Apa jadinya kalo seorang anak ketua Organisasi hitam jatuh cinta dengan seorang Gus?
Karena ada masalah di dalam Organisasi itu jadi ada beberapa pihak yang menentang kepemimpinan Hans ayah dari BAlqis, sehingga penyerangan pun tak terhindarkan lagi...
Balqis yang selamat diperintahkan sang ayah untuk diam dan bersembunyi di sebuah pondok pesantren punya teman baiknya.
vagaimanakah kisah selanjutnya?
Baca terus ya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Irma pratama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pahala
Balqis yang sudah sehat kembali ke aktivitasnya. Dia shalat berjama'ah bersama yang lain di mesjid. Kemudian tadarus bersama menjalankan rutinitas yang sejak dulu sudah dijalankan.
"Bismillahirrahmannirrah iim."
"(1) iżā waqa'atil-wāqi'ah."
"(2) laisa liwaq'atihā k āżibah."
"(3) khāfidatur rāfi'ah."
"(4) iżā rujjatil-ardurajjā."
"(5) wa bussatil-jibālubassā."
"(6) fa kānat habā`am mumbaśśā."
"(7) wa kuntum azwā jan salāšah."
Di setiap ayat surah Al-Waqiah dibacakan semua santri, Balqis sejak tadi hanya diam memperhatikan sambil beberapa kali menguap. Dia menopang dagu dengan anteng. Sedangkan matanya menatap Al-Qur'an yang dipegang Melodi.
"Mel, ini kapan selesainya, sih?"
Melodi memberikan intruksi dengan telunjuk jarinya agar Balqis diam dan fokus mengaji.
"Ck... Lama, Mel."
Balqis sangat tidak menyukai situasi ini. Mau keluar pun tidak bisa karena pintu dijaga.
Iishhh.. nyebelin banget!
"Balqis, kenapa kamu tidak ikut tadarus?"
Balqis tidak tersenyum. Dia malah memasang wajah datarnya.
"Menurut lo gue harus ngelakuin itu?"
"Mengaji itu kewajiban untuk setiap muslim. Kita harus membacanya, memahaminya, menghapalkannya, mengamalkannya,"
"Cih..."
Balqis mendengus kesal. Dia tidak melirik perempuan yang wajahnya sangat tegas itu.
"Buka Al-Qur'annya,' "
"Cih, buat apa dibuka? percuma juga, gue nggak bisa bacanya,"
Perempuan itu mengeryitkan alisnya. "Kalau tidak bisa membacanya, kamu harus mendengarkan. Dengan mendengarkan kamu sudah mendapatkan pahala."
Balqis pun hanya memghela napas kesal lalu terdiam. Dia melirik sekilas perempuan itu yang kembali ke tempatnya.
"Pahala? Apa itu pahala?"
Balqis terlihat kebingungan. Dia yang tiba-tiba penasaran menempelkan dirinya pada Melodi.
"Mel, apa itu pahala?"
"Pahala itu balasan kebaikan dari Allah atas segala amal baik yang dilakukan oleh manusia. Contohnya seperti kamu barusan. Kamu mendengarkan kita membaca Al-Qur'an, berarti kamu mendapatkan pahala."
Balqis mengangguk-ngangguk. "Jadi gimana?"
Melodi tersenyum. Anggukan Balqis barusan memang terlihat paham, tapi nyatanya dia masih belum memahaminya.
"Jadi bila kamu melakukan amal kebaikan, kamu akan mendapatkan pahala. Contohnya seperti membantu orang,"
"Jadi Gue harus bantu orang supaya dapet pahala?"
"Tidak hanya membantu orang saja. Masih banyak yang lainnya, asalkan mengerjakan amal kebaikan,"
"Ouh!" Balqis mengangguk-ngangguk lagi. Tapi entah anggukan paham atau tidak.
"Qis, kamu ingin tahu banyak tentang amal kebaikan dan keburukan tidak? Bila ingin tahu kamu bisa mengikuti pengajian yang sering diadakan seminggu sekali di mesjid "
"Kapan?"
