NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 11

Keesokan harinya, Edgar bangun bersama naiknya matahari. Ketika Edgar mulai bergerak, Jeane berpura pura masih terlelap dalam tidurnya. Sepanjang malam Jeane tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi segala sesuatu yang terjadi pada malam pengantinnya.

    Edgar tidak berusaha membangunkan isterinya ketika ia turun dari tempat tidur dan mulai berpakaian. Lewat celah bulu matanya, Jeane melihat suaminya mengenakan kemeja dan celana panjang, kemudian merogoh ke dalam saku dan mengeluarkan segepok uang. Haus uang, demikian ayahnya menyebut Edgar, dan kini Jeane setengah yakin akan kebenaran pernyataan ayahnya. Hal pertama yang dicari Edgar ketika bangun setelah malam pengantin bukanlah isterinya, melainkan uang. Ya perhatian pertama Edgar adalah pada uang itu, uang yang bahkan bukan miliknya melainkan pemberian isterinya.

    "Ayo, Jeane, bangunlah manisku," kata Edgar tanpa menoleh kepada isterinya.

    Setelah berdebat sejenak dengan diri sendiri apakah akan menuruti atau tidak menuruti perintah itu, Jeane perlahan lahan membuka matanya. Air mukanya tidak memperlihatkan apapun yang ada dalam pikirannya. Pria itu tidak merepotkan diri untuk mengucapkan selamat pagi. Demikian juga Jeane.

    "Ada apa?" pahanya masih terasa kejang dan nyeri, seolah memprotes setiap gerakan yang dibuat oleh Jeane.

    "Aku telah berpikir dan memutuskan bahwa kita harus pergi ke Cartagena," Edgar membuat pengumuman, tampak senang dan puas akan dirinya sendiri.

    "Kenapa harus ke Cartagena?" tanya Jeane.

    "Kota kecil ini bukanlah suatu tempat untuk bulan madu," Edgar memandang ke jendela hotel. "Isteriku haruslah berlibur di suatu tempat yang lebih eksotik."

    Ketika mata suaminya beralih kepada dirinya, Jeane dapat mengatakan dengan pasti bahwa suaminya sedikitpun tidak menaruh perhatian kepada apa yang ia inginkan. Pamplona adalah kota kecil yang sejuk bagi wisatawan tetapi Cartagena adalah tempat peristirahatan bagi orang orang kaya.  Dan Edgar telah menaikkan posisi dirinya ke dalam golongan itu dengan menikahi dirinya, puteri Ernest Cornell Richmond.

    "Aku tidak berkeinginan pergi ke Cartagena," Jeane menjawab singkat.

    "Kau lupa manisku....... kemanapun kakanda pergi, akupun ke sana," kata Edgar mengutip janji perkawinan. "Ayolah. Perjalanan ke sana cukup jauh. Kau cepatlah bangun dan berkemas sementara aku memeriksa bagaimana kita dapat segera keluar dari tempat ini."

    "Hotel ini nyaman, tidak kekurangan apapun," jawab Jeane tetapi Edgar sudah berjalan ke arah pintu.

    "Jangan rewel," Edgar tertawa padanya. "Aku mau memberikan bulan madu yang sungguh sungguh kepadamu. Janganlah kita bertengkar tentang hal itu."

    Dengan uangku, pikir Jeane ketika pria itu telah meninggalkan kamar. Suatu tawa histeris naik ke tenggorokan Jeane, tetapi ditindasnya dan iapun turun dari tempat tidur.

    Jeane segera mandi. Setelah selesai mandi, ia segera mencari pakaian dalam tasnya, karena dia ingin selesai berpakaian sebelum Edgar kembali. Maka secepat yang bisa dilakukan oleh otot otot nya yang masih terasa nyeri itu segera dikenakannya celana dalam  dan celana panjang di bagian luarnya. Tapi pintu keburu dibuka dan Edgar berjalan masuk. Pria itu memandang lengkung lengkung mulus tubuh Jeane.

    Sayangnya perhatian itu tersingkirkan oleh ketidaksabarannya. "Kau belum berpakaian?" tuduh Edgar.

    Dengan sekali sentakan, kepala Jeane berpaling menghadapi suaminya. "Ed, kita tidak punya waktu untuk berbulan madu. Kau dan aku masih harus melanjutkan kuliah. Kau juga masih terikat dengan pekerjaanmu di hotel itu."

    "Ah, kita punya cukup banyak waktu," Edgar menjawab.

    Jeane mengerutkan dahinya. "Lalu bagaimana dengan kuliahmu? Gelarmu?"

    "Memangnya siapa yang memerlukan itu? Para profesor itu tidak mengajarkan apa apa kepadaku.  Lagi pula, bukan apa yang diketahui oleh seseorang melainkan siapa yang dikenal oleh seseorang dan berapa banyak uang yang dimilikinya....... itulah yang menentukan." Edgar menepuk nepuk saku celananya. "Dan saat ini kita mempunyai cukup uang untuk hidup sebagai raja kecil di sini."

    Mulut Jeane terbuka, sekalipun ia sendiri heran, mengapa masih tetap terperanjat dengan pernyataan suaminya. Tidak kah sudah cukup tanda tandanya? Masalahnya, selama iini Jeane tidak mau melihat tanda tanda itu sebagaimana orang tuanya telah melihatnya sejak semula.

