NovelToon NovelToon
Rumah Iblis Bersemayam

Rumah Iblis Bersemayam

Status: tamat
Genre:Horor / Tamat / Spiritual / Rumahhantu / Matabatin / Iblis
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Rijal Nisa

Sebuah rumah besar nan megah berdiri kokoh di tengah pedesaan yang jauh dari perkotaan. Rumah yang terlihat megah itu sebenarnya menyimpan banyak misteri. Rumah yang dikira biasa, nyatanya malah dihuni oleh ribuan makhluk halus.
Tidak ada yang tahu tentang misteri rumah megah itu, hingga satu keluarga pindah ke rumah tersebut. Lalu, mampukah mereka keluar dengan selamat dari rumah tempat Iblis bersemayam itu? Ikuti perjalanan mistis Bachtiar Purnomo bersama keluarganya!k

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rijal Nisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Part 11

"Secepatnya kita harus pergi dari sini."

Andini kembali dengan beberapa tangkai daun kelor, ia segera mengajak Rendra dan Sisi untuk menjauh dari tempat tersebut.

"Kok lo panik gitu, emang ada apa?"

"Nanti gue ceritain, cepat!"

Begitu mendapatkan tempat yang aman, mereka pun duduk dan membahas tentang apa yang diketahui dari bu Marni.

"Ren, apa kamu tahu di mana letak kuburan kakek dan nenek aku?" tanya Sisi.

"Si, aku tidak tahu soal ini. Saat kakek dan nenek kamu meninggal, aku berada di rumah dalam keadaan sakit," ucap Rendra, dia kembali terbayang akan kejadian beberapa waktu silam.

Flash back...

Angin bertiup semakin kencang, seolah-olah ingin memporak-porandakan desa tersebut. Rendra saat itu baru berumur sembilan tahun, dia tidak ikut pergi ke pemakaman sang juragan desa. Purnomo dan istrinya meninggal di waktu yang bersamaan, kebetulan dia juga sedang sakit, jadi kakek dan neneknya tidak membawa dia ikut serta.

Rendra merasa takut akan cuaca yang tampak sangat mengerikan di luar sana.

Dia berjalan tertatih ke luar dari kamarnya, dilihatnya kondisi di luar rumah. Beberapa pohon besar ada yang tumbang dan menghalangi jalan.

Pyar...

Pyar...

Suara petir menyambar, hujan turun deras disertai kilat dan angin kencang.

"Kenapa kakek sama nenek pulangnya lama banget, apa terjadi sesuatu dengan pak Purnomo?" monolog Rendra.

Wush...

Angin berhembus pelan di belakangnya, ia mengusap tengkuknya beberapa kali. Rendra terus merasakan ada yang lewat di belakangnya.

Sosok sang ibu yang baru meninggal setahun lalu, tak pernah bisa ia lupakan. Dia masih ingat bagaimana keadaan sang ibu saat meninggal, perutnya dalam keadaan membesar, mata yang cekung, dan tubuh yang kurus.

Meski masih kecil, tapi Rendra sudah tahu kalau ibunya ikut menjadi korban dari ketamakan Purnomo dan istrinya.

Mereka yang bersekutu dengan iblis, tapi kenapa harus ibunya yang menjadi korban?

Rendra menutup kembali gorden jendela rumahnya, dia berbalik arah. Berjarak lima meter dari tempatnya berdiri sekarang, dia dapat melihat sosok ibunya berdiri di ambang pintu dapur. Ibunya tersenyum, Rendra hanya bisa menangis.

Meskipun begitu, dia masih tetap bersyukur karena sang ibu tak pernah kembali dalam keadaan wajah mengerikan.

Sedangkan di area pemakaman, ki Seto dan bi Iren merasa kewalahan mengurus jenazah pak Purnomo dan istrinya.

"Bagaimana ini ustadz? Apa yang harus kita lakukan dengan dua jenazah ini?"

"Saya juga bingung, Ki." Ustadz itu terus menatap langit.

Perasaannya kian tidak tenang, beliau terus berdoa semoga semuanya berjalan lancar.

Yang terjadi malah sebaliknya, bumi pun tak mau menerima jasad sepasang suami istri itu.

Sang ustad mulai khawatir akan terjadi sesuatu yang lebih buruk lagi.

"Semua warga sudah pulang, apa yang harus kita lakukan, Pak?" tanya bi Iren. Ki Seto tidak punya solusi lagi, beberapa kali menarik napas berat, pikirannya buntu.