"Empat hari lagi. Pengajian akan dipimpin langsung Aby Arsalan. Pembahasannya juga mudah dimengerti. Pasti kamu akan cepat paham,' "
"Hmmm. Harus ikut ya?' "
"Tentu harus. Agar kamu mengetahui banyak hal yang belum kamu ketahui tentang kewajiban orang muslim. Bila kamu mendengarnya pasti kamu akan mengerti."
"Emang para santri disini bakalan ikut pengajian juga?"
"Sebagian. Karena pengajian nanti akan dihadiri masyarakat sekitar. Santri bila ingin ikut bisa hadir, bila tidak ingin juga tidak apa-apa, tidak diharuskan juga."
"Gue gimana ntar aja ya, Mel." Melodi pun mengangguk sambil tersenyum. Kemudian membuka surah selanjutnya. Sedangkan Balqis, dia masih sama seperti tadi yang mendengarkan.
Setelah beberapa menit. Mengaji akhirnya selesai, semua santriwati berbondong-bondong keluar mesjid di pintu yang berbeda dengan santriwan.
"Hoam!"
Balqis yang terakhir keluar menggeliat sambil menguap. Rasa ngantuk tiba-tiba menyerangnya tanpa diminta. Detik kemudian, rasa ngantuk itu hilang tergantikan dengan mata yang berbinar.
"Qis, ayo?" ucap Melodi sambil menarik tangan Balqis agar bergerak dari tempatnya berdiri.
"Mel, santri cowok disini kok ganteng-ganteng. Kayaknya kok gue pengen bawa pulang semuanya ya.." celotehnya.
Melodi menggelengkan kepalanya. Dari awal Balqis masih sama, bila melihat laki-laki matanya akan berbinar-binar seperti ada pelangi dimatamu.
"Gus Zaigham!"
Melodi langsung memalingkan wajahnya. Dia mendadak nervous saat melihat Zaigham masuk ke mesjid. Padahal mereka tidak saling lirik satu sama lain, tapi hal itu membuatnya malu.
"Heh... Kenapa pipi lo mendadak merah kayak kepiting rebus sih, Mel?"
Balqis mencolek dagu Melodi. Dia memasang wajah menggoda karena temannya itu malu-malu kucing.
"Cih... Pangeran lo pagi ini secerah salju,"
"Salju!"
"Yupz. Bening dan dingin kayak istana yang dibuat Rapunzel dari ice," jelas Balqis sambil tersenyum menggoda. Sementara Kening Melodi mengerut.
Sejak kapan Rapunzel membuat istana dari ice?
"Dia Ganteng banget loh, Mel!"
"Qis, Rapunzel tidak membuat istana, yang ada dia di kurung dalam menara. Dan mungkin maksud kamu Frozen,"
"Nah, itu... maksud gue, Frozen."
Melodi tersenyum menggelengkan kepalanya. Bagi Melodi Balqis itu sangat lucu. Meskipun kata orang lain dia menyebalkan.
"Ayo, Mel?"
Balqis menarik tangan Melodi membuatnya yang tengah memperhatikan ke dalam mesjid teralihkan.
"Qis, karena sekarang kamu sudah sehat lanjutkan hukuman kamu! Kamu masih punya enam hari lagi untuk menyelesaikannya!"
Langkah Balqis terhenti. Dia sangat sebal melihat Badriah mengingatkan hukumannya yang harus dilanjutkan.
"Besok aja gimana? Gue bakalan kasih lo duit deh ya, buat ngeringanin hukuman. Berapa pun yang lo minta gue bakalan kasih deh,"
Badriah menggelengkan kepalanya tanda menolak. Dia pun memberikan sapu lidi agar Balqis cepat menyelesaikan hukumannya sekarang.
"Dan jangan lupa, bersihkan juga daun bunga."
Dengan wajah ditekuk, Balqis melepaskan genggaman tangan Melodi. Dia mengambil sapu dan mulai menyapu halaman lagi yang mendadak lebih kotor dari sebelumnya.