    "Uang itu ada batasnya," Jeane mengingatkan dengan kaku. "Cepat atau lambat, uang itu akan habis juga, sekalipun di Spanyol."

    Dengan langkah setengah hati, Edgar mendekat dan berdiri di depan isterinya. "Uang itu dapat membuat kita bertahan hingga saatnya kau menerima warisanmu. Dalam beberapa bulan lagi kau sudah akan berusia dua puluh dua tahun."

    "Lalu kau kira aku akan menyerahkan uang warisan itu begitu saja kepadamu?" Jeane menggugat.

    Tetapi Edgar malahan merasa geli dengan sikap isterinya. "Kita ini sudah menjadi suami isteri. Apa yang menjadi kepunyaanmu adalah juga kepunyaanku. Dan.... kepunyaanku adalah punyaku juga," katanya bergurau menanggapi gugatan isterinya.

    Tetapi Jeane tidak merasa lucu dengan pernyataan pria itu. Ya, semua rencana gemilang yang mereka buat bagi hari depan mereka, kini rontok satu demi satu. Jeane menyadari bahwa semua hal hal indah itu sejak awal hanya rencana. Edgar menyetujui rencana itu karena ia tahu bahwa Jeane ingin mendengar ia mengatakan 'setuju'.

    "Apakah kau tidak mempunyai ambisi apapun?" tanya Jeane dengan mengerutkan bibirnya, tapi dagunya gemetar.

    "Menjadi suamimu sudah merupakan pekerjaan sepanjang waktu. Setidaknya, untuk beberapa waktu lamanya," kata Edgar sambil memainkan tali bra di tangan isterinya.

    "Lalu?" tantang Jeane.

    "Aku yakin ayahmu akan dapat mencarikan suatu kedudukan yang tepat buat menantunya," Edgar berkata dengan senyum penuh kepuasan.

    "Suatu kedudukan yang dapat menghasilkan banyak uang tanpa menghabiskan banyak waktu dan tenagamu, tentunya," kata Jeane.

    "Nah, itulah maksudku," pria itu tertawa menyeringai. "Tetapi itu urusan nanti. Sekarang kita akan berangkat ke Cartagena untuk berlibur menikmati indahnya pantai." Edgar membelitkan tangannya pada tali BH itu dan menariknya dari tangan Jeane. "Kau tidak memerlukan ini."

    "Kembalikan padaku!" Jeane menolak untuk merebut kembali BH itu dari tangan suaminya.

    "Perjalanan kita akan panjang dan lama," Edgar melemparkan BH itu ke dalam tas isterinya lalu menutup tas itu. "Kadang kadang aku memerlukan hiburan selama perjalanan. Dan aku yakin pengantinku juga mengingnkannya."

    Jeane merasa kulitnya merinding pada sentuhan tangan pria itu.

    "Tidak perlu malu malu. Kita kan sudah suami isteri. Kemarilah.... aku tidak punya cukup waktu untuk bersabar dengan dirimu seperti semalam."

    "Dan apakah semalam kau sangat sabar dengan diriku, eh?" Jeane berkata pelan.

    "Lebih sabar dari aku sekarang. Ternyata kau menyukai teknik orang primitif," pria itu mencumbui Jeane sejenak sebelum Jeane melangkah menjauh. Edgar tertawa kecil, "Pakailah blus mu. Aku akan mengemasi koper kita. Jangan lupa mengeluarkan barang barangmu yang masih tertinggal di kamar mandi."

    Setengah kelengar dengan tersingkapnya kepribadian sejati Edgar Beaufort, Jeane cuma bisa melakukan apa yang diperintahkan kepada dirinya. Ketika ia keluar lagi dari kamar mandi, Edgar sudah siap berangkat. Dengan tangan pada siku Jeane, Edgar bergegas membawanya keluar kamar menuju pintu keluar.

    "Apakah kita tidak sarapan lebih dulu? Atau setidak tidaknya minum kopi?" Jeane berusaha memperlambat langkah langkah kakinya ketika Edgar mulai mendorongnya maju.

    Edgar melempar sekilas pandang bernada mengejek. "Tidak! Aku mau secepatnya pergi dari tempat ini. Nanti saja kita berhenti di suatu tempat untuk makan."

    Tidak di dapati seorang pun di tempat parkir mobil di depan hotel. Jeane segera naik ke dalam mobil Bugatti itu, sementara suaminya memasukkan barag barang mereka ke dalam tempat bagasi. Ketika naik ke dalam mobil dan mengambil tempat di belakang kemudi, Edgar mencondongkan kepalanya kepada Jeane hendak menciumnya. Namun pada saat terakhir Jeane memalingkan mukanya, sehingga ciuman pria itu hanya mengena sudut mulut isterinya,

    "Masih malu malu memperlihatkan kemesraan di depan umum, eh?' pria itu menantang. "Nanti akan kita lihat, apakah kau mampu membebaskan dirimu dari kekangan kekangan semacam itu selama perjalanan kita," Edgar mengedipkan mata dan menghidupkan mesin mobil.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!