Tidak terbayang kehidupan Elina yang tadinya biasa-biasa saja berubah dalam sekejap mata. Hari dimana ia mendapatkan kabar dari sang kekasih berselingkuh dan berhubungan intim dengan kekasih gelapnya.
Detik itu juga Elina bersumpah perasaan dan juga cintanya ia akan kubur sedalam dalamnya. Baik itu mantan pacarnya atau pria lain semuanya sama brengsek dimata gadis itu.
Namun naasnya malam itu saat ia bertemu dengan pria bernama Damian Aditama Sanjaya janji itu ia ingkari sendiri. Karena insiden itu seorang anak lahir ke dunia.
Bagaimanakah kelanjutan hidup Elina selanjutnya??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kimmy75, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 10 Aku membutuhkan bantuanmu
Didalam mobil. Damian berdecak kesal sepanjang jalan pria itu tidak henti-hentinya mengatai Vanno.
"Bajingan! Apa dia pura-pura tidak tahu siapa aku!" serunya terus-terusan marah.
"Tuan anda benar-benar akan menghancurkan Gahendra group?" tanya Gery memastikan.
"Apa tampang ku kurang jelas kenapa kamu masih menanyakannya," ketus Damian bertambah emosi karena pertanyaan si asisten pribadinya itu.
"Maaf tuan jadi apa yang harus saya lakukan setelah ini."
"Tentang masalah ini biar jadi urusan ku."
Gery tak dapat bersuara. Ketika Sorot mata dingin sangat menusuk dari pria yang terduduk santai di kursi belakang tersebut.
"Gawat kalau Damian tersenyum seperti sekarang pasti sesuatu tak terduga akan terjadi entah itu hal baik atau sebaliknya," batin Gery yang sekilas melihat pantulan wajah Damian di kaca spion.
***
Baru saja kemarin Damian mengancam Vanno dan lihatlah akibatnya beberapa hari ini perusahaannya selalu terkena masalah. Semua klain membatalkan kerjasama dengan Gahendra group. Sekarang ia harus memiliki hutang di bank. Gara-gara ulah si Damian itu. Vanno harus menanggung kerugian besar.
"Brengsek sialan ini pasti ulahnya," decak Vanno mengobrak meja.
Elina hendak memasuki ruangan direktur, namun niatnya dia urungkan saat melihat pria didalam sana yang sedang marah. Ia tak berani membawakan teh untuk Vanno.
"El, kamu nggak masuk pak Vanno masih ada didalam kok," kata Lia.
"Anu saya nggak berani mbak pak Vanno kayaknya lagi nggak mau diganggu deh," jawab Elina.
Lia yang mendengar jawaban dari temannya itu tersenyum dan memegang bahu gadis itu.
"Aduh kamu ini gpp kali pak Vanno nggak bakalan marah besar juga mending El baruan masuk gih, ayolah semangat," lanjut Lia menyemangati Elina.
"Jangan lupa senyum yang manis yah."
Dengan takut-takut Elina terpaksa menuruti saran Lia dan masuk keruangan tersebut.
Gadis itu menghampiri meja dan meletakkan nampan. Dengan langkah pelan ia mendekati Vanno.
"P-pak Vanno? Bapak gpp kan apa anda membutuhkan sesuatu?" tanyanya terbata-bata khawatir.
Elina cemas dengan Vanno yang tampak terpuruk dengan pikirannya tentang masa depan perusahaan.
"Elina aku membutuhkan bantuanmu."
"Apa yang bisa saya lakukan untuk pak Vanno?"
"Tuan Damian akan setuju kerjasamanya asal kamu berkerja disana kamu tahu kan Sanjaya group memiliki atasan kejam. Dia juga yang membuat masalah di kantor ku," jelasnya.
"Saya mau kamu berkerja sementara disana apa tidak masalah bagimu Elina," sambung Vanno yang sebenarnya sedang menyesali ucapannya.
"Kalau ini jalan satu-satunya saya bersedia jadi karyawan ditempat perusahaan itu," ucap gadis itu walau dia tidak setuju keputusan Vanno tetapi ia berutang budi pada lelaki itu.
Setelah mengatakan itu Elina langsung pergi meninggalkan ruangan Vanno.
***
"WHAT!?"
Karina berteriak keras dia mematikan tv yang sedang menyiarkan siaran sinetron favoritnya.
Tubuh kurusnya menghadap penuh pada gadis yang sedari tadi menghela nafas hampa.
