NovelToon NovelToon
To Be Your Mistress

To Be Your Mistress

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Cinta Terlarang / Percintaan Konglomerat / Angst / Kehidupan alternatif / Romansa
Popularitas:4.3k
Nilai: 5
Nama Author: moonwul

Ketika ketertarikan yang dihiasi kebencian meledak menjadi satu malam yang tak terlupakan, sang duke mengusulkan solusi kepada seorang gadis yang pastinya tidak akan direstui untuk ia jadikan istri itu, menjadi wanita simpanannya.

Tampan, dingin, dan cerdas dalam melakukan tugasnya sebagai penerus gelar Duke of Ainsworth juga grup perusahaan keluarganya, Simon Dominic-Ainsworth belum pernah bertemu dengan seorang wanita yang tidak mengaguminya–kecuali Olivia Poetri Aditomo.

Si cantik berambut coklat itu telah menjadi duri di sisinya sejak mereka bertemu, tetapi hanya dia yang dapat mengonsumsi pikirannya, yang tidak pernah dilakukan seorang wanita pun sebelumnya.

Jika Duke Simon membuat perasaannya salah diungkapkan menjadi sebuah obsesi dan hanya membuat Olivia menderita. Apakah pada akhirnya sang duke akan belajar cara mencinta atau sebelum datangnya saat itu, akankah Olivia melarikan diri darinya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon moonwul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11: Aku Tahu Dia Biang Masalahnya

“Pokoknya kamu harus temani aku jalan-jalan hari ini.” Paul berucap di panggilannya yang tengah berlangsung dengan Olivia.

Ia masih berada di kamar apartemennya. Ia memang kembali menggelar konser di Inggris. Ini sekaligus sebuah penutup rangkaian tur Eropa yang ia gelar.

Di seberang sana, Olivia berpikir alasan yang tepat untuk menolak ajakan Paul.

“Aku sungguh menyesal, tapi aku tidak bisa, Paul. Masih ada beberapa hal yang harus disiapkan sebelum pembukaan perdana toko rotiku. Nanti-nanti, ya.” Olivia berucap lembut.

“Kalau begitu aku temani menyelesaikannya. Kita bisa berjalan-jalan di sekitar tokomu.” Paul segera menimpali.

Olivia terdengar tertawa di sana. “Kamu akan menyesalinya nanti. Aku akan banyak memanfaatkan tenagamu, lihat saja nanti.”

“Siap, deh. Aku rela jadi pembantu kamu seharian.”

Begitulah panggilan mereka di pagi itu berlangsung tidak lama namun mampu memberikan energi positif bagi masing-masing untuk memulai hari.

Olivia masih menumpang di kediaman keluarga Ainsworth, namun ia sudah membicarakan tentang usaha yang tengah ia kerjakan dengan Margareth. Sang nyonya rumah pun mendukungnya dan berbaik hati untuk membolehkan dirinya menetap sementara di mansion sampai mengumpulkan uang sewa untuk tempat tinggal barunya.

Sungguh sedari bangun, Olivia telah tersenyum tiada henti, ia sampai harus menggigit bibir bawahnya pelan.

Aduh, bisa-bisa bibirku robek nih akibat senyum terus.

♧♧♧

“Begini? Benaran sudah bagus?” tanya Paul.

Olivia yang berjongkok dengan memegang ponsel pria itu mengangguk. “Ya, begitu. Pertahankan senyumanmu.”

Apa yang tengah mereka lakukan saat ini adalah Olivia akan memotret Paul berpose di depan toko rotinya. Pria itu berkata bahwa dirinya tidak terlalu bergantung padanya padahal mereka adalah sahabat dekat, jadi inilah yang ia minta padanya. Menjadikan Paul model untuk mempromosikan toko rotinya.

“Paul, kamu harus berpose lebih nyaman, dong. Nanti kesannya aku memaksa kamu untuk melakukan ini.”

