Semua KARENA Kamu

"Gimana..?" tanya Tio dan Benny kepada orang suruhannya yang mereka utus untuk mengawasi Okan dan Abra.

"Ini pak laporannya..?" kata Roni asisten Tio sekaligus pemimpin dari para pengawal binaan Tio dan Benny.

Tio dan Benny bergantian memeriksa lembaran kertas laporan yang Roni berikan. Disana juga ada beberapa lembar foto yang menampakan gambar putra mereka bersama para wanita.

"Udah dari kapan ini..? kok baru sekarang kalian beri tau..?" tanya Benny.

"Dari kapannya kurang tau pak, tapi kalau mengikuti tanggal apartemen itu dibeli, sudah sejak tiga tahun lalu. Sebelumnya hanya pacaran pacaran biasa saja."

"Minta diberi patah itu leher naga mereka..?" geram Benny.

"Sidang isbat sekarang, suruh pulang itu mereka." titah Tio tak kalah geram.

Roni langsung menghubungi Okan dan Abra yang kebetulan sedang dalam perjalanan pulang kerumah.

Dengan tergopoh gopoh serta banyaknya tanda tanya dikepala, Okan dan Abra memasuki rumah Tio, dimana orang tua serta Ryan sudah menunggu.

Nyali Okan dan Abra menciut, saat mendapati tatapan membunuh dari para papa dan Ryan.

"DUDUK..!!" titah Tio dan Benny dengan suara menggelegar.

Dengan kepala tertunduk, Okan dan Abra duduk disofa yang berhadapan dengan para orang tua.

"Ini apa maksudnya..?" tanya tajam Benny sembari melempar kertas serta tumpukan foto diatas meja.

Okan dan Abra melotot seketika, dengan mulut menganga sempurna. Dan konyolnya mereka spontan memegang aset berharga yang terbungkus celana jeans.

"Kabur loe sono leher naga, selamatkan diri loe."

Ucap dalam hati Okan dan Abra.

"JAWAB...!"

Abra dan Okan terjingkat "IYA PAPA...!"

"Kalian tau enggak apa akibat dari perbuatan kalian ini..?" tanya geram Benny.

"Bisa bisanya kalian maenin perempuan begini..?" sambung Tio.

"Pah, kita enggak maenin. Mereka yang dateng kekita menyerahkan diri, kita cowok normal pa..! dikasih begituan ya kita beri." jawab konyol Abra.

"APA KAMU BILANG...?" suara Benny dan Tio kembali menggelegar.

Bukan hanya Okan dan Abra yang kaget, para istri juga Ryan ikut terjingkat pula.

Senggol senggolan tangan pun dilakukan Abra dan Okan. Saling memberi kode untuk siapa yang gantian membuka suara.

"YANG BENER KALIAN..!"

"Pah beneran, kita enggak ada ngerayu atau janji ini itu terus maenin gitu. Mereka yang ngajak kita justru pa, demi Tuhan deh pa..!" jawab Abra dengan gugup.

"JANGAN BAWA BAWA TUHAN...!" seru kedua papa dan mama.

"Kalian itu mikir, kalian punya adik perempuan. Kalau adik kalian digituin gimana..?" tanya Benny.

"KITA BERI MATI ORANGNYA...!!" jawab kompak Okan dan Abra.

"Kalian lebih baik menikah, jangan buat dosa terus. Siapa yang mengajari kalian begini, SIAPA..?" bentak Benny lagi.

"Iya enggak lagi lagi kita begini pa, janji, sumpah. Aku sama Okan udah enggak pernah lagi kok begituan, kami paling kering tinju pelampiasannya."

"Kamu kenapa diem aja kak..?" tanya Galuh kepada sang putra.

"Aku harus gimana..? aku udah salah, ya udah aku diem. Aku terima hukumannya." jawab Okan pasrah.

