~Karya Original~
[Kolaborasi dari dua Author/BigMan and BaldMan]
[Update setiap hari]
Sebuah ramalan kuno mulai berbisik di antara mereka yang masih berani berharap. Ramalan yang menyebutkan bahwa di masa depan, akan lahir seorang pendekar dengan kekuatan yang tak pernah ada sebelumnya—seseorang yang mampu melampaui batas ketiga klan, menyatukan kekuatan mereka, dan mengakhiri kekuasaan Anzai Sang Tirani.
Anzai, yang tidak mengabaikan firasat buruk sekecil apa pun, mengerahkan pasukannya untuk memburu setiap anak berbakat, memastikan ramalan itu tak pernah menjadi kenyataan. Desa-desa terbakar, keluarga-keluarga hancur, dan darah terus mengalir di tanah yang telah lama ternodai oleh peperangan.
Di tengah kekacauan itu, seorang anak lelaki terlahir dengan kemampuan yang unik. Ia tumbuh dalam bayang-bayang kehancuran, tanpa mengetahui takdir besar yang menantinya. Namun, saat dunia menjerumuskan dirinya ke dalam jurang keputusasaan, ia harus memilih: tetap bersembunyi/melawan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BigMan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 10 - Kejatuhan Klan Strein: Tragedi dan Era Baru
...----------------...
Angin berhenti bertiup. Seolah dunia pun menahan napas. Dua mata keemasan yang tak berperasaan menatap ke bawah.
Seakan waktu sendiri bertekuk lutut di hadapan kehadirannya.
—ANZAI.
Sang Kaisar Kegelapan, penguasa Pasukan Naga Hitam.
Sebuah langkah kecil ia ambil. Hanya satu langkah, namun seluruh medan perang merasakan dampaknya. Atmosfer berubah. Sebuah tekanan luar biasa memenuhi udara, membuat para prajurit dari Klan Strein menegang.
Luka di tubuh mereka tiba-tiba terasa lebih dalam. Napas mereka semakin berat. Kengerian merayapi tulang mereka.
Di sisi lain, pasukan Naga Hitam yang berbaris rapi langsung membungkuk, seolah kehadiran tuan mereka adalah kehormatan mutlak.
Anzai berbicara.
Suaranya tidak lantang, namun menggema di seluruh medan perang.
"Kisaki..."
Bahkan sebelum kata-katanya sepenuhnya terucap, Kisaki Gin sudah menundukkan kepala sedikit. Seolah ia mengerti.
"Selesaikan ini. Aku tidak ingin membuang lebih banyak waktu untuk mereka yang telah kehilangan makna keberadaannya."
"Sebagaimana yang kau kehendaki," Kisaki Gin merespons. Suaranya tetap dingin, tak ada sedikit pun ketidaktaatan.
Namun, ada sesuatu yang lebih dalam di balik nada tenangnya.
Sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu.
Kisaki Gin kembali mengangkat pedangnya. Petir keunguan kembali mengitari bilahnya, bergetar, seolah mendambakan lebih banyak kehancuran.
—Tetapi sebelum ia bisa melangkah, sebuah gerakan dari medan perang menarik perhatiannya.
"LINDUNGI HIDEO-SAMA!!"
Suara Hitoshi bergema dari tengah pasukan Klan Strein.
Para komandan yang saat itu sedang bertarung—Masao, Yuji, Akira dan Hanami, termasuk Hitoshi, serempak mundur dari pertarungan mereka—meninggalkan pertempuran yang belum usai.
Tanpa ragu, mereka melesat menuju tempat Hideo yang masih berlutut, darah terlihat menetes dari mulutnya.
Hannya, Asakura, dan Alzasha menatap mereka dengan dingin. Namun mereka tidak langsung mengejar.
Mereka tahu.
Ini bukan tentang kemenangan atau kekalahan dalam duel.
Ini adalah momen terakhir Klan Strein untuk menunjukkan perlawanan terakhir mereka.
Dan Kisaki Gin akan memusnahkan harapan itu dengan kejam.
......................
Sementara pasukan berkumpul di sekitarnya, Dai Hideo menundukkan kepala.
Tangannya mencengkram luka di dadanya. Nafasnya berat, tubuhnya gemetar.
Ia tahu.
Ia sudah kehilangan terlalu banyak darah.
Ia sudah melewati batas kekuatannya.
Tapi meskipun tubuhnya hancur—ia tidak akan tunduk.
Dengan gerakan penuh tekad, ia meraih sesuatu di tanah.
Sebuah pedang besar yang sebelumnya ia tancapkan di sana sebelum pertempuran dimulai.
Bilahnya panjang dan berat, dengan ukiran harimau yang tampak berdenyut di permukaannya. Saat jemarinya mencengkram gagangnya, udara di sekelilingnya langsung memanas.
Lalu—
WUUUUSHHH!!!
SEKETIKA, API MELEDAK DARI PEDANG ITU.
Sebuah pilar api menyembur ke langit, menelan Hideo dalam kobaran yang menyala liar. Tanah di bawahnya merekah, udara dipenuhi percikan bara yang menari-nari.
