Safira Maharani hanyalah gadis biasa, tetapi nasib baik membawanya hingga dirinya bisa bekerja di perusahaan ternama dan menjabat sebagai sekretaris pribadi CEO.
Suatu hari Bastian Arya Winata, sang CEO hendak melangsungkan pernikahan, tetapi mempelai wanita menghilang, lalu meminta Safira sebagai pengantin pengganti untuknya.
Namun keputusan Bastian mendapat penolakan keras dari sang ibunda, tetapi Bastian tidak peduli dan tetap pada keputusannya.
"Dengar ya, wanita kampung dan miskin! Saya tidak akan pernah merestuimu menjadi menantu saya, sampai kapanpun! Kamu itu HANYA SEBATAS ISTRI PENGGANTI, dan kamu tidak akan pernah menjadi ratu di istana putra saya Bastian. Saya pastikan kamu tidak akan merasakan kebahagiaan!" Nyonya Hanum berbisik sambil tersenyum sinis.
Bagaimana kisah selanjutnya, apakah Bastian dan Safira akan hidup bahagia? Bagaimana jika sang pengantin yang sebenarnya datang dan mengambil haknya kembali?
Ikuti kisahnya hanya di sini...!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 07
...***...
Bastian mengerjapkan matanya bingung mendapati sikap Safira yang tiba-tiba berubah dan mendorongnya sehingga membuat dirinya terkejut dan akhirnya jatuh terjengkang ke belakang.
"Safira, ada apa? Apakah aku menyakitimu?" Bastian berusaha mendekat tapi Safira menghentikannya.
"Stop...! Tolong, jangan mendekat, Tuan!" Safira memeluk dirinya sendiri lantas luruh ke bawah.
Safira menangis tersedu-sedu, melepaskan beban yang terasa berat di dalam dada. Rasa sakit dan malu yang diterimanya begitu sangat menyesakkan batinnya. Tidak bisakah dia dihargai sedikit saja?
Safira menutup kedua telinganya, seraya menggeleng kepala, benaknya dipenuhi kata-kata hinaan dan cacian yang dilontarkan Nyonya Hanum padanya. Sehingga membuat Safira merasa dia harus menjaga jarak dengan pria tampan yang telah sah menjadi suaminya.
Ditambah pula belum ditemukannya Farah, wanita yang seharusnya menjadi pendamping Bastian, membuat Safira berpikir jika dirinya tidak boleh mengambil sesuatu yang bukan haknya.
"Safira, tolong maafkan aku. Maafkan, jika aku telah membuatmu menderita. Tolong, jangan memintaku untuk menjauhimu. Dirimu sangat berharga untukku, Safira." Bastian duduk bersimpuh di depan Safira.
Bastian tak sanggup melihat sosok rapuh di hadapannya. Rasa cintanya pada Safira begitu kuat, hingga dirinya juga seakan ikut merasakan apa yang Safira rasakan.
Tanpa mempedulikan peringatan Safira, Bastian bangkit dari posisi bersimpuhnya, lalu mendekati wanita yang sangat dicintainya itu, dan memeluknya dengan erat memberikan ketenangan dan kenyamanan. Berkali-kali Bastian mendaratkan kecupan-kecupan kecil di kepala dan kening Safira.
Sementara Safira yang sibuk dengan pikirannya sendiri, tidak menyadari bahwa kini dirinya telah berada dalam pelukan Bastian. Dia terus menangis dengan tatapan kosong. Meratapi keadaan dirinya yang selalu dianggap hina dan dipandang sebelah mata.
Bastian merasa pundaknya sangat berat dan dia mendapati bahwa Safira tengah tertidur, mungkin karena lelah menangis atau lelah batinnya, hanya Safira yang tahu.
Bastian membaringkan tubuh Safira di atas ranjang, membersihkan wajahnya dari sisa airmata dengan saputangan, lalu memberikan kecupan di kening Safira dengan penuh perasaan yang mendalam.
"Maafkan aku, Safira. Maafkan atas keegoisanku. Tapi apa aku salah, jika menginginkan orang yang aku cintai menjadi bagian dari kisah hidupku?" Bastian kini terisak dalam diam. Tangannya terulur merapikan hijab sang istri yang sedikit berantakan.
Bastian terus memandangi wajah Safira hingga tak sadar ia pun ikut tertidur.
***
Malam hari.
Suasana di meja makan tampak sepi. Nyonya Hanum duduk di kursi sendirian sambil menatap hidangan makan malam yang tersaji di atas meja. Tatapannya begitu datar tanpa ekspresi, membuat Santi yang malam itu bertugas melayani majikannya merasakan aura yang mencekam dan penuh ketegangan.
"Heh, kamu! Panggil Bastian sana! Ingat hanya Bastian...!" ucap Nyonya Hanum dengan penekanan.
"Baik, Nyonya. Siap laksanakan!" Santi mengangguk dan segera undur diri guna melaksanakan perintah sang nyonya.
Sesampai di depan kamar Bastian, Santi tampak ragu-ragu. Kamar tuan mudanya tampak sunyi tak terdengar tanda-tanda kehidupan. Atau mungkin penghuninya sedang tidur.
Baru saja Santi hendak melangkah pergi, pintu kamar Bastian terbuka, dan tampaklah sosok yang dicari oleh Santi. Maka ia pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, mumpung bertemu dengan orangnya.
