NovelToon NovelToon
Misteri Desa Lagan

Misteri Desa Lagan

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Misteri / Hantu / Tumbal
Popularitas:534
Nilai: 5
Nama Author: rozh

Saddam dan teman-temannya pergi ke desa Lagan untuk praktek lapangan demi tugas sekolah. Namun, mereka segera menyadari bahwa desa itu dihantui oleh kekuatan gaib yang aneh dan menakutkan. Mereka harus mencari cara untuk menghadapi kekuatan gaib dan keluar dari desa itu dengan selamat. Apakah mereka dapat menemukan jalan keluar yang aman atau terjebak dalam desa itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rozh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 13. Bertemu Hendra Kembali

Saddam membalik wajahnya. "Astaghfirullah, kau ngagetin aja sih, Gung!" Rupanya, yang menepuk pundak Saddam adalah Agung.

"Kau tadi aku panggil diam aja dan terus nyelonong," jawab Agung.

"Tumben berani sendirian?" Saddam menatap curiga Agung.

"Sendirian apanya, aku sama Diro dan Viko ngambil selimut dan lain-lain, nih mereka mau ke kamar bareng, kau dipanggil diam aja!" Agung bersidekap tangan di dada.

"Eh, aku tadi fokus ke kamar aja sih, nggak merhatiin kalian." Saddam baru menyadari dan melihat, dia memang berada di antara pintu kamar Viko dan dinding kamarnya. "Ya udah, ayo bareng!" ajak Saddam.

"Udah semua 'kan?" Saddam memastikan kembali jika tidak ada yang ketinggalan. "Selimut, bantal kesukaan kalian, charge atau apapun, udah? Aku nggak mau diganggu kalo udah tidur nanti," terang Saddam.

"Iya, iya, udah nih!"

Mereka berempat pun menuju ke kamar dan tidur bersama.

Semakin malam, rasanya semakin mencekam, padahal tiga pemuda tadi sudah lemas dan cukup lelah, namun mata tak bisa terpejam.

"Dam, kau tidur?" Agung berbisik dan menoleh pada Saddam yang berada di  tepi ranjang, sementara ditengah ada Diro dan Agung, lalu ditepi sebelah dinding Viko.

"Apa sih Gung, tidurlah, udah malam, ngantuk!" Saddam menjawab dengan malas sambil mata terpejam.

"Aku nggak bisa tidur, kau nggak dengar itu, suara di luar?"

"Itu suara angin, daun beradu daun kali diterbangkan angin. Udah kalian jangan mikir aneh aneh deh, mending tidur. Ini udah malam banget." Saddam menyamping memunggungi Agung, menarik selimutnya.

"Ih, dasar ini anak!" Agung menggerutu dan menoleh pada Diro yang juga menatapnya, sementara Viko juga sudah memejamkan mata dengan posisi tubuh menelentang.

"Udah Dir, Gung, mending kalian pejamkan mata, baca ayat kursi, ayat pendek, doa tidur dan berdo'a," kata Viko. Kemudian juga membelakangi Diro menghadap ke arah dinding.

Agung dan Diro berusaha memejamkan mata, namun suara-suara aneh makin terdengar, apalagi seolah ada yang bolak balik di depan pintu kamar mereka.

"Meow! Meow! Ssstt meow!" Terdengar suara Roni dan Roni, seolah marah, suara mereka seperti kucing jantan sedang berkelahi memperebutkan wilayah.

Agung dan Diro saling berpegangan tangan, menarik selimut sampai menutupi kepala mereka. "Baca do'a!" bisik mereka ketakutan sampai tertidur dengan sendiri.

Teriak cahaya mentari menyilaukan mata di sebalik gorden jendela yang bercorak bunga-bunga model lama.

Mereka berempat menggeliat. Saddam yang lebih dulu bangun, duduk dan melihat jam. Kemudian di susul oleh Viko.

"Gimana rasanya badanmu Vik? Tidurmu nyenyak?" tanya Saddam.

"*Alhamdulillah*, udah enakan," jawab Viko.

Viko melihat Diro dan Agung yang tertidur pulas, sambil berpegangan tangan. "Sepertinya mereka baru tertidur ya?" ujar Viko.

"Kayaknya. Aku mau mandi, mau mandi bareng?" tanya Saddam.

"Iya, ayo! Aku ambil handuk dan sabun dulu di kamar.

"Oke!" Saddam berdiri mengambil kotak sabun dan handuknya, lalu berjalan beriringan dengan Viko, menunggu Viko di pintu kamar untuk mengambil handuk dan sabun, lalu mandi bareng di kamar mandi yang bersebelahan.

Usai mandi, mereka berdua membangunkan Agung dan Diro agar segera kedua pemuda itu bangun dan membersihkan diri.

"Nek." Saddam mengetuk pintu kamar yang nomor empat, paling ujung, kamar Nek Raisyah. Empat pemuda itu sudah berkeliling sekitar rumah dari tadi, tidak menemukan nenek, makanya pilihan terakir mengetuk pintu.

"Tak ada sahutan, nenek ketiduran kali, semalam kan tidurnya sudah larut banget," ujar Viko.

"Ya sudahlah, kalau gitu kita pergi duluan," ungkap Diro.

"Iya," sahut Agung juga.

Mereka berempat pun pergi dan mengunci pintu dari luar menuju ke rumah Bang Irul.

"*Assalamualaikum*."

"*Wa'alaikumsalam*. Duduklah, baru bangun ya kalian?" sapa Bang Irul yang duduk di depan teras rumahnya.

"Iya, bang," jawab Viko tersenyum ramah.