Bahkan para prajurit di dekatnya harus menutup wajah mereka dari panas yang luar biasa.
"AKU… MASIH BERDIRI!"
Suaranya menggelegar, bukan hanya sebagai deklarasi, tetapi sebagai kebenaran mutlak.
Dari dalam api, siluet Hideo muncul kembali.
Matanya berkilat dengan cahaya merah menyala, dan setiap helaan napasnya mengeluarkan uap panas. Armornya yang sebelumnya penuh darah kini terlihat lebih mengerikan, sebagian meleleh karena panas luar biasa yang ia hasilkan.
Ia mengangkat pedangnya tinggi-tinggi.
"SEKALIPUN AKU HARUS TERBAKAR DI NERAKA, AKU AKAN MENYERET KALIAN BERSAMAKU!!"
Dan dengan satu hentakan kaki—
Ia melesat ke depan, menerjang Kisaki Gin dengan kecepatan yang bahkan tak seharusnya mungkin bagi seseorang yang terluka parah.
BOOOOOM!!
Ledakan api mengiringi ayunan pedangnya, dan menjadi pemicu para komandan untuk ikut mengepung.
Pertarungan belum berakhir.
Petir menggelegar di langit kelam, menyinari medan pertempuran yang telah berubah menjadi lautan api dan kehancuran. Di tengah kepulan asap akibat serangan Hideo, Kisaki Gin berdiri tegak, tubuhnya berselimut kilatan petir ungu yang menyelimuti setiap inci zirah hitamnya. Pedangnya bergetar, memancarkan hawa listrik yang menusuk udara.
Di hadapannya, enam pendekar terbaik Klan Strein berdiri dalam formasi terakhir mereka, napas mereka berat, luka menggores tubuh mereka, namun mata mereka masih menyala dengan tekad yang tak tergoyahkan.
Hideo, sang pemimpin klan, maju selangkah. Api berkobar dari pedangnya, mengalir seperti sungai magma yang siap melahap apapun yang ada di jalannya.
Di sisinya, Hitoshi menggenggam pedang besarnya, aura merah membara menyelimuti tubuhnya. Dari kobaran itu, sesosok harimau api muncul, matanya menyala, cakarnya membakar tanah yang diinjaknya.
"Kisaki Gin," suara Hitoshi berat, penuh kemarahan. "Kau mungkin lebih kuat... tapi kau akan merasakan amukan Klan Strein!"
"Amukan?" Kisaki Gin menatap dingin. "Aku hanya melihat sekelompok prajurit yang sudah berada di tepi kehancuran."
Harimau api itu mengaum, lalu melesat dengan kecepatan luar biasa. Hitoshi mengikutinya dari belakang, mengayunkan pedangnya dengan tenaga yang cukup untuk menghancurkan batu.
"HAAAH!"
Kisaki Gin tetap berdiri di tempatnya. Ia hanya mengangkat pedangnya dengan satu tangan.
CLASH!
Petir dan api bertemu di udara, menciptakan ledakan dahsyat yang menggetarkan tanah. Gelombang kejutnya membuat mayat di sekeliling terpental ke belakang. Namun, serangan itu belum berakhir"
"Sekarang!" Akira berteriak dari kejauhan.
Ia mengayunkan pedang esnya ke tanah. Udara mendadak membeku, dan dari tanah yang masih berasap oleh api Hitoshi, tombak-tombak es tajam menjulang ke arah Kisaki Gin.
Dari sisi lain, Yuri melesat cepat, sabit hitamnya berputar dengan kecepatan mengerikan, menyelimuti dirinya dalam kabut kegelapan yang berdenyut bagaikan makhluk hidup.
Namun, sebelum mereka sempat menyentuhnya, Kisaki Gin akhirnya bergerak.
Dengan satu gerakan halus, ia berputar, menghindari tebasan Yuri, lalu menghantamkan kakinya ke tanah.
"Begitu banyak gangguan."
ZRAAAK!
Ledakan petir meletus dari tanah, menghancurkan tombak es Akira sebelum bisa mencapainya. Gelombang listrik itu merambat ke arah Yuri, menyelimuti tubuhnya dengan sengatan yang cukup kuat untuk membuatnya berlutut.
"Terlalu lambat," suara Kisaki terdengar dingin. "Aku bisa melihat serangan kalian datang bahkan sebelum kalian menyadarinya."
Namun, ia belum sempat menghabisi Yuri.
"GRAAAAAH!"
Harimau api Hitoshi menerjang dari belakang, cakarnya membara, mengincar Kisaki Gin dengan amukan buas.
Kisaki Gin menghela napas.
SRAAAK!
Dalam satu tebasan, harimau api itu terbelah dua. Kobaran apinya berhamburan, memercik ke segala arah sebelum menghilang dalam kehampaan.
Hitoshi membelalak. "Tidak mungkin...!"
Namun, itu tidak cukup untuk menghentikannya. Dengan amarah yang membara, ia melesat ke depan, pedang besarnya kini berselimut kobaran api yang jauh lebih besar.
