal ringan. Di sudut matanya, ia melihat Danzzle mendekat, membawa semangkuk air herbal hangat yang menguarkan aroma menenangkan. Danzzle berlutut di samping tempat tidur, mengaduk perlahan air itu sambil tersenyum lembut.

"Kau sempat mengalami lonjakan Arcane yang besar. Tubuhmu butuh waktu untuk menyesuaikan diri. Aku sudah menetralisir sebagian besar kelebihannya, tapi kau harus minum ini supaya jiwamu tidak terkoyak karena ketidak stabilan energi," terang Danzzle.

Kate mengangguk pelan, meski gerakan itu hampir tidak terlihat. Orion membantu menopangnya dengan satu tangan di belakang punggung, sementara Danzzle menyuapkan air herbal itu perlahan ke bibirnya. Rasa pahit yang khas langsung memenuhi mulut Kate, tapi ia menelannya tanpa protes. Sedikit demi sedikit, rasa berat di tubuhnya mulai berkurang, meski tetap menyisakan rasa lelah mendalam.

Setelah meminum habis ramuan itu, Danzzle meletakkan mangkuk kosong di meja kecil di sisi tempat tidur, lalu memandang Kate dengan penuh perhatian.

"Kau aman sekarang. Tapi untuk beberapa hari ke depan, jangan menggunakan Arcanemu terlalu banyak. Tubuhmu butuh pemulihan penuh," kata Danzzle, seolah menegaskan.

Kate memejamkan matanya sebentar, mencoba mencerna semua kata-kata itu. Bayangan Damian dan taman itu masih membayang samar di benaknya, tapi kini terasa jauh, bagai mimpi buruk yang ditinggalkan. Saat ia membuka matanya kembali, ia menemukan tatapan Orion masih mengawasinya dalam dan sesuatu yang tak bisa ia baca sepenuhnya.

"Aku di sini," kata Orion singkat, seakan mengerti ketakutan tersembunyi yang masih menggantung di hatinya.

Untuk pertama kalinya sejak lama, Kate merasa sedikit lega. Ada seseorang yang tidak akan membiarkannya jatuh. Setidaknya, tidak kali ini. Ia pun membiarkan dirinya kembali terlelap, dengan keyakinan kecil tapi kuat, bahwa esok ia akan lebih kuat dari hari ini.

***

Pagi itu, kabut tipis masih menggantung di pesisir Elmridge saat tim Orion bersiap untuk kembali ke Ceaseton. Penduduk desa mengantar mereka dengan rasa syukur, beberapa bahkan meneteskan air mata saat mengucapkan terima kasih. Kate berdiri di samping kudanya, mencoba menaiki pelana seperti biasa. Namun tubuhnya yang masih lemah membuatnya hampir terjatuh saat satu kakinya mengayun ke atas. Refleks, Orion bergerak cepat dan menangkapnya sebelum ia mencium tanah.

"Kau belum siap," kata Orion pendek, nada suaranya datar tapi penuh makna.

"Aku bisa sendiri," desis Kate pelan, merasa malu disaksikan semua orang.

Namun Orion mengabaikannya. Dengan mudah, ia mengangkat tubuh Kate dan mendudukannya di atas kuda, seolah berat tubuh Kate tak lebih dari sehelai bulu. Sebelum Kate sempat membantah lebih lanjut, Orion sendiri naik ke belakangnya, kedua lengannya dengan kokoh mengurung Kate agar ia tidak jatuh.

"Aku baik-baik saja," gumam Kate, berusaha menoleh, tapi Orion hanya menarik kendali kuda dan menggerakkannya maju tanpa memberi respons.

"Diam," perintah Orion tenang. "Kau bisa protes setelah kita sampai di Ceaseton."

Kate mendengus kecil, wajahnya memanas karena rasa canggung dan kesal bercampur jadi satu. Ia merasa semua mata rekan-rekannya menatap ke arah mereka, dan itu membuatnya jauh lebih gugup daripada pertempuran kemarin.

Di belakang mereka, Lyra menatap punggung Orion dan Kate dengan pandangan tajam penuh bara. Tangannya mengepal erat di sisi tubuhnya, begitu kuat hingga buku-buku jarinya memutih. Perasaan marah, cemburu, dan sakit hati berkecamuk di dalam dadanya.

Selama ini, hanya dia satu-satunya perempuan di dalam tim. Begitupun dengan perhatian kecil yang diberikan Orion, bahkan dalam bentuk teguran dinginnya adalah miliknya seorang. Namun sekarang, semua itu berubah. Sejak kemunculan Kate, segalanya terasa bergeser.

Dengan menahan rasa kesal, Lyra menuruti perintah Orion untuk bergerak maju bersama Jasper dan Danzzle, mengikuti dari belakang. Sementara dalam diam, hatinya bersumpah untuk tidak membiarkan Kate merebut segalanya darinya. Tidak tanpa perlawanan.

