NovelToon NovelToon
Kabut Cinta, Gerbang Istana

Kabut Cinta, Gerbang Istana

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Murni / Fantasi Wanita
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: souzouzuki

Jadi dayang? Ya.
Mencari cinta? Tidak.
Masuk istana hanyalah cara Yu Zhen menyelamatkan harga diri keluarga—yang terlalu miskin untuk dihormati, dan terlalu jujur untuk didengar.

Tapi istana tidak memberi ruang bagi ketulusan.

Hingga ia bertemu Pangeran Keempat—sosok yang tenang, adil, dan berdiri di sisi yang jarang dibela.

Rasa itu tumbuh samar seperti kabut, mengaburkan tekad yang semula teguh.
Dan ketika Yu Zhen bicara lebih dulu soal hatinya…
Gerbang istana tak lagi sunyi.
Sang pangeran tidak pernah membiarkannya pergi sejak saat itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon souzouzuki, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Proyek Pembangunan Pos Lembah Utara

“Proyek yang rencananya untuk musim semi. Sekarang dimajukan. Diperintah malam ini. Dan diserahkan padaku.”

“Dan tidak diumumkan ke publik,” Lian He menambahkan. “Berarti ini... lebih dari sekadar pembangunan logistik.”

“Ini bisa berarti banyak hal,” balas Jing Rui pelan. “Pengasingan halus. Ujian kepercayaan. Atau... perlindungan terselubung.”

Lian He duduk perlahan.

“Lembah Utara jauh dari istana. Tapi sangat penting. Kalau proyek ini berhasil... Tuan akan dikenal sebagai tulang punggung wilayah utara.”

Jing Rui memejamkan mata sejenak, lalu berkata, nyaris seperti gumaman:

“Dan bila gagal... aku akan dikenang sebagai pangeran yang tidak sanggup menjaga perintah satu-satunya.”

Lian He menatap Tuannya dalam diam.

"Tapi Yang Mulia bukan orang yang mudah gagal. Masalahnya…

kalau semua kepercayaan terus datang ke tangan Tuan,

bagaimana mungkin para pangeran yang lain tidak panas?”

Lian He masih melanjutkan lagi,

“Tapi kalau terus begini... akan sulit membantah jika suatu hari rakyat berkata, 'lihat siapa yang paling dipercaya Kaisar dari semua putranya.'”

Jing Rui yang sama sekali tak memikirkan tahta itu hanya diam saja tak menanggap.

Dan malam kembali sunyi.

Namun angin di istana telah mulai berubah arah.

---

Langit tampak kelam dari balkon atas paviliun Kediaman Timur. Kabut malam belum turun, tapi udara sudah cukup dingin untuk membuat napas berat.

Di dalam ruangan, Pangeran Cheng Yao berdiri diam di depan meja panjang. Tangan kirinya menggenggam gagang kursi, keras. Di hadapannya, Fu Sheng penasehatnya, duduk tenang, membuka dan menutup kipasnya berulang—kebiasaannya ketika ingin berbicara tapi sedang menimbang waktu.

Hening menggantung agak lama.

Akhirnya Cheng Yao berkata, pelan tapi tajam:

“Kita menyiapkan lebih dari sebulan. Tapi satu dayang... dan seekor kuda pengganti... menghancurkan semuanya.”

Fu Sheng tak langsung menanggapi. Ia meletakkan kipasnya ke atas meja.

“Kalau bukan karena Zhou Nian,” katanya akhirnya, “mungkin pagi ini kita bicara tentang sidang penyelidikan, bukan sisa parade.”

Cheng Yao menatapnya sekilas.

“Zhou Nian... hari ini ia berhasil mengaburkan jejak, dan membelokkan sorotan kepada dirinya. Itu cukup untuk menyelamatkan wibawa Pangeran.”

Cheng Yao menghela napas berat. Tapi tatapannya tetap gelap.

“Namun niat utama tetap gagal. Kuda itu tidak melukai siapa pun. Tidak bahkan menyentuh.”

Fu Sheng mengangguk. “Benar. Tapi rencana seperti ini... hanya perlu satu momen salah. Dan hari itu bukan milik kita.”

Cheng Yao berjalan perlahan ke jendela.

“Zhou Nian terlalu bijak. Tapi suaminya tidak.”

Fu Sheng menoleh.

“Dia berani mencuri lencana kediaman ini demi membongkar kejahatanku dan membalas jasa Jing Rui, hmph.”

“Bocah bodoh itu pantas dihukum.” ucap Cheng Yao dingin.

"Tapi orangnya sudah tiada... Hanya ada keluarga besarnya tersisa,"

Fu Sheng menyusun tangan di pangkuan.

“Perintah sudah disampaikan. Saudara ipar Zhou Nian akan dicopot dari jabatannya di Departemen Pajak. Juga keluarga besarnya yang selama ini kita bantu. Secara perlahan... mereka akan ingat, bahwa dalam istana, kesetiaan bukan hanya soal berhasil.”

Cheng Yao tidak menjawab. Ia kembali ke tempat duduknya.

Tak lama, seorang pelayan kasim tingkat bawah masuk diam-diam dari pintu samping, berlutut sangat dalam. Suaranya nyaris seperti bisikan:

“Maaf... ada kabar yang tidak dapat ditahan lebih lama.”

