NovelToon NovelToon
Satu Atap, Dua Madu

Satu Atap, Dua Madu

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Selingkuh / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Raynor Mumtaz29

Almira Balqis Khumaira, 29 tahun, menikah dengan Iqbal Ardiansyah, 31 tahun. Dalam pernikahan tersebut mereka baru di karuniai seorang anak di usia pernikahan ke tujuh tahun. Sesuatu yang seharusnya membahagiakan semua pihak.
Namun kebahagiaan itu harus rusak sebab beberapa jam setelah operasi caesar, Almira mendapatkan kiriman foto dan video perselingkuhan suaminya bersama seorang wanita cantik bernama Sinta, 28 tahun, sekretaris dari Iqbal sendiri.
Dunia Almira seakan runtuh seketika. Hatinya patah sepatah-patahnya. Tak ada satupun alasan Almira tetap bertahan hidup selain putranya yang lebar beberapa jam saja.
Di tengah keterpurukannya, Almira justru meminta Iqbal untuk menyatukan dirinya dan Sinta dalam satu atap. Entah apa maksudnya.
Belum genap dua bulan Almira menjalani hidup seatap dengan madunya, datanglah seorang gadis siswi sebuah SMA swasta yang mengaku telah di nodai Iqbal. Apakah Almira masih kuat bertahan hidup?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Raynor Mumtaz29, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Satu Atap, Dua Madu 11

Iqbal duduk perlahan dengan raut wajahnya yang sendu. Penampilannya sedikit berantakan, tak seperti biasanya yang selalu rapi dan necis. Sejenak suasana menjadi canggung. Tak ada yang mulai bicara, baik Almira, Siska, Fahmi maupun Iqbal.

"Al, Papa sama Mama ke kantin dulu sebentar ya. Kamu mau di beliin apa nanti? Buat cemilan biar kondisi kamu cepat pulih." Fahmi tiba-tiba bersuara memberitahu Almira bahwa dia akan ke kantin.

"Nggak usah deh Pa. Al masih kenyang. Kan barusan makan."

"Ya sudah. Kami keluar dulu ya. Nggak lama kok. Hati-hati dan pencet bel kalau terjadi apa-apa." imbuh Fahmi sembari menatap tajam tepat pada mata Iqbal yang kebetulan memandang Papa kandungnya tersebut.

Seketika nyali Iqbal menciut dan kepalanya kembali menunduk. Sejak kedatangannya, laki-laki itu hanya berdiri tak jauh dari ranjang Almira. Tak sedikitpun dia bergeser karena rasa tak nyaman yang dia rasakan.

Iqbal merasa seluruh detail ruangan itu memandangnya dengan pandangan menghakimi. Istri sedang berjuang menahan sakit setelah melahirkan keturunannya, justru mendapatkan hadiah yang paling menyakitkan sepanjang hidupnya. Tak berperasaan dan tak berperikemanusiaan.

Ruangan masih saja hening sejak Fahmi dan Siska keluar dari ruangan tersebut. Almira berjuang untuk menekan rasa sakitnya jangan sampai terlihat oleh suaminya. Dia juga menunggu reaksi Iqbal terhadap putranya.

Iqbal sendiri berkutat dengan isi otak nya yang saat ini sedang penuh dengan gejolak yang beraneka ragam. Malu, merasa bersalah, kangen terhadap Almira, menyesal karena mengkhianatinya dan masih banyak lagi. Namun, ada satu hal yang mengganggu pikirannya yaitu tentang sikap Almira yang terlihat biasa-biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa tadi pagi.

"Sayang, boleh aku duduk?" tanya Iqbal ragu-ragu.

Dalam hatinya berharap istrinya akan memperbolehkan dirinya duduk di salah satu sofa atau kursi yang ada di ruangan tersebut. Kalau tidak bisa-bisa dia pingsan karena kecapekan. Baru saja pulang kantor dengan badan remuk karena banyaknya pekerjaan yang harus dia selesai kan. Belum lagi pikirannya yang penuh dengan beban berat. Salah satunya adalah terungkap nya hubungan gelapnya dengan Sinta. Di tambah dia harus berdiri sekian lama sebab tak seorangpun yang mempersilahkannya duduk.