Kalau tahu akan seperti ini akhirnya, lebih baik dari dulu dia tidak bekerja dengan pak Purnomo.

"Pasti ada yang belum diselesaikan oleh pak Purnomo dan bu Arum, apa yang sebenarnya telah terjadi?" pertanyaan ustadz itu kian membuat mereka gelagapan.

"Ini ada kaitannya dengan perjanjian yang mereka buat bersama Iblis-Iblis itu, Ustadz," jawab ki Seto jujur.

"Astaghfirullah." Pak Ustadz mengusap wajahnya yang telah basah dengan air hujan.

Hujan turun semakin deras, kedua makam menjadi penuh dengan air. Bau amis menyeruak memasuki rongga hidung, dan saat itulah hal aneh terjadi.

Jasad pak Purnomo dan bu Arum menghilang, keanehan ini membuat sang ustadz menyerah dan tidak mau ikut campur dalam urusan keluarga pak Purnomo lagi.

"Jadi kamu juga tidak tahu di mana kuburan kakek dan nenek aku?" tanya Sisi setelah mendengar cerita dari Rendra.

"Tidak."

"Sekarang ustadz itu di mana?" tanya Andini.

"Semenjak kejadian hari itu, beliau tidak pernah terlihat lagi di desa ini. Kabarnya, beliau pindah ke kota, dan aku juga tahu hal ini dari nenek."

"Gimana ini, Andini?" tanya Sisi yang mulai putus asa.

"Lo enggak boleh nyerah kek gini, Sisi. Masih ada gue, gue akan berusaha sekuat tenaga gue untuk ngebantu keluarga lo keluar dari desa ini," ucap Andini memberi semangat.

"Oh ya, lo tadi mau ngomong apa?"

"Burung gagak tadi rupanya milik guru kakek lo, dia yang mengirimnya ke sini, karena dia mengincar darah lo, Si."

Rendra bangkit dari duduknya, dadanya naik turun menahan emosi. "Ini tidak benar, pasti ada seseorang yang menyuruh dukun itu untuk melakukan ini semua."

"Iya, Din. Coba lo lihat pakek mata batin, gue juga sepemikiran sama Rendra, jangan-jangan ada orang lain yang mau ngejadiin gue sebagai tumbal."

"Lo enggak usah takut, gue jamin dukun itu enggak bakalan bisa nyentuh lo. Sebaiknya kita temui dulu mertuanya mbak Mulan," ajak Andini.

Mereka bertiga kembali melanjutkan perjalanan menuju rumah bu Yati.

Hari ini mereka sudah bertekad akan menyelesaikan semuanya, waktu terus berputar, dan mereka harus bergerak cepat sebelum Iblis-Iblis itu kembali meminta tumbal.

"Kamu yakin ini rumahnya?" tanya Sisi.

Rendra mengangguk mantap, dia sangat yakin kalau yang sekarang ada di depannya adalah rumah bu Yati.

Meski sudah lama tidak melewati jalan itu, tapi Rendra masih ingat di mana letak rumah mertuanya Mulan.

"Tampak tidak terurus, Ren." Andini memindai ke sekeliling rumah.

"Iya, kelihatannya sudah lama enggak ditempati," tambah Sisi.

"Coba kita tanyain sama tetangga sebelah," usul Andini. Kebetulan saat itu ada seorang wanita paruh baya yang tengah membersihkan halaman rumahnya.

"Permisi, Bu."

Wanita itu segera menghentikan kegiatannya begitu mendengar sapaan Sisi.

"Ada apa ya, Neng?"

"Gini, Bu. Kita lagi nyari rumahnya bu Yati, apa benar itu rumah bu Yati?" tanya Sisi, ia menunjuk ke arah rumah yang berada di depan mereka.

"Itu memang rumahnya bu Yati, tapi dia sudah pindah dua bulan yang lalu. Alasannya karena rumah itu angker, kami warga di sini juga pernah mendengar suara perempuan menangis di tengah malam, tapi semenjak bu Yati pindah, semua jadi normal lagi," tutur wanita itu.

"Kira-kira bu Yati pindah ke mana ya, Bu?"

"Tidak jauh dari sini sih, Neng. Kalian jalan lurus aja, sampai di depan sana, ambil jalan sebelah kiri. Jalan lurus lagi, terus ada rumah berwarna abu-abu yang di depannya ada pagar besi, itu rumah bu Yati."

Setelah tahu di mana letak rumah bu Yati yang baru, mereka bertiga langsung pamit pergi.