"Melodi, kamu masuk!"
Sebelum pergi ke kobong, Melodi melirik Balqis terlebih dahulu. Dia merasa kasian padanya karena harus beres-beres, tapi mau bagaimana lagi dia tidak bisa membantu.
"Melodi cepat!"
Melodi segera pergi. Dia melangkahkan kakinya begitu cepat karena mata elang Badriah masih mengekori.
Sedangkan Balqis, dia menyapu dedaunan yang berserakan. Meskipun cukup melelahkan, dia tetap melakukannya agar cepat selesai.
Dan.... Dedaunan saja belum disapu semuanya, Balqis sudah beralih membersihkan bunga-bunga yang berjajar rapih. Bunga pagi ini sangat cantik, mereka mekar dengan kompak memberikan keharuman dan keindahan.
"Astaghfirullah!"
Balqis menoleh. Dia melihat Ummi Fatimah yang menepuk jidat di teras. Kemudian masuk kembali.
"Ck... Kenapa lagi sama emak-emak itu?" gumam Balqis sambil mendecih.
"Lihat, Azizah?"
Balqis kembali menoleh. Kali ini yang keluar bukan hanya Ummi Fatimah, melainkan Ning Azizah, Gus Zaigham dan Gus Alditra di belakang.
"Apalagi sih? Ganggu aja deh! Udah kayak liat hantu aja kagetnya."
"Balqis!"
Merasa namanya dipanggil, Balqis lagi-lagi harus menoleh. Dia menunjukkan wajah hangat sebaik mungkin agar tidak keliatan kesal.
"Qis, kenapa kamu memetik semua daun bunga?" tanya Ning Azizah.
"Loh, emangnya kenapa? Ada yang salah, ya?" Balqis bertanya balik sambil memperhatikan bunga-bunga yang sudah dibersihkannya.
Ning Azizah tersenyum karena sudah jelas yang dilakukan Balqis itu salah. Dia memetik semua daun tanpa meninggalkan satu pun. Dia hanya membiarkan bunga mekar di tangkainya.
"Hahahaha." Gus Zaigham tertawa kecil sambil menghampiri. Entah kenapa dia merasa gemas dengan tingkahnya yang berbeda.
"Kamu membiarkan bunga-bunga itu kedinginan, Qis."
Kening Balqis mengerut. Dia sama sekali tidak mengerti.
"Emangnya kenapa?"
"Coba deh kamu lihat, apa bunga-bunga itu keliatan cantik kalau tanpa daun?" titah Zaigham.
"Cantik, kok!" balas Balqis singkat dan cuek.
Gus Zaigham mengulum senyum. jawaban Balqis ternyata diluar dugaannya. Dia kira perempuan itu tidak akan menjawab cantik bila melihat bunga tanpa daun.
"Qis, disuruh siapa kamu membersihkan bunga?" tanya Ning Azizah.
"Badriah," jawab Balqis datar.
"Panggil dia Ustadzah. Kamu harus belajar menghormati orang yang lebih tua dari kamu," ujar Ning Azizah.
"Kenapa gue harus ngelakuin itu? orang dia aja nggak pernah ngehormatin gue! Bisanya cuma nyuruh-nyuruh, ngehukum orang dengan sesuka hatinya!" sahut Balqis.
Gus Zaigham yang mendengarnya tercengang. "Hah... Panggil saja semua orang sesuka hati kamu."
Ning Azizah hanya bisa tersenyum karena sifat angkuh Balqis masih melekat. Kemudian memanggil badriah untuk menghadapnya.
"Sambil menunggu Badriah, kamu selesaikan beres-beresnya." Balqis mengangguk. Kemudian kembali memetik daun bunga.
"Qis, sapu-sapu saja ya. Jangan lanjutkan memetik daun bunganya ." ucap Ning Azizah.
"Iya..." Jawab Balqis dengan ogah-ogahan.