"Silahkan Mas. Bukannya ruangan ini Mas yang bayarin. Kenapa harus minta ijin? Yang pantas minta ijin itu aku dan anakmu, yang hanya numpang di sini." jawab Almira dingin.

"Sayang, kok begitu sih?" seru Iqbal. panik dan melupakan keinginannya untuk duduk. Laki-laki itu memilih mendekati istrinya tak peduli bagaimanapun sikap Almira nanti setelah mengetahui pengkhianatan nya.

"Loh? Bener 'kan. Kata-kata ku mana yang salah? Selama ini aku nggak kerja dan hanya nyusahin hidup kamu aja."

"Enggak Sayang. Nggak ada yang susah. Aku ikhlas membiayai kalian karena kamu istriku. Tanggung jawabku."

"Ya sudah kalau begitu aku ucapin terima kasih karena selama ini sudah berjuang untuk kami. Oh ya, Mas kenapa nggak duduk aja di sana? Bukannya tadi ingin duduk?" tanya Almira yang tampak risih akan keberadaan Iqbal di dekatnya.

"Nggak jadi. Aku lebih suka dekat dengan istriku."

"Istri yang mana?"

"Ya kamu lah Sayang. Istriku 'kan kamu."

Almira sontak tertawa. Tetapi itu hanya beberapa detik saja sebab perutnya terasa begitu perih ketika dia tertawa lepas.

"Mas lupa kalau ada istri lain selain aku?"

"I-iya sih. Tapi kamu istri sah aku satu-satunya. Jangan begitu lah, aku minta maaf. Oke?" ucap Iqbal enteng seakan kesalahan dia hanya karena lupa membelikan barang titipan istrinya saja.

"Minta maaf untuk apa?" tanya Almira dengan senyum simpulnya.

"Ya untuk kesalahanku selama ini. Maaf karena tak jujur tentang istriku yang lain." lirih Iqbal dengan raut muka memelas.

Almira terlihat santai dan hanya diam saja menanggapi permintaan maaf Iqbal. Iqbal tidak tahu jika kata 'istriku' yang terlontar dari mulutnya sesaat lalu, menimbulkan denyut nyeri pada luka yang berusaha dia sembuhkan dengan sugestinya. Sakitnya bahkan seketika membuatnya sesak. Almira diam bukan karena kehabisan kosa kata. Namun, dia butuh waktu untuk meredakan sakit tersebut.

"Kenapa harus meminta maaf kalau aku saja nggak apa-apa? Mas kira aku sakit hati? Nggak lah. Itu hak kamu. Bukankah hak seorang laki-laki memiliki istri lebih dari satu. Jatah kamu empat loh. Masih kurang dua lagi kalau kamu lupa."

"Jadi, kamu nggak apa-apa aku menikah lagi?" tanya Iqbal dengan perasaan kecewa.

"Nggak lah. Malah lebih baik begitu. Mas tahu bukan luka operasi ku masih sangat basah, bayiku juga masih merah. Butuh banyak perhatian dan juga tenaga setelah ini. Siapa tahu istri kamu yang lain bisa membantuku di rumah. Kita bisa kerja sama menyenangkan kamu juga. Betul nggak?" ucap Almira berbohong.

Iqbal terperangah tak percaya. Benarkah ini istrinya yang dia kenal dulu? Bukankah Almira yang dia nikahi dulu termasuk wanita yang mudah cemburu? Tetapi, kenapa dia mudah sekali memberikan restunya untuk dia menikah lagi?

"Ka-kamu serius Sayang? Kamu nggak sedang merencanakan sesuatu 'kan?"

"Nggak lah Mas. Ngapain harus begitu? Oh ya, Mas nggak makan?" tanya Almira mengalihkan topik.

"Sudah makan tadi di kantor."

