John adalah seorang CEO yang memiliki perusahaan yang sukses dalam sejarah negara Rusia, Keeyara menikah dengan John karena perjodohan orang tua mereka. Pernikahan mereka hanya jadi bumerang bagi Keeyara, John sangat kasar kepada Keeyara dan dia sering menjadi pelampiasan amarahnya ketika John sedang kesal. John juga memiliki kekasih dan diam-diam menikahi kekasihnya itu, Arriel Dealova.
Istri kedua John seringkali cemburu kepada Keeyara karena ia memiliki julukan sebagai 'Bunga Lilac' karena memiliki wajah yang cantik yang selalu menarik perhatian para pemuda. Bulan demi bulan berlalu dan Keeyara mulai kehilangan emosi dan bahkan tidak merasakan apapun saat melihat John dan Arriel sedang menggendong bayi mereka di depan wajahnya. Hingga, beberapa deretan kejadian dan permasalahan membuat Keeyara mengalami kecelakaan yang sangat berat dan menyebabkan Keeyara meninggal dunia. Tetapi anehnya, dia kembali bangun pada tanggal 20 April 2022, tepat dihari pernikahan John bersama kekasihnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cakestrawby, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23
Ariel memasuki rumah dengan mata berkaca-kaca. Ia mendekati John yang sedang duduk di sofa ruang tamu, fokus pada layar laptopnya. Melihat kedatangan wanita itu, John mendesah.
"Apa yang terjadi?" tanyanya dengan tenang, meskipun nada suaranya mengandung sedikit rasa jengkel. Pria itu kesulitan menghadapi wanita yang sedang emosional.
Bibir bawah Ariel bergetar saat ia duduk di samping John, pipinya memerah karena marah dan frustrasi. "Wanita itu... dia mempermalukan ku, John!" serunya, tangannya mencengkeram kain gaun mahal yang dipakainya.
John mengangkat sebelah alisnya, ekspresinya sedikit kesal tetapi ia berusaha mempertahankan ketenangannya yang biasa. "Maksudmu Keeyara? Dan bagaimana tepatnya dia mempermalukan mu?" tanyanya, suaranya bergemuruh pelan saat ia bersandar di bantal sofa.
Dada Ariel berdesir saat dia mulai menceritakan kejadian yang baru saja dialaminya. "Dia menamparku di cafe, di siang bolong! Orang-orang menonton! Dia berani mempermalukan ku secara terang-terangan!" suaranya dipenuhi kemarahan, kenangan tentang tamparan itu masih segar dalam ingatannya.
"Itu karena kau yang memulai duluan, bukan?" John bertanya, tatapannya kembali tertuju kepada laptopnya.
Ariel terdiam sejenak, pipinya semakin memerah saat menyadari bahwa John telah mengetahui hal itu. Dia cemberut kesal, menyilangkan lengan di depan dada. "Tapi dia yang memulainya! Dia yang memprovokasiku duluan!" protesnya, suaranya merengek.
John hanya memutar matanya dan mencubit pangkal hidungnya. "Ya Tuhan, kau bertingkah seperti anak kecil," gerutunya, kesabarannya mulai menipis.
Ariel mendengus, air matanya mengering meski ia terus merajuk. "Kau seharusnya membelaku, bukan dia," katanya sambil terisak kecil, memutar tubuhnya sedikit ke arah John. Ia meletakkan tangannya di paha John, meremasnya pelan.
"Hentikan. Aku sedang berusaha untuk mendapatkan kembali wanita itu. Jika tidak, bajingan tua itu akan memarahiku. Kau tahu betapa berpengaruhnya Keeyara dalam usahaku, dan aku tidak akan melepaskannya begitu saja," jawab John sambil menghela napas pelan.
Ariel mengepalkan tangannya, kuku-kukunya menancap di telapak tangan saat mendengar jawaban John. "Kau masih memikirkannya?" balasnya, suaranya dipenuhi kegetiran.