Ya Elina sudah menceritakan pembicaraannya dengan Vanno tadi siang. Dimana Vanno secara tidak langsung memecatnya. Elina sudah cukup betah dengan tempat itu. Apalagi harus berpisah sama Lia teman kerja yang begitu akrab dengannya yang dia anggap seperti kakak perempuan bagi Elina.
"Serius El! Orang itu mau kamu kerja di kantornya, kok bisa sih?" Karina seakan belum percaya.
Elina hanya bisa merosot dari sandarannya. Lalu, memijit pelipisnya yang berdenyut.
"Entahlah orang itu mau apa dari ku."
Mengapa dua hari ini banyak hal yang terjadi. Kejar-kejaran dengan penjahat sekarang pun ia dibuat pusing dengan keputusan Vanno. Mau menolak tapi hutang budi terus terngiang-ngiang dibenaknya.
"Jadi kamu terima gitu aja nggak komplain samasekali," celoteh Karina jiwa kepo gadis itu membara.
Gadis itu berpakaian daster tersebut memutar bola mata malas. Dia beranjak dan menuju ke kamarnya. Malas saja meladeni tukang kepo itu. Kan tadi ia banyak menceritakan pertemuannya dengan Vanno. Eh, si Karina nya belum peka juga.
"ELINA! Apa kamu nggak penasaran sama pria itu kalau dia punya maksud lain!!" teriaknya ingin bertanya lagi hanya saja Elina lebih dulu menutup pintu.
Sementara di mansion utama. Disana tampak ramai dengan ibu-ibu sosialita mereka adalah teman-teman Lily dari masa kuliah.
Dirumah kaca yang didesain indah dengan tanaman segar mengelilingi tempat itu. Di sore hari begini selalu jadi kegiatan para istri konglomerat itu menyempatkan waktu luang mereka untuk berkumpul dan bertukar cerita dengan kebiasaan bergosip hanya untuk menyalurkan hobi mereka.
"Lagi-lagi pelakor yang rebut suami orang, tidak habis-habisnya nih jalang ada dimana-mana," cecar Sintia selepas membuka berita viral di smartphonenya.
Ke 4 temannya serentak menoleh.
"Aduh kayak baru tahu aja kamu Sin mereka kan ulet bulu yang gatel tiada tara. Ohoho," timpal Vani sembari tertawa mengejek.
"Iah! Bahaya banget nggak sih kalau pelakor ada di keluarga kita nggak kebayang suami ku sama wanita itu," sambung Desi merinding.
Sedangkan Lily yang mendengar percakapan mereka nampak tersenyum getir. Pikirannya tak luput perihal sang suami jarang pulang. Dia akan datang ke mansion kalau ada hal penting dan selebihnya akan dia abaikan. Seperti minggu lalu, Lily dalam keadaan tidak sehat lelaki itu justru tak peduli kondisinya. Berulang kali ibu mertuanya memberi peringatan atas kelakuan tak adil yang Lily dapat. Alhasil malah Lily yang dapat impasnya.
Dia di marahi habis-habisan oleh Damian. Sejak itulah Lily tak mengadu lagi ke Rosalina.
"Lily kok melamun sendiri, kamu sedang memikirkan siapa?" tanya hati-hati Sintia seraya memegang pundak Lily.
Sang empu tampak kaget kemudian menggeleng cepat.
"Aku tidak apa-apa," jawabnya singkat sembari menyeruput teh hijau pekat agar ketakutannya tak mencolok.
"Kamu yakin?" tanya Sintia lagi.
"Iya nih kalo ada masalah cerita aja sama kita, Li," sekarang Vina berujar.
"Bener tuh kita teman dekat kamu juga," balas Desi sembari memegangi punggung tangan Lily.
"Apa yang kalian bicarakan aku baik-baik saja! Aku masih bingung tentang acara ulangtahun Liora yang mau diadakan dimana," terangnya berbohong.
"Hmm, kamu ini kenapa ambil pusing kan Liora paling suka kalau Daddy nya hadir di acaranya," saran Sintia yang belum tahu rumah tangga temannya yang tidak pernah harmonis.
"Tapi akhir-akhir ini dia lagi sibuk takutnya aku ganggu," lontarnya.
"Seorang ayah tak bisa menolak selagi itu tentang anaknya sendiri."
Lily mengangguk mengerti apa yang disampaikan temannya.
"Baiklah nanti aku sampaikan ke Damian."
Walau ajakannya berakhir penolakan lagi.
BERSAMBUNG…
Maaf ketidak nyamanan karena beberapa part ada yang perlu direvisi ulang 🙏
Mohon untuk dukungan para reader agar menambah semangat untuk author ☺️
ninggalin jejak dulu ❤️