"Pasti sama Sinta. Asik ya bisa sekantor sama istri."

"Nggak kok dia ijin keluar sebentar, tapi sampai jam kantor habis nggak ada dia kembali tuh."

"Oh ya? Tadi dia sempat ke sini sih." lanjut Almira santai.

"Ha? Benar Sayang. Dia ngomong apa? Kamu di apain sama dia? Terus pas ada Papa sama Mama nggak? Kamu nggak apa-apa 'kan?" sahut Iqbal panik dengan memberondong banyak pertanyaan kepada Almira.

"Tunggu! Mas bisa nggak tanyanya satu-satu? Nggak usah panik gitu ah. Dia nggak sejahat itu kali. Dia hanya meminta restuku saja Mas. Nggak lebih, setelah itu dia balik ke kantor. Udah, gitu aja." terang Almira berusaha setenang mungkin.

"Benar begitu? Kamu nggak di.... "

"Sudahlah Mas. Nggak usah bahas yang begitu. Sekarang aku punya syarat untuk bisa memberikan restu buat kalian. Mau tahu nggak syaratnya apa?"

"Memangnya apa Sayang. Abang akan memenuhi syarat itu asalkan kami bisa menikah resmi." sahut Iqbal antusias.

Cess!! Sakit di hati Almira kembali terasa. Kali ini bagai luka basah yang di siram air garam. Begitu perih dan menyiksa. Tapi, Almira tetap menahannya sekuat mungkin.

Iqbal kembali menunjukkan cinta nya yang tidak sungguh-sungguh pada Almira. Baru beberapa menit lalu dia meminta maaf dan seolah tidak terlalu tertarik dengan pernikahan keduanya. Tapi, begitu mendengar Almira mengajukan syarat demi restu itu, Iqbal tampak antusias dan siap melakukan apapun demi bisa menikah sah.

"Mas pulang saja sekarang. Tolong sampaikan pada istri keduamu untuk ikut tinggal di rumah jika aku sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Masih ada waktu sekitar dua hari lagi untuk berpikir. Kalau Mas berhasil merayu dia untuk bisa ikut tinggal di rumah, maka restu itu pasti akan kalian dapat. Oke?"

"Sayang kamu ingin Mas cepat-cepat pulang? Kamu nggak ingin Mas temani dulu?"

"Kan bukan pulang ke rumah. Tapi pulang ke rumah Sinta untuk memenuhi permintaan aku juga Mas. Aku ingin Sinta membantu aku mengasuh dedek bayi. Kan dia yang lebih pengalaman. Cepetan gih, nanti aku keburu berubah pikiran loh."

Ancaman Almira rupanya efektif untuk membuat Iqbal pergi dari ruangan itu. Dengan raut wajah yang bingung, Iqbal akhirnya meninggalkan ruangan tersebut.

Sementara Almira menumpahkan tangisnya dalam diam. Almira menangis sejadi-jadinya dan beberapa kali memukul dadanya karena sesak yang amat sangat mendera tubuhnya. Almira terisak pilu. Suara tangis yang menyayat hati bagi siapapun yang mendengarnya.

Beruntung Fahmi dan Siska tidak segera kembali ke ruangan. Mungkin, untuk memberi kesempatan kepada Almira dan suaminya berbicara dari hati ke hati demi menyelesaikan masalah secepatnya.

Almira berkali-kali men sugesti dirinya untuk tidak lagi menangisi laki-laki tak punya hati seperti Iqbal. Tapi nyatanya banyak hal yang mendorong tangisnya pecah pada akhirnya.

Namun rencana yang sudah dia susun, harus terpaksa demi bisa membalas dendamnya. Membalas sakit hatinya yang sampai sekarang belum dia temukan obatnya!

1
Daisuke Jigen
Terharu banget
Felix
Aku geram banget sama si antagonis di cerita ini, tapi itu membuatku ga bisa berhenti baca!
Lia_Vicuña
Wow, nggak nyangka sehebat ini!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!