"DASAR BAJINGAN—"
CLANK!
Dengan satu gerakan cepat, Kisaki menghantamkan pedangnya ke dada Hitoshi. Ledakan petir menggelegar, menghantam tubuh sang wakil ketua dengan kekuatan luar biasa.
Tubuh Hitoshi terpental ke udara, darah menyembur dari mulutnya. Namun, bahkan dalam kejatuhannya, ia masih tersenyum.
"Kami tidak pernah menyerah..."
Dan sebelum tubuhnya jatuh menghantam tanah, Hideo menerjang dari belakang, pedangnya menyala dalam kobaran api yang lebih besar dari sebelumnya.
"Aku akan pastikan kau membayar untuk setiap nyawa yang telah kau renggut, Kisaki Gin!"
Kisaki Gin menatapnya dengan ekspresi yang tidak berubah.
"Tidak ada yang bisa melindungi klanmu dari kehancuran, Hideo. Bahkan kau sekalipun."
"Kalau begitu, aku akan menyeret mu ke neraka bersamaku!"
Ledakan api dan petir menyelimuti medan pertempuran, menggetarkan langit, mencabik tanah, dan menentukan nasib Klan Strein dalam satu pertarungan terakhir.
Pertarungan sengit terus berlangsung.
Masao, Hanami, dan Obura berdiri berdampingan, napas mereka berat, luka menggores tubuh mereka. Meskipun tubuh mereka telah dihantam berkali-kali, mereka tetap bertahan, mengangkat senjata mereka sekali lagi..
"Kami belum kalah," geram Masao, api di pedangnya membara.
Kisaki Gin menatap mereka dingin. "Seharusnya kalian tahu… pertempuran ini sudah berakhir."
Masao menerjang, pedangnya menyala dalam kobaran api. "HAAAAH!"
CLANG!
Benturan dahsyat terjadi. Api dan petir bertabrakan, menciptakan ledakan besar. Hanami melesat di sela-sela kehancuran, pedangnya berputar cepat.
"Kau tak bisa menangkis semuanya!"
Kisaki Gin bahkan tidak menoleh. "Hmph."
ZRAAAK!
Petir ungu menyambar tubuh Hanami, melemparkannya ke tanah.
"HANAMI!" Masao berteriak, tapi tak sempat bertindak.
Kisaki Gin mengayunkan pedangnya ke langit. Seketika sambaran kilat muncul dari atas langit dan meledak, menelan Masao dan Hanami sekaligus—membuat tubuh mereka hangus terbakar.
Obura yang tersisa melompat dengan senjata Guan dao nya, menerjang penuh amarah.
"AKU AKAN MEREMUKKANMU!"
Kisaki Gin mengangkat tangannya. "Lenyaplah."
DUARR!
Sambaran kilat menghantam dada Obura. Menciptakan lingkaran lubang yang sempurna, tubuhnya seketika terkulai, dengan mata terbelalak seolah tak percaya.
Dalam sekejap, ketiganya tersungkur dan gugur— menyisakan Hideo, Hitoshi, Yujin dan Akari dengan nafas yang sudah tersengal-sengal.
Di tengah pertarungan, Anzai melangkah maju. Jubah hitam pekatnya berkibar, tekanan aura hitam mengalir deras dari tubuhnya. Dingin. Berat. Mutlak.
"Cukup sudah," suaranya bergema, mengguncang udara seolah dunia tunduk padanya. "Tak perlu ada perlawanan lagi. Kalian hanyalah bayangan yang menolak sirna."
ZRAAAK!
Dari pedangnya yang berwarna kelam, aura kegelapan meledak. Dunia seolah tertelan kehampaan.
Hideo mencoba mengangkat tinjunya, tabi tubuhnya terasa sangat berat, seolah ada sesuatu yang tak kasat mata menahan tubuhnya, begitupula dengan Hitoshi, Yuri, dan Akari terhenti di tempat. Waktu terasa membeku.
Kemudian...
Anzai hanya mengayunkan pedangnya sekali.
SLASH!
"Tersungkur."
GELAP MENELAN SEMUA.
Lalu, darah menyembur.
Hideo jatuh berlutut, napasnya berat. Api di tubuhnya padam.
Hitoshi tersungkur, harimau apinya menghilang.
Yuri menggigit bibirnya, tubuhnya gemetar, sabitnya patah.
Akari terduduk, matanya melebar. Dia tidak melihat apa yang terjadi. Hanya tahu semuanya berakhir.
Bahkan dua pendekar yang di elu-elu kan itu pun tak mampu berbuat banyak—tersungkur sebelum mereka mengeluarkan kemampuan terbaiknya.
Kisaki tertunduk tanpa kata—seakan mengakui dan tunduk pada kekuatan absolut sang kaisar.
Anzai menatap mereka tanpa emosi. "Beginilah takdir seharusnya berjalan."
Lalu ia melangkah melewati mereka. Seolah mereka tak pernah ada.
1. Disiplin >> Lulus.
2. .... ?
Lanjut thoorr!!! /Determined//Determined/