Paul menghela tak percaya. Ia berkacak pinggang memprotes. “Sepertinya nanti aku tulis di penjelasan fotoku itu saja, deh. Akan ketulis kalau temanku memaksaku foto di depan toko rotinya.”

Olivia menurunkan ponsel Paul yang ia gunakan untuk memotret. “Jangan, dong. Kamu aset berharga yang aku punya, tahu.”

Paul berdeham. “Baiklah, baik. Kamu jangan terpesona dengan ketampananku kalau begitu.”

Olivia mengernyit singkat sebelum tertawa kencang. “Iya, deh, Tuan Popstar.”

Saat Olivia kembali berjongkok untuk mengambil foto lainnya, tawa Paul pun pecah.

“Sepertinya kamu juga bisa jadi fotografer ahli, deh. Niat banget ambil fotonya.”

Olivia dengan sisa tawanya mulai mengangkat ponsel dan memotret Paul yang tengah tertawa. “Oh, harus dong.”

“Baiklah, sudah selesai.” Olivia bangkit dan berdiri menatap deretan foto hasil tangkapannya.

“Eh?” Paul berjalan menghampiri gadis itu dan melihatnya bersama. “Rupanya senyumanku selebar ini, ya?”

“Hah!” Olivia menepuk pelan lengan pria itu. “Selama kita berteman, sepertinya senyuman itu selalu kulihat setiap kita bertemu. Kamu selalu tersenyum selebar itu, tahu.”

Paul menjauhkan ponselnya dan menoleh pada Olivia. “Itu artinya aku sudah sangat nyaman berada di dekatmu sejak lama,” gumamnya.

“Hng?” tanya Olivia.

Paul tersenyum, ia mengacak kecil rambut panjang gadis itu. “Ayo, ikut aku. Lagian pekerjaan menyiapkan toko sudah selesai semua."

♧♧♧

Berkendara selama hampir dua jam, Paul membawa Olivia ke sebuah daerah ramai nan indah di kota London. Ia membawanya ke Shoreditch.

Daerah itu adalah kawasan berseni tempat pemuda-pemudi kreatif yang juga tahu cara bersenang-senang memenuhi bar dan kelab modis yang mengelilingi Shoreditch High Street.

Namun, tujuan Paul kali ini adalah pusat kuliner yang eklektik. Di sana memiliki semuanya mulai dari restoran franchise trendi dan pub keren hingga kedai kopi khas. Ada banyak toko vintage dan toko desain juga di sana. Sungguh lingkungan yang sangat disukai Olivia.

Olivia sangat takjub pada toko-toko yang sangat beragam di kawasan ini. Saat ini pun, ia jadi berjalan lambat sembari menunjuk sebuah toko buku yang terlihat sangat damai.

“Kamu mau masuk ke sana?” tanya Paul melihat arah telunjuk mungil Olivia tertuju. Namun, gadis itu menggeleng kecil.

Saat itulah Paul dapat menyadari bahwa Olivia tengah menahan air matanya. Pria itu sampai panik sendiri melihat sedikit air yang menggenang di pelupuk matanya.

“Ada apa, Olivia?” tanya Paul melangkah ke hadapan gadis itu. “Apa ada yang mengganggumu?”

Menggigit pelan bibirnya, Olivia menggelengkan kepala. “Bukan begitu. Aku hanya terharu. Kamu jangan salah paham, ini adalah air mata bahagia.”

Paul baru dapat menghela tenang saat mendengar perkataan itu. Namun, ia masih belum beranjak dari hadapan Olivia. Ia terus memperhatikan gadis itu yang mulai menyeka air mata dengan telapak tangannya.

“Kamu tahu? Terkadang aku sering berpikir kalau pertemanan kita terlalu indah untuk jadi kenyataan.” Olivia kembali bersuara setelah menenangkan dirinya. Ia masih berusaha menyeka air maya yang tidak mudah hilang akibat tidak ada benda menyerap yang bisa ia gunakan.