"Maaf, Tuan. Nyonya Besar telah menunggu Anda, di ruang makan untuk makan malam," beritahu Santi.
"Terima kasih, aku akan segera ke sana," jawab Bastian. Ia lalu masuk kembali ke dalam kamar.
Sedangkan Santi segera berlalu, dia tidak ingin kena semprot Nyonya Hanum. Baru saja Santi turun dari ujung tangga bawah, sang nyonya besar itu sudah langsung menyambutnya dengan tatapan tajam.
"Mana, Bastian? Kenapa belum turun? Apa wanita kampung yang miskin menghalanginya?" tanyanya dengan ketus.
"Tuan muda akan segera menyusul, Nyonya," jawab Santi.
Nyonya Hanum hanya mendengus mendengar jawaban dari Santi.
Di dalam kamar, Bastian mencoba membujuk Safira untuk makan malam, tetapi Safira dengan tegas menolak.
"Ayo, Fira, kita makan! Sejak tadi siang kita belum makan, nanti kamu bisa sakit," bujuk Bastian.
"Jika Anda ingin makan, segeralah turun, Tuan. Kasihan Nyonya Hanum menunggu Anda. Saya bisa mengurus diri saya sendiri," tolak Safira.
Bastian yang tidak ingin berdebat hanya bisa mengiyakan perkataan Safira. "Baiklah, aku akan menyuruh Mbok Rum, membawakan makanan untukmu."
"Tidak usah, Tuan. Nanti saya bisa ke bawah dan makan bersama yang lain di belakang."
"Tapi, Fir. Kamu istriku, mana mungkin aku membiarkanmu..."
"Tolong, Tuan! Segeralah turun, jangan sampai Nyonya Hanum, berprasangka yang bukan-bukan. Karena itu sangat tidak baik untuk kesehatan hatinya." Ucapan Bastian terpotong oleh Safira.
Tak bisa berkata-kata lagi, Bastian pun mengalah dan bergegas ke lantai bawah. Akan tetapi, dirinya langsung mendapatkan tatapan tajam menghunus dari sang ibu.
"Kenapa kamu lama sekali, Bastian! Kamu sengaja ingin membuat mami kelaparan, iya?" sembur Nyonya Hanum dengan ketus.
"Maaf, Mi. Aku tidak bermaksud membuat Mami menunggu lama. Ada urusan yang harus aku selesaikan," sahut Bastian dengan tenang, setelah meminta Mbok Rum membawakan makanan untuk Safira.
Kemudian Bastian segera mengambil piring dan mengisinya dengan nasi dan lauk pauk, lalu makan dalam diam tanpa peduli Nyonya Hanum yang terus menatapnya seolah ingin menelannya hidup-hidup.
"Kur*ang aj*ar, Bastian sudah mulai berani mengabaikanku. Awas saja kamu perempuan kampung yang miskin, aku akan membuat perhitungan denganmu. Dasar perempuan tidak tahu diri!" rutuk Nyonya Hanum dalam hati, padahal Safira dia tidak tahu apa-apa.
Mbok Rum keluar dari dapur membawa nampan berisi nasi dan lauk-pauk untuk diberikan pada Safira. Namun saat langkahnya hampir menaiki tangga, suara Nyonya Harum terdengar menggema memenuhi ruangan.
"Mau ke mana kamu, Rum? Dan apa yang kamu bawa itu?" tanyanya dengan suara lantang.
"Emmm...itu...anu, Nyonya." Mbok Rum tidak tahu harus berkata apa. Wanita paruh baya itu tampak gugup dan mulai berkeringat dingin.
"Jawab yang benar, jangan anu-anu. Memangnya di sini ada yang namanya anu!" hardik Nyonya Hanum.
"Aku sudah selesai." Bastian bangkit berdiri meninggalkan meja makan, lalu menghampiri Mbok Rum dan mengambil nampan yang ada di tangan wanita tua itu. "Terima kasih, Mbok."
Dengan cepat Bastian membawa langkahnya menaiki tangga, tanpa menggubris teriakan Nyonya Hanum yang memanggilnya.
"Bastian... apa kau juga ikut-ikutan kur*ang aj*ar meninggalkan mami makan sendirian, hahhh! Bastian...!" Nyonya terus meneriakkan nama putranya sembari menggebrak meja.
Braaakkk...
"Awas saja kamu, perempuan kampung! Semua ini karenamu, Bastianku mulai membangkang padaku. Da*sar perempuan kampung tidak tahu diuntung?" umpat Nyonya Hanum, seakan lupa akan gelar wanita terhormat yang selalu diagungkannya, sementara sikapnya sama sekali tak menunjukkan hal itu.
Di belakang para ART, mengelus dada sambil menggelengkan kepala. Hunian yang selama ini selalu aman tentram dan damai sentosa, seolah tidak ada lagi. Yang ada hanyalah ketegangan dan membuat senam jantung, sejak kedatangan wanita paruh baya yang mengakui dirinya Nyonya Besar itu.
***
Bersambung...
Jangan lupa tekan permintaan update ya...terima kasih.😊
Takut banget kalau Bastian tetap harus menikahi Farah.
Semoga Bastian bisa tegas dan Safira enggak menyerah dengan pernikahan mereka😔😔