"Eh, jumpa lagi kita," sapa laki-laki pada Agung.

"Eh, iya Bang Hendra. Kenalin Bang, ini kawan-kawan aku yang juga PL di sini," jawab Agung.

"Viko."

"Diro."

"Saddam."

Mereka bertiga saling bersalaman dan berkenalan dengan Hendra yang waktu itu berkenalan dengan Agung di rumah Nek Raisyah.

"Bang Hendra ini ketua pemuda di kampung kita," terang Bang Irul memperkenalkan.

"Jika kalian ada apa-apa, butuh bantuan, jangan sungkan, kalian bisa cerita sama saya," sambung Hendra.

"Iya, makasih bang," jawab Viko.

Mereka berbincang sebentar saling sapa perkenalan dengan Hendra dan tim tambahan lainnya yang belum berkenalan dengan mereka bertiga, barulah mereka membahas perihal pelebaran jalan.

"Oh, jadi simpang tiga itu dikerjakan paling terakir pas finis aja Bang?" tanya Agung.

"Iya, Gung."

"Emangnya, kalau boleh tahu, kenapa ya bang?" Diro bertanya. "Ah, maaf, soalnya kamu pendatang baru, jadi banyak yang tidak kami ketahui," sambungnya lagi.

"Kan aku udah bilang sama kalian, sejak terjadinya kecelakaan itu, daerah itu angker," jawab Bang Irul.

"Iya, maksudnya kok bisa begitu? Kan cuma kecelakaan, ditempat lain juga ada kecelakaan, nggak ada gitu."

"Karena korbannya tujuh gadis," jawab Hendra. "Pokoknya jadi begitu, cita-cita mereka banyak yang belum kesampaian, keinginan ini itu," lanjut Hendra.

"Oh, kayak hantu penasaran gitu?" celetuk Agung.

"Ya, mungkin kurang lebih begitu dan kalian malah milih tinggal di sarangnya, kayak nggak ada tempat lain aja," ujar Hendra.

Bang Irul sedikit melirik ke arah Hendra. "Nggak boleh gitu Hend, jangan nakut-nakutin mereka."

"Bukan nakutin, ngomongin fakta Rul,  semua orang juga tahu kan, penampakan yang sering muncul itu, anak bungsunya!" Hendra menatap Bang Irul tajam.

Beberapa orang yang duduk di sana juga tampak berwajah serius.

"Hust, udah, udah, kalian mending nggak usah tahu apa-apa deh. Kalian fokus aja sama PL, trus ikuti pantangan dan larangan. Kayak jangan makan sembarangan, jangan berkeliaran di simpang tiga, jangan berprilaku buruk, lagian kalian PL kan cuma kurang lebih 3 bulanan kan?"

"Iya, Bang. Kita mending fokus tentang rencana jalan aja, kami mah ikut apa arahan Abang sebagai kepala tim kami." Viko berkata ramah dan tersenyum.

Mereka pun membahas tentang pelebaran jalan, rincian dan lainnya.

"Nah, begitu aja, dua hari lagi Pak Johan akan kembali ke desa, jadi harapan beliau, besok dan lusa udah selesai yang sebelah sini!" tunjuk Irul berbicara kepada semuanya.

"Oke Bang," sahut mereka semua.

Istri Irul yang baru beranak satu, umur kurang lebih dua tahunan, keluar membawa nampan besar yang berisi nasi makanan.

"Mutia, sini duduk sama Abang," sapa Viko pada batita perempuan imut itu.

Gadis itu dengan lucu berjalan gemoy ke arah Viko, duduk di atas pangkuan.

"*Jo Bang iko dulu yo, ayah nolongan Amak dulu* — duduk sama Abang ya, ayah tolongin ibumu dulu," ucapnya memegang dagu putrinya.

"*Bia awak bantu sakali Rul* — biar aku bantuin juga, Rul," kata Hendra yang juga ikut berdiri.

Hendra, Bang Irul dan Istrinya menghidangkan makan bersama untuk semua tamu yang bertamu di rumah Irul.

"*Kicoklah samba buruak-buruak, Iko nan lai nyoh*. — Mari makan, hanya ini yang ada." Istri Bang Irul mengajak semua tamu makan.

Empat pemuda itu menatap menu makanan, ada gulai pisang, gulai durian mengkal, gulai ayam di campur batang talas, asam tempoyak ikan baung, Sambalado, terong bakar dan jengkol bakar, kukus daun ubi dan kacang panjang serta lalapan mentimun dan buah rimbang atau bahasa lainnya terong pipit.

"Emang pisang sama durian bisa di gulai?" Agung menatap dua gulai aneh itu.

"Nggak tahu, setahu aku, durian masak di makan pake ketan, kalo pun di masak, yang udah jadi tempoyak nggak sih?" Diro berbisik.

"Hahahaha. Kalian baru lihat ya? Cobain, ini enak!" Bang Irul langsung menyendokkan gulai durian ke dalam piring Agung dan Diro.

"Cobain, enak!"

Mereka berdua meneguk saliva, takut memakan dua makanan yang belum pernah mereka cicipi seumur hidup.

1
Ubii
Sebenarnya gadis di foto itu siapa ya? kok muncul terus/Speechless/
Ubii
rarww /Skull/
Ubii
merinding, gak bisa bayangin /Sweat/
Ubii
keren ceritanya, dari sekian banyak yang aku baca, ini sangat menarik /Angry/ aku tunggu kelanjutannya ya!
Rozh: Oke, terimakasih, semoga suka dan terhibur sampai cerita ini tamat 🌹
total 1 replies
Ubii
lagi tegang-tegangnya malah di bikin ngakak/Facepalm/
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!