"Ah...ini di kantor! Bagaimana jika ada yang tau! Kalau istrimu---" Suara laknat seorang karyawati bernama Soraya.
"Stt! Tidak akan ada yang tau. Istriku cuma sampah yang bahkan tidak perlu diingat." Bisik Heru yang telah tidak berpakaian.
Binara Mahendra, atau biasa dipanggil Bima, melihat segalanya. Mengintip dari celah pintu. Jemari tangannya mengepal.
Namun perlahan wajahnya tersenyum. Mengetahui perselingkuhan dari suami mantan kekasihnya.
"Sampah mu, adalah harta bagiku..." Gumam Bima menyeringai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
None
"Dirumah Sulis? Kamu tidak masak?" Tanya Sutini mengerutkan keningnya. Menelan ludah, bersiap-siap menerima amukan menantunya.
Tapi.
"Maaf, aku dan Pino hanya penyewa kamar mulai sekarang. Aku sudah memberikan uang sewa 1,5 juta pada Heru." Jawab Dira penuh senyuman tenang.
Sutini menghela napas kasar."Kalau begitu, berikan uang untuk mengasuh Pino. Ibu beli makan di luar saja."
"Ibu mertuaku yang cantik. Aku berhenti bekerja di tempat yang lama. Kemudian mulai bekerja di tempat yang baru, lusa. Kebetulan aku join bisnis dengan kenalan lamaku. Dia menyukai anak-anak, katanya dia mengijinkan aku membawa Pino ke tempat kerja. Ya... daripada anakku terkunci di rumah sendirian, lebih baik aku bawa ke tempat kerja." Jawaban tenang penuh senyuman dari Dira yang tengah menikmati teh, sembari mengawasi putranya yang tengah belajar.
"Ke... kenalan? Kenalan lama siapa?" Tanya sang ibu mertua, tidak ingin ada drama menantu kesayangannya yang paling baik hati dan perhatian selingkuh.
"Mantan pacarku..." Dua kata dari mulut Dira, benar-benar membuat jantung Sutini hampir berhenti berdetak.
Masih teringat di benaknya, bagaimana Dira menolak perjodohan hingga mengancam bunuh diri, hanya karena pacar pertamanya yang dari tidak memiliki apa-apa.
Susah payah Lukman dan Fira (orang tua Dira) untuk memisahkan mereka. Bahkan dengan sengaja, menyewa preman palsu, seakan-akan penagih hutang yang mengancam Dira, menagih hutang almarhum kedua orang tua sang mantan.
Pria yang bahkan tidak diketahui nama dan wajahnya oleh Sutini. Setelah 8 tahun berlalu pria itu kembali mengancam rumah tangga putranya.
"Tidak boleh! Heru tidak akan setuju---" Kalimat Sutini disela.
"Heru setuju dengan mudah. Katanya dia dari awal tidak mencintaiku." Dira berusaha tersenyum, benar-benar berusaha. Masih terlihat tenang."Ibu mertua ingat, hal yang ibu katakan pada hari pernikahanku dan Heru?"
Sutini menelan ludahnya tertunduk sejenak. Kala itu pada akhirnya Dira setuju, karena Lukman berbicara baik-baik pada manatan pacar Dira. Memutuskan hubungan untuk kebahagiaan Dira, dengan berpura-pura berselingkuh. Hingga Dira bersedia menikah dengan Heru.
"Tidak ingat..." Jawab Sutini tertunduk.
"Saat itu ibu mertua mengatakan, agar aku berusaha mencintai Heru. Melayani dan menjadi istri yang baik. Heru akan dapat mencintaiku..." Wanita yang tersenyum, menahan rasa perih di hatinya."Sudah 8 tahun, itu bohong bukan?"
Sutini berusaha tertawa, mencairkan suasana."Buktinya ada Pino diantara kalian. Pasti kalian saling mencintai kan?"
"Awalnya memang sulit, tapi aku berusaha mencintainya yang tidak peduli padaku. Hingga pada akhirnya aku dapat benar-benar mencintainya. Dengan lahirnya Pino aku benar-benar bahagia. Tapi apa ibu ingat, saat Pino lahir, Heru malah pergi touring dengan teman-temannya dari club motor?" Dira menghela napas kasar, menghapus air matanya yang mengalir.
"Ibu...aku lelah... karena itu berhentilah berbohong tentang wanita yang dicintai Heru. Dan perlakukan aku sebagai penyewa kamar, bukan menantu. Hingga menantu ibu yang asli datang, dan Heru memintaku pergi dari rumah ini." Lanjutnya, wanita yang tersenyum.
"Coba hitung lagi, ini dicoret. 8 dirubah menjadi 18. 18 dikurang 9 berapa?" Tanya Dira mengalihkan perhatiannya pada Pino yang terlihat kebingungan.
"9!" Jawab Pino bersemangat.
"Pintar! Ayo lanjutkan..." Dira mengusap pucuk kepala Pino.
Tapi malah kepala mertuanya yang sakit. menghela napas."Dira, ibu menentang Soraya...ibu berpihak padamu. Jangan marah ya? Jangan bekerja di tempat yang ada mantan pacarmu. Ingat selingkuh itu tidak baik."
"Aku pergi bekerja untuk mencari uang. Bukan untuk berselingkuh, lagipula mantan pacarku itu impoten. Kami juga sekarang cuma partner, untuk membuka usaha konveksi." Dira menggeleng-gelengkan kepalanya heran. Tidak mungkin dirinya dan Bima kembali memiliki perasaan.