Lukman sedang memotong rumput di halaman rumah mbaknya saat kedatangan tiga remaja itu.

"Siapa mereka?" tanya Lukman membatin, lelaki berumur tiga puluh tahun itu segera masuk ke dalam untuk memberitahukan kedatangan mereka.

"Kenapa mas Lukman pergi gitu aja, apa dia sudah lupa sama aku?"

"Emang dia kenal sama kamu, Ren?"

"Kenal dong, waktu aku masih kecil dulu, mas Lukman ikut jadi pekerja di kebun kakek kamu."

Di dalam rumah, Lukman datang mencari bu Yati. Bu Yati yang masih sibuk di dapur merasa terganggu dengan panggilan sang adik.

"Mbak, mbak kamu di mana?"

"Ada apa, Man? Aku di sini!" seru bu Yati.

"Mbak, di luar ada tiga anak muda. Aku merasa kedatangan mereka ingin cari kamu," ucap Lukman.

Wajah Yati seketika berubah pucat, dia takut kalau itu beneran cucu-cucunya Purnomo.

"Mereka siapa?" tanya Yati sambil mematikan kompor dan meletakkan lauk yang baru selesai dimasaknya ke atas meja.

"Kamu lihat aja sendiri di depan!"

"Aneh, kok enggak ada yang keluar ya." Sisi menatap kedua temannya.

"Kita masuk aja, Yuk! Kebetulan gerbangnya enggak dikunci," ajak Andini.

Rendra membuka gerbang itu dan masuk lebih dulu.

Saat mereka sudah menginjakkan kakinya di halaman rumah bu Yati, pintu rumah pun baru terbuka.

Sosok wanita paruh baya keluar, dia menatap mereka dengan ekspresi tak senang.

"Siapa kalian?"

"Saya anaknya pak Bachtiar, cucu pak Purnomo. Apa bu Yati masih ingat dengan beliau?"

Deg!

Mata bu Yati membola sempurna, benar seperti dugaannya kalau cucu Purnomo pasti akan datang dan mencari keberadaannya.

Ingin hidup tenang di usianya yang semakin menua, Yati malah harus kembali diteror oleh arwah Mulan, dan sekarang dicari lagi oleh cucunya Purnomo.

"Satu keluarga ini selalu membuat aku dalam kesulitan, kalau saja dulu aku tidak menyetujui rencana Setannya itu, mungkin ini semua enggak bakalan terjadi."

Bu Yati hanya bisa berucap dalam hati, kalau sudah begini dia malah menyalahkan orang lain. Dari awal dia sendiri yang menyetujui untuk memberikan menantu beserta cucunya kepada Iblis itu.

Sekarang tidak mau mengakui kesalahannya, bukannya sadar, bu Yati semakin tidak tahu diri.

"Mbak, kenapa kamu tidak menyuruh mereka masuk?" tanya Lukman dari dalam, lelaki itu sudah menyediakan minuman di atas meja untuk para tamunya itu.

Bu Yati masuk lagi ke dalam, dia menginjak kesal kaki sang adik. "Diam kamu! Jangan ngatur-ngatur aku! Untuk apa minuman ini? Mereka juga bukan tamu spesial, mereka cuma datang untuk kembali membawa malapetaka," desis bu Yati.

"Mereka datang jauh-jauh dari sana cuma untuk nyari Mbak, kita harus menghargainya. Apa yang dulu terjadi, itu juga karena ulah kamu sendiri," ucap Lukman, lalu dia beralih menuju pintu dan menyuruh mereka bertiga masuk.

"Silahkan duduk!" suruh bu Yati begitu mereka masuk.

Satu per satu mereka mengambil posisi masing-masing, Andini cukup tidak nyaman melihat aura wajah bu Yati. Sisi hanya bisa pura-pura tidak melihatnya, ia ingin secepatnya tahu di mana keberadaan kuburan Mulan.

"Maaf kalau kedatangan kami mengganggu ketenangan dan kenyamanan Bu Yati, tapi kami harus melakukannya, sesuatu yang belum selesai harus secepatnya diselesaikan," ucap Sisi memulai obrolan.

"Saya sudah tahu tujuan kedatangan kalian ke sini," balas bu Yati.

"Mbak, sikapmu jangan dingin begitu sama mereka," tegur Lukman.