Sementara itu, John bersandar di sofa, ekspresinya acuh tak acuh saat ia mengangkat bahu. "Dia mudah diajak bicara," katanya dengan nada santai, seolah sedang membahas cuaca. "Seorang wanita yang patuh tanpa mengeluh atau ribut, penampilannya sangat menarik, terlebih lagi..."
Ariel menggertakkan giginya, rasa iri dan frustrasinya mencapai puncaknya.
"Dia tidak banyak mengeluh sepertimu," lanjut John, matanya kembali tertuju pada layar laptop. "Pendiam, penurut, dan tidak pernah bertanya padaku selama ini..." dia terdiam sejenak, senyuman tipis muncul di bibirnya. "Dia juga tahu tempatnya."
Mendengar kata-kata John, wajah Ariel memerah. Nada bicaranya membuatnya merasa kecil dan tergantikan.
"Dasar bajingan..." gumamnya serak, tangannya gemetar karena marah, wanita itu pun bangkit dari tempat duduknya dan melangkah dengan penuh amarah menuju kamar tidurnya.
John bahkan tidak menoleh saat Ariel meneriakkan hinaan kepadanya, dia hanya menggelengkan kepalanya sedikit.
"Selalu begitu emosional," gumamnya pada dirinya sendiri. John meraih laptop lagi dan melanjutkan pekerjaannya, pikirannya sepenuhnya tenggelam dalam bisnis tanpa repot-repot memperhatikan istrinya yang marah yang telah pergi.
Di tempat lain, Kai mengajak Keeyara keluar hanya untuk mengalihkan pikiran dari beban yang menghimpit mereka berdua. Ia berhenti sejenak di depan toko gaun pernikahan yang terkenal, matanya yang hitam mengamati sepasang pakaian pernikahan yang terpajang di etalase.
"Ada apa?" tanya Keeyara bingung, ia menghampiri Kai dan berdiri di sampingnya.
Kai tidak menjawab pertanyaannya, tatapannya tertuju pada gaun pengantin yang dipajang di etalase toko itu. Pemandangan gaun-gaun dengan detail putih bersih dan halus itu hanya membuat jantungnya berdebar kencang.
"Ayo masuk," katanya pelan, suaranya nyaris seperti gumaman. Keeyara tidak mempertanyakannya dan mengangguk sebagai tanda setuju.
Setelah itu Kai menuntun mereka ke toko gaun pengantin, tangannya masih menggenggam erat tangan Keeyara.
Toko gaun pengantin itu dipenuhi suasana yang memukau. Ruangan tersebut dihiasi dengan palet warna lembut dan dekorasi yang identik dengan pernikahan, mulai dari karangan bunga, pita-pita anggun, hingga ornamen bermotif hati. Di sudut ruangan, terdapat meja yang dipenuhi dengan berbagai sampel cincin kawin yang berkilauan.
Ketika mereka berdua melangkah masuk, suara bel pintu berbunyi, menarik perhatian seorang karyawan.
"Selamat datang—" ucapnya, namun terhenti seketika saat melihat siapa yang baru saja memasuki toko. Wajahnya berubah terkejut ketika mengenali pasangan itu, matanya melebar dalam keheranan. Pandangannya beralih cepat antara Keeyara dan tangan mereka yang saling bertautan, seolah mencoba memahami situasi yang tak terduga ini.
Tatapan mata karyawan itu tidak sulit untuk diperhatikan oleh mereka berdua. Kai memperhatikan dengan diam saat dia menatap jari-jari mereka yang saling bertautan. Namun, karyawan itu dengan cepat mengubah ekspresinya menjadi sesuatu yang lebih sopan, senyum kecil terbentuk di wajahnya saat dia menunjuk ke arah deretan gaun pengantin di toko.
"Apakah kalian berdua di sini untuk membeli gaun pengantin?" tanyanya, menjaga suaranya tetap tenang.
Kai mengangguk menanggapi pertanyaan karyawan itu. Ia mempererat genggamannya pada tangan Keeyara, menariknya lebih dekat ke sisinya saat mereka berdua mengikuti karyawan itu masuk lebih dalam ke dalam toko.