Alasannya, pertama Bima dulu berselingkuh. Selingkuh adalah penyakit, selamanya tidak akan berubah. Kecuali kepalanya digetok kemudian hilang ingatan. Kedua, sifat Bima sudah berubah jauh sekarang. Jika dulu romantis, bucin mampus, sekarang benar-benar menyebalkan, menebarkan aura penghinaan dan permusuhan tingkat tinggi.
"Dia impoten? Syukurlah! Terimakasih ya Tuhan..." Ucap Sutini begitu gembira, tapi kembali melirik ke arah menantunya.
"Dira...kamu kembali masak ya? Uangmu yang ada di tangan Heru biar ibu yang menagihnya. Nanti ibu kembalikan 600.000, seperti biasa uang untuk menjaga Pino 900.000." Ucap sang ibu mertua, duduk tengil di samping menantunya tersayang.
Dengan cepat Dira bergeser, tidak ingin dekat-dekat dengan mertuanya tersayang yang membawa jutaan virus dan bakteri.
"Ogah!" Jawab Dira sengit.
"Ayolah...ibumu, menitipkanmu padaku. Aku memperlakukanmu seperti putriku sendiri. Ibu juga sayang Pino." Sutini kembali mendekat.
Dira kembali bergeser menjauh."Sudah lihat handphone? Cucu ibu tersayang terluka. Dan ibu masih bisa menginap di rumah Sulis?"
"Pino kan mandiri. Tidak seperti Mela yang---" Kalimat Sutini disela.
"Pino baru 6 tahun! Mela 9 tahun! Kalau Sulis mau berlibur menginap, sekaligus bawa anaknya sekalian! Kenapa anaknya ditinggal!" Teriak Dira murka, mengingat Pino yang kehilangan banyak darah akibat kejadian kemarin.
"Jarot berselingkuh, Sulis membawanya berlibur untuk memperbaiki hubungan. Jika ada Mela, kemesraan mereka dapat terganggu. Bagaimana jika Sulis bercerai, karena Jarot berpaling." Ibu mertua kembali tersenyum merayu.
"Peduli setan! Lagipula suamiku juga berselingkuh! Kenapa aku harus peduli urusan orang lain, sedangkan rumah tanggaku saja kacau balau." Dira berusaha tersenyum dengan tenang, menikmati teh dulu. Agar mulutnya tidak menyemburkan api.
"Kita ini keluarga, jadi harus saling membantu." Mulut sang ibu mertua benar-benar lemas untuk berucap.
"Yah... kalau membantu orang cacat sih aku mau. Ini Jarot dan Sulis kan sehat masih dapat bekerja." Dira menjeda kata-katanya sejenak."Ibu mertuaku tercinta, dengar ini. Mulai sekarang kita kelola rumah tangga ini dengan sistem yang adil. Dan ini adil versiku."
"Ta...tapi ada istri yang berbakti, menemani suaminya yang cacat, walaupun suaminya tidak dapat mencari nafkah. Istrinya tetap bersabar." Sutini memberikan contoh teladan.
"Mau aku buat Heru cacat dulu." Tanya Dira, menggenggam kue kering hingga patah berkeping-keping.
"Tidak..." Sutini tertunduk kembali berfikir."Walaupun Heru punya istri baru, jabatan Heru kan manager, jadi---"
"Ibu mertua fikir ini jaman dulu, dimana seorang kaisar dapat memiliki 3000 selir." Dira mengangkat salah satu alisnya.
"Ta...tapi, ada istri yang rela untuk dimadu---"
"Berikutnya ibu pasti memberikan contoh lengkap, dimana ada banyak istri baik bak malaikat yang bersabar walaupun memiliki madu. Kalau itu benar, menurut logika ibu mertuaku tercinta. Kenapa tidak nikahkan Jarot dengan selingkuhannya saja, agar Sulis dapat menjadi istri yang baik." Kalimat yang diucapkan Dira pada akhirnya.
Plak!
Satu tamparan dilayangkan oleh Sutini. Apapun yang dikatakan Dira dirinya tidak pernah menggubris atau mengambil hati. Karena mengetahui bagaimana menantunya bekerja keras untuk keluarga, tanpa mendapatkan imbalan apapun. Tapi kali ini mengatakan lebih baik membiarkan Jarot menikahi selingkuhannya?
Pipi Dira memerah, terasa kebas. Wanita itu perlahan tersenyum, kemudian berucap."Jika putrimu yang mengalaminya itu adalah musibah. Tapi jika aku yang mengalaminya, itu adalah berkah yang harus disyukuri. Darimananya ibu mertua menganggap ku seperti putrimu..."
"Dira...ibu tidak sengaja. La... lagipula jangan berkata tentang Sulis---"
Namun terlambat, Dira tidak marah atau mengomel lagi.
"Pino sayang pintar! Sudah bisa mengerjakan hitung susun. Ibu buatkan agar-agar setelah ini ya..." Ucap Dira pelan.
"Iya!" Pino terlihat bersemangat, kembali mengerjakan soal latihan buatan ibunya.
"Di... Dira, i...ibu---" Tidak ada kemarahan atau apapun. Dira hanya berjalan menuju dapur, melangkah melewatinya. Bagaikan menganggap Sutini tidak ada. Ini bahkan lebih buruk dibandingkan kemarahan dan mulut pedas menantunya.
Lebih baik dimarahi, daripada dianggap tidak ada seperti ini...
gedek banget sama tu anak
,😡
👍🌹❤️🙏