Paul menghela pelan, ia mengambil langkah mendekati Olivia. “Aku punya pandangan sendiri tentang pertemanan kita.” Ia menggunakan ujung lengan jaketnya yang panjang untuk mengusap air mata gadis itu.

Olivia mendongak karena perlakuan pria itu sekaligus penasaran akan kelanjutan ucapannya.

Bisa Paul rasakan bahwa jantungnya serasa akan meledak karena debaran kencang. Demi menenangkannya, ia harus mengatakan hal lucu ketimbang perkataan yang bisa menerangkan isi hati terdalamnya terhadap gadis itu.

Olivia mengernyit, sudah menunggu kelanjutan perkataan Paul cukup lama. “Bagaimana tentang pandanganmu itu?”

Paul menyentuh dagunya seakan tengah berpikir keras. “Kalau menurutku sih, pertemanan kita ini adalah kebetulan kosmos.”

“Ha?”

“Kebetulan kosmos. Sebuah kebetulan yang sudah ditetapkan semesta, atau orang-orang biasa bilang... takdir.”

Olivia refleks memukul lengan atas Paul karena telah membuatnya menunggui celotehan tak masuk akal pria itu.

Paul tertawa puas dengan reaksi Olivia, ia menghindari pukulan lainnya dari gadis itu dengan sangat lihai.

“Cuma ngomongin takdir, tapi mukadimahnya sampai bahasin kosmos dan semesta.” Olivia mengomel dan bersungut sebal.

Tawa Paul masih terdengar kencang. Melihat betapa asyiknya pria itu semakin membuat Olivia naik pitam. Ia lantas berjalan lebih dulu dan meninggalkannya.

“Eh, eh, jangan ditinggal dong.” Paul menyusul gadis itu.

Olivia yang merajuk dan Paul yang berusaha membujuk gadis itu di tengah jalan yang ramai di Shoreditch saat sore hari. Sebagaimana menurut gadis itu, bahwa pertemanan mereka tampak terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Bagi seorang wanita muda yang menonton mereka dari kejauhan pun juga begitu.

Tidak. Bahkan kehidupan yang tampak dengan mudah dimiliki Olivia pun terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Begitulah pendapat Charlotte akan sosok Olivia.

Wanita muda yang sudah memegang status sebagai tunangannya Duke of Ainsworth itu mendengus. “Aku sudah tahu dari awal kalau dia biang masalahnya. Rupanya merayu pria mapan memang keahliannya."

...♧♧♧...

^^^** the picture belongs to the rightful owner, I do not own it except for the editing.^^^

1
agnesia brigerton
Jadi duke nih lagi nunggu sampe Olivia lebih dewasa aja?? Setidaknya dia gak pedofil deh :)
agnesia brigerton
Gilakkkkk
agnesia brigerton
Udah manggil ayah mertua ajaa
agnesia brigerton
Aku padamu Olivia 😭😭😭
agnesia brigerton
😭😭😭
agnesia brigerton
Duh pulang kampung nih??😥
agnesia brigerton
Hubungan mereka kerasa sensual banget tapi menegangkan juga duh panas dingin jadinya 🙃
agnesia brigerton
Iya iya pergi aja dari duke obses ituu
agnesia brigerton
Gue tereak terus woiii
agnesia brigerton
What?????? Merk gaunnya terus lagu yang diputar????
agnesia brigerton
Tunangan asli kayak nyadar deh
agnesia brigerton
Benedict selama kerja sama duke gak kepikiran buat resign kah??
agnesia brigerton
Oke... oke... si duke obses nih parah
agnesia brigerton
Kamu kuat bangettt
agnesia brigerton
S-SIAP YANG MULIA!!
agnesia brigerton
UPSS 🤭🤭
agnesia brigerton
Lo kayaknya masih bingung deh sama perasaan sendiri 🙃🙃
agnesia brigerton
AAAA 😚😚😚
agnesia brigerton
Apa? Mau ngapain emangnya🤭
agnesia brigerton
AAAA GUE DUGUN DUGUN
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!