Serra gadis 24 tahun harus menerima takdirnya menikah dengan seorang pria yang bernama Damar. Tetapi tidak pernah di anggap sebagai istri. Tinggal bersama mertua dan juga adik ipar yang ternyata selama pernikahan Serra hanya dimanfaatkan untuk menjadi pelayan di rumah itu.
Hatinya semakin hancur mengetahui perselingkuhan suaminya dengan sepupu sang suami yang juga tinggal di rumah yang sama dengannya. Segala usaha telah dia lakukan agar keluarga suaminya bisa berpihak kepadanya. Tetapi di saat membongkar hubungan itu dan justru dia yang disalahkan.
Serra merasa sudah cukup dengan semua penderitaan yang dia dapatkan selama pernikahan, Akhirnya memutuskan untuk membalas secara impas semuanya dengan menggunakan Askara paman dari suaminya yang bersedia membantunya memberi pelajaran kepada orang-orang yang hanya memanfaatkannya.
Jangan lupa untuk terus baca dari bab 1 sampai akhir agar mengetahui ceritanya.
follow ainuncefeniss.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nonecis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 14 Mulai Sadar Diri
Ternyata pembicaraan itu didengarkan oleh Serra yang kebetulan lewat dari kamar mertuanya itu.
"Jadi keluarga ini sebenarnya juga sama saja yang hidup hanya dibayang-bayangin kekuasaan orang lain dan sama sepertiku aku dan keluargaku hidup di bayang-bayang keluarga ini karena hutang Budi dan tidak bisa lepas dari semuanya," batin Serra.
"Mereka semua tidak terlalu berkuasa, tetapi terus menunjukkan kekuasaan, menakuti kaum lemah membuat tidak berdaya dan terus tunduk. Serra apa kamu akan membiarkan hidupku terus hancur di rumah ini dengan semua perlakuan orang-orang yang sebenarnya juga tidaklah ada apa-apanya?"
"Kenapa tidak mencoba Serra untuk mempertahankan harga diri agar tidak diinjak-injak oleh mereka. Mereka yang tidak pernah menghargai mu sedikitpun dan bahkan menganggap mu pelayan di rumah ini," batin Serra berbicara pada diri sendiri yang seolah memberi pencerahan.
Serra memasuki kamar dan melihat suaminya yang memasukkan pakaian ke dalam koper.
"Kamu mau ke mana Mas?" tanya Serra.
Damar tidak menjawab pertanyaan itu yang tetap melanjutkan pekerjaannya.
"Mas mau kemana?" Serra bertanya kembali.
"Kamu itu berisik tahu. Aku mau ke Luar Kota," jawab Damar.
"Untuk apa?" tanyanya.
"Apaan sih! Semua saja di tanyain untuk apa ini dan itu. Untuk apalagi jika bukan untuk bekerja," jawab Damar semakin kesal pada istrinya itu.
"Mas sendiri atau Maya juga ikut?" tanyanya.
"Cukup ya Serra semua pertanyaan kamu yang tidak perlu aku jawab. Maya mau ikut atau tidak itu bukan urusan kamu!"
"Itu menjadi urusan aku karena aku adalah istri. Mas," jawab Serra dengan menekan suaranya.
Damar terlihat kesal sampai membanting bajunya.
"Kamu semakin lama semakin melunjak. Aku sudah mengatakan jangan pernah ikut campur urusanku. Kau yang menganggap dirimu sebagai istri dan aku tidak pernah!" tegas Damar.
"Kenapa. Mas tega bicara seperti itu?" tanya Serra.
"Memang aku harus berbicara seperti apa? Apa aku harus berpura-pura hah! Aku ingatkan berkali-kali kepada untuk jangan pernah menggangguku dan terserah aku mau pergi dengan siapa. Aku berharap ini terakhir kali aku bicara denganmu!" tegas Damar yang sangat buru-buru sekali menyelesaikan pekerjaannya.
Ketika sudah memasukkan semua pakaian yang dia butuhkan ke dalam koper akhirnya Damar turunkan koper itu dari atas tempat tidur.
"Mas tunggu!" Serra masih menahan suaminya itu dengan memegang tangannya.
"Apalagi sih!" Damar langsung menepis dengan kasar.
"Mas, tolong kamu jaga perasaanku. Kamu tidak pantas berduaan terus dengan Maya dan apalagi ke Luar Kota bersama. Aku tahu bagaimana hubungan kalian. Jika Mas pasti mempertahankan pernikahan ini aku mohon tolong jangan dekat dengan Maya," ucap Serra dengan suara memohon penuh dengan permintaan.
"Lalu bagaimana jika aku tidak ingin mempertahankan pernikahan ini?" tanya Damar balik yang membuat Serra terdiam dengan jantungnya berdebar begitu kencang.
"Kau yang terlalu berlebihan menganggap pernikahan ini. Sementara aku sangat muak dengan pernikahan ini," ucap Damar yang begitu sangat menyakiti hati Serra dengan perkataan yang sampai menusuk uluh hati Serra.
"Jadi kamu benar-benar tidak peduli dengan pernikahan ini?" Serra masih mengharapkan jawaban suaminya yang bisa menenangkannya sedikit.