Balqis beralih mengambil sapu. Dia menyapukan daun-daun itu dengan lambat dan tidak dikumpulkan.
Setelah beberapa menit Balqis menjalankan hukumannya, dia menjatuhkan sapu lidinya sambil bersandar pada pohon. Dia sangat kelelahan karena dari tadi harus menyapu.
Beberapa detik kemudian, matanya berbinar saat melihat gerbang terbuka lebar. Stamina yang hilang barusan secara tiba-tiba kembali berkoar di dalam dirinya.
Sebelum melangkahkan kakinya, Balqis memperhatikan sekitar terlebih dahulu. Kemudian berjalan biasa saja agar orang-orang tidak curiga bila dia akan kabur.
"Sedikit lagi, Balqis."
Senyuman Balqis mengembang. Dia sangat tidak sabar mencapai gerbang di depannya. Gerbang itu seakan-akan menyambut dirinya agar cepat keluar.
Tap!
Langkahnya berhenti. Kemudian menoleh ke belakang saat kerudungnya di tarik seseorang.
Anj**t siapa yang ini yang narik kerudung gue?
Balqis melirik siapa gerangan yang menari kerudungnya.
"Iisshh... Lepasin, Om Gus! Gue mau kabur." Balqis berdecak kesal.
Kemudian mencoba menarik kerudungnya yang ditarik Alditra tanpa ekpresi.
"Lepas nggak! Ini kesempatan yang bagus buat gue kabur!"
Alditra tidak melepaskan ujung kerudung Balqis. Dia menahannya agar dia tidak kabur.
"Aaarrgghhh... Lo kenapa sih Om bikin kesel aja?!" Balqis menyerah. Dia tidak bisa menarik kerudungnya begitu saja. "Hah.... Oke... Oke... Fine! Gue nggak jadi kabur."
Setelah Balqis mengatakan itu, Alditra melepaskan tarikannya. Kemudian memutar roda kursinya mendekati gerbang. Dia menutup gerbang itu dengan susah payah.
Cih... Dasar! Emang nyebelin banget tuh cowok!
Balqis yang melihat gerbang ditutup berkacak pinggang. Kemudian mendekat untuk melihat luar lebih jelas.
Degh!
Jantungnya seakan-akan berhenti berdetak. Dia sangat terkejut saat melihat Hamparan Sawah di sisi kanan kirinya. Juga pohon pohon yang berjejer di sepanjang sisi jalan. Terlihat juga ada beberapa warga juga yang berlalu lalang dan juga sedang menuai padi.
Pikiran Hana memutar. Ia masih ingat jelas malam tadi dan malam kemarin ketika akan melarikan diri.
Hah... Untung aja tadi malem gue nggak jadi kabur! Keadaan di luar sana sangat sepi. Nggak ada rumah satu pun.
Balqis melangkahkan kakinya. Dia memegang besi gerbang seperti tahanan yang ingin keluar. Dia menatap jalanan sambil cemberut.
Alditra yang melihat Balqis mematung membiarkannya saja. Dia meninggalkannya setelah tugas mengunci gerbang selesai.
"Om Gus, tunggu!"
Helaan napas terdengar jelas dari bibir tipis Alditra. Dia kesal karena Balqis lagi-lagi menarik kursinya.
Hah... Sampai kapan saya harus diganggu perempuan ini?
"Om Gus, buka gerbangnya bentar ya! Gue mau jalan-jalan di luar, bentar aja!"
Alditra menggelengkan kepalanya. Dia memberikan isyarat melalui tangannya.
"Ditulis, Om Gus. Ditulis. Nggak paham gue!"
Alditra mengambil buku kecil, kemudian berkutat menulis sesuatu. Setelah itu menunjukkannya pada Balqis.
(Beres-beres, hukuman kamu belum selesai.)
"Aiisshh! Dunia ini sangat tidak seru." gerutu Balqis sambil menghentakkan kakinya.
Dia kesal karena Alditra mengingatkannya pada hukuman. Dia pun pada akhirnya mengambil sapu lidi dan kembali menyapu.