NovelToon NovelToon
Pernikahan Palsu Dadakan

Pernikahan Palsu Dadakan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / CEO / Cinta setelah menikah / Nikah Kontrak / Pernikahan Kilat / Identitas Tersembunyi
Popularitas:1.6k
Nilai: 5
Nama Author: Volis

Adriella menjalani hidup penuh luka dalam balutan kemewahan yang semu. Di rumah milik mendiang ibunya, ia hanya dianggap pembantu oleh ayah tiri dan ibu tirinya. Sementara itu, adik kandungnya yang sakit menjadi satu-satunya alasan ia bertahan.

Demi menyelamatkan adiknya, Adriella butuh satu hal, warisan yang hanya bisa dicairkan jika ia menikah.

Putus asa, ia menikahi pria asing yang baru saja ia temui: Zehan, seorang pekerja konstruksi yang ternyata menyimpan rahasia besar.

"Ini pasti pernikahan paling sepi di dunia,” gumam Zehan.

Adriella menoleh pelan. “Dan paling sunyi.”


Pernikahan mereka hanyalah sandiwara. Namun waktu, luka, dan kebersamaan menumbuhkan benih cinta yang tak pernah mereka rencanakan.

Saat kebenaran terungkap dan cinta diuji, masihkah hati memilih untuk bertahan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Volis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24. Tertangkap

Malam mulai turun saat Adriella sampai di rumah. Ia membuka pintu kamar perlahan dan melangkah masuk, namun tidak menemukan Zehan di sana. Ranjang rapi, lampu meja menyala, dan jaket Zehan tergantung di balik pintu.

Setelah mengganti pakaian dengan pakaian rumah yang nyaman, Adriella turun ke dapur. Di sana, ia menemukan Alessia duduk di meja makan sambil menikmati semangkuk es krim stroberi.

“Kamu lihat Zehan?” tanya Adriella sambil menuang segelas air putih.

Alessia menunjuk ke arah pintu samping. “Tadi dia ke taman belakang. Kayaknya dari tadi nggak balik.”

Adriella mengangguk, lalu melangkah ke arah pintu kaca yang menghubungkan dapur ke taman belakang. Begitu pintu dibuka, angin malam yang sejuk langsung menyapa kulitnya.

Di bawah cahaya lampu taman yang temaram, Adriella melihat sosok Zehan duduk tenang di bangku kayu di bawah pohon besar. Di pangkuannya, seekor kucing Ragdoll berwarna putih-kelabu tampak nyaman meringkuk sambil mengeong pelan.

Zehan membelai kepala kucing itu dengan lembut. Ia menoleh saat mendengar langkah Adriella.

“Kamu udah pulang,” ucapnya pelan.

Adriella tersenyum dan melangkah mendekat. “Iya. Kamu ngapain di sini?”

Zehan menoleh ke pangkuannya. “Nemuin teman baru. Tadi si Ragdoll ini datang sendiri. Kayaknya kucing tetangga.”

Adriella duduk di sampingnya. Suasana tenang, hanya suara jangkrik dan dedaunan yang terdengar.

“Rasanya hari ini panjang banget,” gumam Adriella.

Zehan mengangguk. “Tapi kamu berhasil lewatin semuanya.”

Adriella memandang ke arah langit yang mulai gelap. “Aku nggak akan bisa tanpa kamu.”

Zehan tersenyum, lalu menggenggam tangan Adriella di atas bangku kayu itu.

“Kamu hebat, Del. Cara kamu menghadapi semuanya, aku bangga.”

Adriella tersenyum kecil. “Aku juga takut, Zehan. Tapi waktu aku lihat Bara dan Andre, aku sadar aku harus berdiri tegak. Bukan cuma buat perusahaan, tapi buat diriku sendiri.”

Zehan mengangguk pelan. “Kamu sudah lakukan itu dengan luar biasa.”

Kucing di pangkuan Zehan mengeong pelan, membuat keduanya tertawa kecil.

“Sepertinya dia setuju,” ucap Zehan sambil mengelus lembut kepala si Ragdoll.

Malam itu mereka duduk cukup lama, hanya berbicara tentang hal-hal kecil, membiarkan beban hari itu larut dalam kehangatan satu sama lain.

Malam makin larut ketika Adriella dan Zehan kembali ke kamar mereka. Setelah berganti pakaian dan merapikan tempat tidur, suasana terasa tenang dan hangat. Adriella sedang menyisir rambutnya di depan cermin ketika Zehan membuka suara.

“Aku dapat kabar dari proyek hari ini,” katanya sambil duduk di sisi ranjang, tubuhnya bersandar ringan pada dinding.

Adriella menoleh dengan minat. “Kabar apa?”

Zehan tersenyum tipis. “Ada pesanan baru. Proyek renovasi butik di pusat kota. Kliennya cukup besar dan kelihatannya serius. Besok aku akan ketemu langsung buat bahas desain dan timeline.”

Mata Adriella berbinar. “Wah, selamat ya! Kamu memang pantas dapat kepercayaan itu.”

Zehan mengangguk pelan. “Aku juga nggak nyangka bakal dapat proyek lagi secepat ini. Tapi rasanya semangatku jadi nambah belakangan ini.”

Adriella menoleh penuh ke arahnya. “Karena aku?” godanya sambil tersenyum.

Zehan tertawa kecil. “Karena kita. Karena rasanya semua ini mulai berarti.”

Ia menatap Adriella dalam-dalam, dan suasana kamar pun kembali sunyi.

🍁🍁🍁

Keesokan harinya, Zehan bangun lebih awal dan bersiap dengan rapi. Setelah sarapan bersama Adriella dan keluarga Bastian, ia mengambil helm motor dan berdiri di depan pintu.