"Alesan kalian melakukan begini apa..? kalau mau beginian mending menikah." tanya Tio

"Ya kalau aku karena diajakin sama menyannya, kalau enggak ada yang ngajak, aku juga enggak ngelakuin pa..!" jawab Abra.

"Kamu Kak..?" tanya Benny kepada Okan dengan masih bernada marah.

"Karena patah hati, sakit hati, aku cari pelampiasan. Kebetulan ada yang ngajak begitu, ya udah aku beri leher naga."

"Patah hati sama siapa kamu sampai begini..? putus pacaran enggak harus begini." sahut Tio.

"Kalau aku bisa pacaran sama dia pa, enggak akan aku lepasin ceweknya. Sayang aja aku enggak bisa. Aku cuma bisa menahan sakit, aku cuma bisa memendam cinta aku." sahut Okan berapi api.

Abra langsung menatap kearah Okan, dalam hati ia berucap "beneran loe mah cinta sama Esra..?"

"Kamu cinta sama istri orang..?" tanya papa dan mama dengan mata menyipit memandang Okan.

"Enggak lah, gila kali aku. Biar bajingan gini, aku enggak serendah itu. Aku juga memberi itu menyan enggak asal memberi atau jajan cari. Mereka dateng aku makan. Enggak ada yang dateng ya udah enggak nyari."

"SIAPA PEREMPUAN ITU...?"

"Aku enggak bisa kasih tau." jawab cepat Okan.

"Bohong berarti kamu..?" balas Galuh.

"Ma..! buat apa aku bohong..? mama tau aku kan..? aku mana berani bohongin mama papa semua. Aku bajingan cuma dalam memberi menyan leher naga. Yang lain enggak aku."

"Ya udah kasih tau, kita pinang perempuan itu." kata Benny.

"Aku enggak bisa ngasih tau, aku enggak bisa." lirih Okan dengan suara mulai bergetar.

"Kamu mau sampai kapan menyimpan sakit hati kamu itu..?" tanya Benny melemah.

"Percuma aku omongin pa, yang ada aku pasti yang disalahin, aku yang dianggap gila. Aku dianggap merusak semua, aku enggak mau begitu." balas Okan dengan mata yang mulai memanas.

"SIAPA Okan...?"

"Aku enggak bisa kasih tau, jangan paksa aku pa, ma...!" balas Okan kembali dengan rinai airmata membasahi pipi.

kedua papa, mama, Ryan dan Abra, mendelik sempurna. Mereka amat terkejut karena Okan yang dikenal kuat dan sulit menangis, justru kini malah terisak.

"Kamu sampe bisa nangis begitu kak..? sebutin siapa perempuan itu, kita pinang dia kalau memang bukan istri orang." tanya Tio pelan.

"Aku enggak bisa pa, aku enggak bisa. Jangan paksa aku." tangis Okan semakin tergugu.

"Okan..!"

"JANGAN PAKSA AKU..!" ucap Okan dengan suara meninggi seraya bangkit dari duduknya.

Semua mata membola, mereka benar benar tidak menyangka jika selama ini Okan yang terlihat baik baik saja, menyimpan luka yang amat dalam.

"Kakak, kamu tenang dulu." seru lirih Galuh.

"Maaf pa, ma, om Ryan. Aku salah, terserah aku mau dihukum apa, aku terima. Tapi jangan paksa aku untuk memberi tau siapa perempuan itu, AKU ENGGAK BISA..!"

Para orang tua saling melirik, lalu kembali menatap miris kearah Okan yang sedang duduk menundukkan kepala seraya meremas rambutnya dan masih terisak.

Galuh akhirnya ikut terisak juga, sungguh ia amat merasa bersalah karena tidak peka akan apa yang selama ini dirasa oleh sang putra tercinta.

Sementara Abra berulang kali ia menelan ludahnya dengan susah payah. Ia juga ikut merasakan bagaimana sakitnya perasaan sahabat sekaligus saudaranya itu.