Fu Sheng menoleh dulu. Cheng Yao tidak bergerak.

Kasim itu melanjutkan pelan:

“Barusan ini... dari lorong Kediaman Dalam, beredar kabar bahwa... Pangeran Keempat menerima dekrit langsung dari Yang Mulia Kaisar. Disampaikan oleh Kasim Agung. Tanpa pengumuman resmi.”

Keheningan langsung turun.

Fu Sheng memandang Pangeran Cheng Yao perlahan. Wajah sang Pangeran tidak berubah, tapi rahangnya terlihat mengeras.

Fu Sheng menatap kipasnya. “Malam ini ternyata... belum selesai.”

Cheng Yao tak langsung menjawab. Tangannya bergerak pelan, meraih cangkir teh yang sejak tadi tak disentuh.

Lalu, suara rendahnya terdengar, namun kali ini tak sehalus tadi.

“Proyek yang rencananya untuk musim semi. Sekarang dimajukan.

Diperintah malam ini. Dan diserahkan padanya.”

Ia menatap ke depan, tak jelas pada apa.

“Tanpa diumumkan ke publik. Langsung. Diam-diam.

Seolah... hanya dia yang cukup murni untuk dipercayai.”

Fu Sheng tetap menunduk, namun matanya mengamati dengan waspada.

“Apakah Yang Mulia Kaisar... lupa bahwa ia punya putra sulung?”

Suara Cheng Yao terdengar lembut—terlalu lembut.

“Atau... mungkin ayahku memang tak pernah menginginkan takhta itu jatuh padaku sejak awal?”

Ia mengangkat kepalanya, menatap lentera yang mulai redup.

“Setiap dekrit yang tak menyebut namaku adalah sebuah pengingat.

Bahwa urutan lahir tidak lebih penting dari kepercayaan.”

Fu Sheng tak menjawab. Tapi kipas di tangannya tak lagi bergerak.

Cheng Yao berdiri pelan, berjalan ke sisi ruangan.

“Lembah Utara... jalur strategis.

Jika berhasil, ia akan jadi poros wilayah utara.

Dan jika gagal... ia akan jatuh karena alam.”

Ia berhenti di depan jendela, menatap langit yang kosong.

“Kalau begitu... biarkan ia pergi.

Tapi pastikan tanah tempat ia berpijak... bukan tanah yang bersahabat.”

Fu Sheng menatap punggung Pangeran, lalu bicara pelan:

“Angin dingin dari barat laut tahun ini lebih awal, Yang Mulia.

Dan beberapa jalur logistik... akan bersinggungan dengan daerah-daerah yang sedang... tidak sehat.”

Cheng Yao tidak menoleh.

“Apa itu maksudmu...?”

Fu Sheng tersenyum samar.

“Baru-baru ini, ada laporan dari Kota Yue,” katanya lirih. “Tiga hari terakhir... mulai muncul gejala demam tinggi dan batuk darah. Tabib kota menyebutnya ‘angin racun musim dingin.’”

Cheng Yao menatapnya dari balik uap cangkir. “Kota Yue?”

Fu Sheng menutup kipasnya pelan.

“Berjarak dua kota dari Lembah Utara. Jalur niaga mereka bertemu… di pos penghubung yang baru akan dibangun.”

Cheng Yao tak langsung menanggapi. Tapi matanya mulai bersinar dingin.

Fu Sheng melanjutkan, suaranya tetap tenang.

“Wabah seperti kabut. Ia datang tanpa suara. Tapi semua akan tahu saat terlambat.

Dan... tak ada yang menyalahkan kabut.”

“Lalu?” tanya Cheng Yao pelan.

Fu Sheng mendekat, setengah membungkuk.

“Di pasar belakang Kota Yue, ada para pekerja musiman. Jika mereka dibayar untuk mencari kerja... mereka akan pergi ke mana pun dikirim. Termasuk ke proyek pembangunan yang katanya sedang butuh tenaga.”

Ia berhenti. Lalu menambahkan dengan desahan kecil, seperti orang yang baru menyadari kenyataan pahit:

“Jika mereka datang, membawa sisa-sisa ‘angin racun’ itu...

siapa yang akan tahu mereka sudah terinfeksi?”

Cheng Yao mendengarkan dalam diam. Lalu mengangkat bahunya perlahan.

"Selain kemungkinan besar proyeknya gagal..."

“Ada kemungkinan jika Pangeran Keempat jatuh sakit di sana?”

“Bencana,” sahut Fu Sheng. “Tapi bukan kesalahan siapa pun. Musim gugur tahun ini terlalu dingin. Orang-orang terlalu lelah. Dan virus... tak kenal darah biru.”

Fu Sheng tersenyum tipis, membungkuk.

“Jika ia kembali dalam keadaan lemah, Kaisar akan ragu.

Jika ia tak kembali... sejarah akan memanggilnya pangeran berbakat yang... terlalu cepat dipanggil langit.”

Cheng Yao meneguk araknya.

“Pastikan tak satu pun dari kita terlibat langsung.”

“Sudah tentu,” jawab Fu Sheng. “Orang yang menyebar... bahkan tidak tahu mereka membawa maut.”

1
Arix Zhufa
ditunggu up nya thor
Arix Zhufa
pasti paman nya Yu zhen
Arix Zhufa
semangat thor
Arix Zhufa
saya mmpir thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!