“Ayo, aku antar kamu ke kantor dulu,” katanya.

Adriella yang masih sibuk merapikan tas menoleh dan tersenyum. “Kamu yakin nggak keberatan? Bukannya kamu ada pertemuan hari ini?”

“Justru itu alasannya. Aku pengen mulai hariku dengan nganterin kamu.”

Mereka naik motor berdua menuju perusahaan. Angin pagi yang segar menemani perjalanan mereka yang tenang. Sesampainya di depan gedung, Zehan berhenti dan menoleh ke Adriella.

“Doain aku, ya. Semoga proyek ini bisa berjalan lancar.”

“Kamu pasti bisa,” kata Adriella, lalu tersenyum lembut.

"Jika pertemuannya berjalan lancar, bagaimana kalau kita dinner?" usul Zehan.

"Benarkah?" tanya Adriella.

Zehan tertawa pelan. “Tentu saja. Malam ini, aku akan ajak kamu makan malam di restoran bintang lima. Anggap saja hadiah buat kita berdua.”

“Oke. Aku akan menunggu dan melihat di restoran mana kamu akan membawaku.” Ujarnya, lalu mengecup pipi kanan Zehan.

Zehan membalas mencium pipi Adriella juga dengan cepat.

"Ah, Zehan! Make-up ku pasti rusak karena kamu." Kesal Adriella.

"Tenang, nggak luntur kok." Ucap Zehan.

Zehan melambaikan tangan sebelum kembali melaju ke pusat kota. Ia tiba di lokasi pertemuan yang sudah disepakati sebuah bangunan butik lama di pusat kota. Tapi saat baru turun dari motor dan hendak masuk ke dalam, sesuatu yang tak terduga terjadi.

Beberapa mobil hitam berhenti mendadak di sisi jalan. Pintu-pintunya terbuka, dan sekelompok pria berbaju hitam keluar dengan langkah cepat.

Zehan tertegun. Ia mengenal mereka dengan sangat baik, para pengawal pribadi keluarganya, khususnya yang bekerja langsung di bawah ayahnya. Mereka adalah orang-orang yang biasanya dikirim untuk menjalankan tugas rahasia.

Tanpa pikir panjang, Zehan berbalik dan mulai berlari menyusuri jalan kecil di samping butik. Para pengawal itu langsung mengejarnya.

"Tidak mungkin, bagaimana mereka bisa tahu aku di sini?" pikir Zehan panik.

Keringat dingin membasahi pelipisnya. Ini jelas bukan pertemuan proyek biasa. Apa ini jebakan? Siapa yang mengatur ini? Apakah klien itu hanya umpan?

Langkah kakinya semakin cepat. Ia tahu satu hal pasti, ia harus kabur, sebelum mereka sempat menangkapnya.

Langkah Zehan berpacu dengan detak jantungnya. Ia berbelok tajam ke lorong sempit di antara bangunan tua, mencoba menjauh sejauh mungkin dari butik tempat ia dijebak. Nafasnya memburu, dadanya terasa sesak oleh adrenalin.

Langkah kaki para pengawal terdengar semakin dekat di belakangnya. Mereka terlatih, dan Zehan tahu itu. Ia mengenal mereka, dan itulah yang membuat segalanya lebih menakutkan.

Ia menuruni tangga darurat menuju gang belakang. Di sana, ia melihat sebuah pintu besi kecil terbuka sedikit. Tanpa ragu, ia menyelinap masuk dan berlari menyeberangi ruang sempit yang penuh tumpukan barang bekas.

Namun ketika ia keluar ke jalan lain, dua pengawal sudah menunggunya di sana.

Zehan mencoba berbalik, tapi satu pengawal lain muncul dari sisi kiri, lalu satu lagi dari kanan. Ia terjebak. Dalam hitungan detik, mereka mengelilinginya.

“Tuan Zehan Mikhael Batara,” ucap salah satu pria itu dengan suara datar namun tegas. “Kami diperintahkan untuk membawa Anda pulang.”

Zehan menggertakkan gigi. “Saya bukan tahanan. Kalian tidak bisa sembarangan menangkap saya seperti ini.”

“Kami hanya menjalankan perintah. Tolong ikut dengan tenang.”

Zehan menatap sekeliling, mencari celah, tapi semuanya tertutup. Akhirnya, dengan napas berat dan sorot mata penuh amarah, dia berkata. "Haruskah aku memakai itu?"

Salah satu pengawal yang memegang borgol mengangkatnya dan mengangguk.

Dengan sigap, mereka memborgol tangannya dan membawanya masuk ke mobil hitam yang telah menunggu di ujung gang. Pintu ditutup, dan mobil melaju tanpa suara.

Di dalam, Zehan menatap jendela dengan rahang mengeras. Dalam pikirannya hanya ada satu hal, ia harus kembali. Demi Adriella. Demi hidup yang ia pilih sendiri.

1
Mar lina
coba orang tua Zehan
menyelidiki tentang menantunya
yg blm mendapat restu...
pasti bakal kaget...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
emak sama anak
sama" gak tahu malu...
padahal mereka cuma numpang hidup...
yg punya kendali & peran penting adalah pemilik sah nya...
lanjut thor ceritanya
Mar lina
ya ampun bara...
semoga Pak Bastian
menendang kamu...
setelah melihat bukti...
Mar lina
semoga Bastian
murka terhadap Bara
setelah menerima buktinya...
lanjut thor ceritanya di tunggu up nya
aku sudah mampir...
dan baca sampai part ini...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!