Karyawan itu dengan ramah memandu mereka menuju sudut toko yang lebih terpencil dan privat, tempat di mana gaun pengantin yang elegan dan mewah disimpan. Setiap gaun dipajang dengan anggun pada manekin yang dirancang khusus, berkilauan di bawah cahaya lembut yang menciptakan suasana magis. Warna-warna yang lembut dan detail yang rumit pada setiap gaun seolah bercerita tentang keindahan hari bahagia yang akan datang, mengundang mereka untuk membayangkan momen spesial yang akan segera tiba.
"Bukankah masih terlalu cepat untuk membeli pakaiannya, Kai?" bisik Keeyara saat dia mencondongkan tubuhnya ke arah laki-laki itu.
Kai melirik Keeyara saat mendengar bisikan pelannya. Senyum samar tersungging di sudut bibirnya saat dia mendengus pelan. "Tidak terlalu cepat, terkadang kita harus mempersiapkannya dari jauh-jauh hari." gumamnya, sudut matanya sedikit berkerut saat dia berbicara.
Tak butuh waktu lama, Kai duduk di salah satu sofa yang menghadap ke panggung kecil yang tertutup tirai. Pandangannya terfokus pada majalah yang dia baca, menunggu Keeyara selesai bersiap-siap. Beberapa menit kemudian, tirai terbuka, dan Keeyara melangkah keluar dari baliknya. Mata Kai melebar, hampir tak terlihat, dan tenggorokannya tercekat saat melihat sosok Keeyara dalam balutan gaun pengantin. Kain putih lembut itu membentuk lekuk tubuhnya dengan sempurna, sementara kilauan halus berlian imitasi yang dijahit pada korset renda menangkap cahaya dengan indah. Rambut hitam panjangnya mengalir di bahunya seperti air terjun, menambah kesan anggun. Ia tampak seperti bidadari, membuat Kai terengah-engah. Dengan susah payah, ia menelan ludah, jari-jarinya tanpa sadar mengencangkan cengkeramannya di tepi sofa mewah, seolah tak ingin kehilangan momen magis ini.
"Lihat Nona, bahkan calon suami anda saja tidak berkedip sama sekali saat melihat anda." goda seorang wanita di samping Keeyara sambil tersenyum.
Tetapi entah mengapa, pikiran Keeyara melayang jauh, tak sepenuhnya menyadari bahwa tirai telah dibuka. Ia terperangkap dalam lamunan, kedua tangan menggenggam buket bunga dengan erat, sementara wajahnya menunjukkan kerut-kerut kecil yang mencerminkan kegelisahan. Ada cahaya kesedihan yang samar di balik mata bulatnya, seolah menyimpan cerita yang tak terucapkan.
"Apakah anda ingin memakai gaun ini atau yang lain? Kebetulan kami juga memiliki pilihan gaun cantik lainnya untuk anda," seru seorang wanita yang sedang membenarkan gaun yang dikenakan Keeyara agar tampak lebih rapi.
"Anda sangat cantik," lanjutnya dengan tulus. "Menurut saya, anda cocok mengenakan pakaian apa pun. Tak heran jika anda dijuluki bunga Lilac oleh orang-orang di media sosial, karena pesona anda memang begitu memikat saat dilihat dari dekat."
"Ayo Nona, anda bisa bercermin." sahut yang lainnya sambil memegang bahu Keeyara dengan lembut, membuatnya tersadar dari lamunannya.
"Ya?"
"Anda bisa bercermin Nona, lihat betapa cantiknya anda saat ini." ulang wanita itu sambil berseri-seri, pandangan Keeyara beralih kepada Kai yang sedang memperhatikannya dengan bingung. Karena tidak ingin membuat laki-laki itu khawatir, ia pun melemparkan senyuman tipisnya kepada laki-laki itu.
Begitu Keeyara melirik ke samping, dia melihat bayangannya sendiri melalui cermin, tampak anggun dalam balutan gaun pengantin. Untuk sesaat, dia terdiam, tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Gaun yang dulu sangat aku inginkan, yang selalu aku impikan untuk dikenakan sekali seumur hidupku, kini terasa begitu menakutkan...
🤦🏻🤦🏻🤦🏻🤦🏻