Damar yang berdiri di depan pintu mendengar kasar, "aku tidak pernah menyukaimu dan aku tidak sedih menjalani pernikahan bersamamu. Jadi jangan pernah berharap apapun, kau tidak lebih baik dari Maya. Hanya dia yang bisa membuatku nyaman," jawab Damar berterus terang.
Air mata Serra kembali jatuh dengan kata-kata yang sangat menyelekit itu. Damar yang tidak mengatakan apapun lagi langsung pergi.
Serra menangisi nasibnya yang benar-benar sangat menderita, suaminya tidak peduli dengannya dan berselingkuh secara terang-terangan. Serra terduduk di lantai yang menangis sesungguh bukan menutup wajahnya menggunakan kedua tangannya.
Serra mendengar suara mesin mobil yang membuatnya buru-buru berdiri berlari menuju jendela. Seperti apa yang dikatakan Damar bahwa dia memang pergi ke Luar Kota bersama dengan Maya.
Bagaimana hati Serra tidak semakin hancur dan sementara orang tua Damar juga tidak peduli yang padahal jelas bagaimana di depan mata mereka hubungan keduanya sudah tidak wajar.
"Serra sudah tidak mampu mengeluhkan semuanya. Begitu banyaknya penderitaan yang dia dapatkan dalam pernikahannya.
*****
Pagi-pagi seperti biasa semua orang keluar dari kamar menuju meja makan dan begitu juga dengan Askara dan Kakek.
"Sarapan hanya roti saja?" tanya Netty yang melihat tampak polos pada meja makan itu.
Tidak ada Serra di dapur, walau hanya roti tetapi meja makan tampak begitu rapi, dengan air putih yang sudah tuang ke dalam gelas dan susunan piring.
"Kak Serra tidak membuat sarapan?" tanya Netty.
"Apa dia bangun kesiangan lagi. Biar Mama lihat ke kamar dulu," ucap Niken.
"Untuk apa mencari Serra?" langkah Niken terhenti ketika mendapat teguran dari ayah mertuanya.
"Apalagi jika bukan bertanya kenapa tidak ada sarapan di meja ini," jawab Niken.
"Bukankah ada roti dengan lengkap beberapa selai, ada buah juga yang sudah siap dikonsumsi, ada air putih yang sudah dimasukkan ke dalam gelas. Lalu sarapan apa yang kamu inginkan?" tanya Kakek.
"Kakek biasanya itu Netty selalu sarapan dengan nasi goreng, Andre juga kadang sarapan dengan sereal dan biasanya sangat banyak sekali menu sarapan, jadi wajar saja sarapan hari ini terlihat begitu aneh karena hanya ada roti saja," jawab Netty.
"Lalu kenapa mengaitkan dengan Serra?" tangga Kakek.
"Karena biasanya memang Kak Serra yang menyiapkan semuanya," sahut Andre.
"Semuanya?" Kakek bertanya sekali lagi memastikan, sementara Askara yang mendengarnya mendengus kasar sepertinya pertanyaan itu berupa pancingan.
"Maksud Andre bukan seperti itu. Pa! Serra memiliki tugas sendiri dan pagi ini biasanya memang dia yang membuat sarapan. Jadi wajar saja anak-anak mempertanyakan hal itu," sahut Niken.
"Tugas! Jadi pekerjaan rumah ini semua dijatuhkan kepada Serra?" tanya Kakek lagi.
"Tidak semuanya, ada tugas masing-masing. Saya bagi seorang ibu yang pasti memberikan kedisiplinan untuk anak-anak dan juga menantu di rumah ini," jawab Niken.
"Tetapi kenapa saya melihat tidak ada kedisiplinan yang seperti kamu maksud. Serra justru yang mengerjakan semuanya dan terlihat dari anak-anak kamu yang langsung mencarinya ketika ada yang kurang. Hanya membuat sereal apakah tidak bisa?" tangga Kakek.
Niken langsung terdiam, dia sepertinya salah bicara.
"Mbak Niken, anak-anak terlalu manja di rumah ini. Ini bukan kedisiplinan yang tidak bisa melakukan apapun," sahut Askara.
"Askara kamu baru saja menginap 2 hari di rumah ini dan kamu tidak bisa menilai anak-anak saya seperti ini," sahut Niken.
"Tetapi kenyataannya sudah terlihat, jika mereka tidak tahu harus melakukan apa. Saya ingin mengingatkan kepada kamu Netty dan juga kamu Andre. Agar lebih disiplin dan mandiri di rumah ini. Rumah ini bukan milik kalian dan apa yang kalian pakai sekarang juga bukan milik kalian. Saya takut saja tiba-tiba kalian menjadi miskin dan tidak bisa mandiri karena sudah sangat manja!" tegas Askara berterus terang yang memberi peringatan kepada keponakannya itu.
"Mas Bram hanya diam saja di saat adiknya seenaknya berbicara seperti itu kepadaku dan anak-anak," batin Niken dengan kesal.
"Jangan kita perpanjang masalah ini karena hanya sarapan yang tidak lengkap. Ayo duduklah nikmati sarapan yang ada," sahut Kakek.
Mereka menganggukkan kepala yang sudah tahu melakukan kesalahan dan lebih baik diam.
"Kemana dia? kenapa aku tidak melihatnya," batin Askara yang ternyata juga sangat penasaran tentang keberadaan Serra.
Bersambung....