"Terus aku harus gimana, Man? Anak-anak ini datang hanya untuk mengorek masa lalu aku. Aku sudah cukup menderita selama ini, dan sekarang mereka malah ingin kembali mengungkit masa lalu itu, gimana aku bisa bersikap ramah?" terang bu Yati.

Dia kalut dengan pikirannya sendiri, sulit menjelaskan gimana rasanya diteror hampir setiap hari oleh arwah Mulan.

"Bu, kami ingin tahu di mana Ibu menguburkan jasad mbak Mulan?" tanya Andini.

"Saya tidak tahu apa yang dilakukan oleh Arum kepada Mulan, yang pasti setelah mengantarkan Mulan ke rumah Arum, saya langsung pergi."

Andini menyipitkan matanya, Sisi menyentuh pelan lengan Andini, dia lalu berbisik. "Apa dia tidak bohong?"

"Sepertinya bu Yati jujur, Si," jawab Rendra yang sempat mendengar bisikan Sisi.

"Kenapa melihat saya seperti itu? Kalian tidak percaya?"

"Mbak Yati tidak berbohong, soal jasad Mulan dia memang tidak tahu. Coba kalian tanya sama ki Seto dan bi Iren, mereka pasti tahu di mana mayat Mulan. Karena mereka yang bertugas menjaga keamanan di rumah pak Purnomo," ucap Lukman. Dia berusaha meyakinkan mereka, bukan untuk membela sang kakak. Dia hanya menyampaikan apa yang diketahuinya saja.

Sisi kembali mengalihkan pandangannya ke arah Lukman. "Kalau mas Lukman juga sayang sama mbak Mulan, kenapa hari itu tidak mencegah bu Yati melakukan hal keji ini?"

"Saya tidak tahu, Sisi. Mbak Yati bertindak sendiri, dan dia tidak mengatakan apa pun pada saya. Sekarang hanya bisa menyesal dan mencoba sembunyi dari arwah Mulan, itu sebabnya kami pindah ke sini," tutur Lukman.

Sungguh banyak misteri yang belum terpecahkan, ujung-ujungnya cuma ki Seto dan bi Iren yang lebih tahu. Namun, kenapa saat ditanya mereka seolah tidak terlibat.

Ki Seto dan bi Iren juga tidak mengatakan kepada mereka kalau sebenarnya kuburan pak Purnomo dan istrinya tidak ada di desa itu? Lalu, di mana sebenarnya letak kuburan mereka?

"Rendra, kita enggak boleh buang-buang waktu lagi. Dukun itu sudah kembali bertindak, dia guru kakeknya Sisi, sebelum ada korban jiwa lagi, cepat cari informasi dari kakek kamu, bagaimana pun caranya! Kamu harus buat mereka mengatakan di mana letak kuburan pak Purnomo dan bu Arum," pesan Andini sebelum dia dan Rendra berpisah di persimpangan jalan.

"Gimana kalau kakek dan nenek aku juga enggak tahu?"

"Itu tidak mungkin," ucap Sisi.

Saat ini dia tidak akan percaya begitu saja dengan jawaban dari kakek dan neneknya Rendra.

Tidak mungkin mereka tidak tahu, apa yang mereka katakan pada Rendra mungkin benar tentang jasad pak Purnomo yang hilang, tapi jasad mereka pasti ada di suatu tempat, dan hal itu cuma ki Seto dan bi Iren yang tahu.

Anggun bingung dengan apa yang barusan didengarnya dari kamar tidur mertuanya.

"Masih siang begini, kenapa mereka sudah mulai mengganggu aktivitasku?"

Anggun melirik ke sekelilingnya, sekarang dia sendiri di rumah, Sisi dan Andini belum pulang, dan Bachtiar sedang ke kebun teh untuk menemui ki Seto.

Brak

Brak

Brak

Dari mana suara itu berasal? Anggun masih belum mengetahuinya juga. Wanita itu tidak sadar kalau dalam kamar mertuanya ada ruang rahasia.

Brak

Brak

Brak

"Tapi suaranya berasal dari dalam kamar ini, apa aku masuk aja ya?"

Dia masih berperang dengan pikirannya sendiri, takut kalau masuk dan berakhir mengenaskan di sana.

"Masuk enggak ya?" bisiknya dalam hati.

1
Aksara L
Luar biasa
Aksara L
Biasa
Kakak Author
lanjut .. bagus banget ceritanya .../Pray/mampir ketempat aku dong /Ok/
🎧✏📖: semangat, kalo boleh baca ya judul baru 🤭
🥑⃟Riana~: iya kk
total 4 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!