Perjalanan mereka melalui hutan terasa sunyi. Suara langkah kuda di atas dedaunan basah dan bisikan angin yang menerobos pepohonan menjadi satu-satunya musik yang menemani. Kate bersandar sedikit di tubuh Orion karena kelelahan, berusaha menjaga dirinya tetap sadar meski setiap hembusan napas terasa berat. Di antara keheningan itu, akhirnya Orion membuka suara, nadanya datar tapi ada sesuatu yang bergetar samar di dalamnya.

“Aku melihat kalungmu sebelumnya. Ada energi Arcane di dalamnya," kata Orion perlahan.

Kate terdiam, matanya menunduk. Ia tahu pembicaraan ini tidak terhindarkan, tetapi ia masih belum siap mengungkapkan semua yang ia sembunyikan.

Melihat Kate tidak langsung menjawab, Orion melanjutkan dengan nada sedikit lebih mendesak, "Kalung itu, dari mana asalnya? Siapa yang memberikannya?"

Kate menghela napas perlahan. Dengan suara lirih yang hampir tenggelam oleh deru angin, ia menjawab, "Itu pemberian dari kekasihku dulu."

Jawaban itu menghantam Orion lebih keras dari yang ia perkirakan. Ada sesuatu dalam hatinya yang terasa mengencang, seperti tarikan halus tetapi juga terasa kuat yang menyesakkan dada. Namun wajahnya tetap dingin, hanya matanya yang menggelap. Tidak ingin memperlihatkan emosinya, Orion segera mengalihkan pembicaraan.

"Bagaimana dengan cincin yang kau kenakan, kenapa hanya aku yang bisa melihatnya? Dari mana kau mendapatkannya?" lanjut Orion, nada suaranya lebih tajam.

Kate menggigit bibir bawahnya. Untuk ini, ia tidak bisa sembarangan bicara. Cincin itu bukan benda biasa, ia membawa terlalu banyak rahasia dan luka. Setelah keheningan yang terasa panjang, Kate menggeleng kecil.

"Aku tidak bisa memberitahumu soal itu," ucap Kate dengan suara pelan tapi tegas.

Orion menghela napas, menahan rasa frustrasinya. Ia bisa merasakan ada banyak yang disembunyikan Kate, tapi ia juga tahu memaksa sekarang hanya akan membuat jarak di antara mereka semakin melebar. Akhirnya, ia menyerah untuk saat ini.

"Baiklah kalau kau tidak mau mengatakannya. Lalu di mana kekasihmu sekarang? Kenapa tidak bersamamu?" tanya Orion, suaranya lebih lembut.

Untuk sesaat, Kate hanya memandang ke kejauhan, ke arah kabut tipis yang mengambang di sela-sela pepohonan.

"Dia sudah gugur lima tahun lalu dalam perang besar," jawab Kate akhirnya. Suaranya begitu tenang hampir tanpa emosi, tapi justru itu membuat luka dalam ucapannya terasa jauh lebih dalam.

Orion terdiam. Ada rasa bersalah menggerogoti dirinya karena tanpa sadar telah mengorek luka lama yang jelas masih menganga di hati Kate. Dengan gerakan hati-hati, Orion meraih pundak Kate dan menariknya perlahan ke dalam pelukannya. Ia membiarkan gadis itu bersandar penuh di dadanya, melindunginya dari dinginnya udara hutan dan kerasnya perjalanan.

“Maaf, aku tidak bermaksud membuka luka lamamu,” bisik Orion, suaranya nyaris tak terdengar. “Kau tidak perlu bicara lagi. Sekarang istirahatlah.”

Kate yang sudah terlalu lelah untuk melawan, membiarkan dirinya bersandar, merasakan kehangatan tubuh Orion di belakangnya. Untuk sesaat, rasa sakit, kesedihan, dan kenangan pahit itu terasa sedikit lebih ringan.

Perjalanan mereka masih panjang, jalan pulang masih terbentang jauh di depan. Namun di tengah keheningan hutan yang sunyi itu, untuk pertama kalinya, Kate merasa ada seseorang yang benar-benar bersedia menemaninya melalui kegelapan.

Suasana tetap sunyi setelah itu. Hanya detak langkah kuda dan desir angin yang mengisi kekosongan di antara mereka. Kate mulai merasa lebih nyaman bersandar pada Orion, meski sesekali rasa canggung terselip di hatinya.

Tak lama kemudian, hujan rintik-rintik mulai turun. Orion segera menarik jubahnya lebih rapat, dan tanpa berkata apa-apa, ia menurunkan tudung jubah ke atas kepala Kate, melindungi gadis itu dari hujan. Kate mengangkat kepalanya, hendak protes, tapi Orion hanya menggeleng kecil.

"Diam saja. Kau sudah cukup repot hari ini," kata Orion singkat.

Kate, untuk pertama kalinya dalam waktu yang terasa lama, membiarkan dirinya merasa dilindungi. Dan dalam hening itu, di tengah hutan yang berkabut dan gerimis kecil, dunia terasa sedikit lebih bersahabat.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!