Dianella terpaksa harus menikah dengan pria buruk rupa yang berwajah menyeramkan. Juga terkenal misterius dan kasar. Pria itu tak pernah mau menunjukkan wajah aslinya, ia selalu menutupinya dengan rambutnya yang panjang.
Arsenio, pria yang memiliki banyak bekas luka bakar di wajahnya merasa tak pantas menikmati hidup. Ia selalu mengurung dirinya di sebuah ruangan. Tak mau melihat keindahan di luar. Hingga datanglah Dianella, gadis pemberani yang setiap hari membuat dirinya murka atas kelakuan-kelakuan konyolnya.
Akankah sosok Dianella mampu membuat Arsenio memperlihatkan wajah aslinya????
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 11 MENANTU KEDUA
Anggota keluarga Samantha kini bertambah lagi satu yaitu Tarra. Menantu keduanya yang cantik dan anggun. Dia adalah seorang designer yang berbakat. Karyanya telah dipakai oleh beberapa model luar negeri. Banyak orang yang mengidolakannya. Dia juga sempat ditawari untuk jadi model karna postur tubuhnya yang ideal, tapi ia menolak. Dirinya hanya ingin menjadi seorang designer saja, waktunya diabadikan untuk merancang busana.
"Nyonya, Anda dan tuan Arsen disuruh turun untuk makan malam bersama."
Anell mencoba membujuk Arsen untuk turun, tapi sudah beberapa kali dia mengajaknya Arsen tetap diam. Dia seperti tak mendengarkan dirinya bicara.
"Baiklah, kalau tidak mau. Hmm—"
Ia menggaruk-garuk kepalanya, mencoba memikirkan sesuatu. Tapi tak ada ide yang muncul.
"Pergilah! Kau sekarang sudah lancang masuk ke ruangan ini! Aku sudah—"
"Mau bunuh aku???? Bunuh lah! Dengan begitu aku tidak merasakan menderita lagi tinggal di sini!"
DUG.
Dengan kesal Anell menendang lemari dan pergi begitu saja.
"Aku akan turun ke bawah dan mengatakan kalau kamu tidak mau turun karna sedang packing untuk pergi bulan madu besok. Aku akan katakan kalau kamu sudah tidak sabar untuk berangkat bulan madu!!" serunya dengan lantang.
"Biarin aja! Biar malu!" gerutu Anell sambil berjalan.
Anell turun menggunakan lift, dia sendirian untuk ke bawah.
Acara pernikahan sudah selesai sejak sore tadi. Malam ini semuanya sudah berkumpul di rumah. Walaupun masih dengan tubuh yang lelah, mereka tak menolak ajakan makan malam bersama atas perintah Samantha.
"Kak Anell kok sendirian?" tanya Derlin. Dia melihat kakak iparnya datang sendirian tanpa Arsen. "Oh ya, Kakak kenapa tadi gak kelihatan di tempat acara? Bukannya aku melihat Kakak masuk dengan kak Arsen ya waktu itu?" Ia mengingat saat dirinya ingin masuk ke dalam gedung dan tak sengaja melihat Anell, ia pun memanggilnya tapi secara tiba-tiba Arsen dari belakang langsung menarik Anell membawanya masuk ke dalam.
"Biarkan Anell duduk dulu, Derlin," ujar Samantha.
Dengan perasaan malu, Anell duduk di sebelah Derlin.
"Arsen ...." Saat ia baru saja duduk di kursi, ia melihat Arsen berada di tangga.
"Arsen, cepatlah ke sini." Samantha tersenyum melihat putra keduanya yang ternyata mau turun juga.
"Papa bahagia hari ini. Melihat putra-putra kebanggaan Papa telah menikah satu persatu. Setelah keluarga kita kedatangan Anell sebagai menantu pertama, hari ini kita juga kedatangan Tarra menantu kedua."
Seorang wanita dengan riasan tipis itu tersenyum.
"Tarra???" Anell seperti tak asing melihat wajahnya. Saat ia memandangi dengan seksama, ia seperti mengenalinya.
"Selamat datang, Tarra. Kamu sudah menjadi bagian dari keluarga kita. Kamu bisa panggil saya Papa Samantha."
"Iya, Pa," jawabnya dengan suara lembut.
"Tarra, semoga kamu nyaman ya tinggal di rumah ini," ujar Floren seraya tersenyum.
"Kita gak lama kok tinggal di sini, Ma. Aku sudah beli apartemen."
"Lho, kapan? Kenapa gak pernah bilang? Memangnya kenapa kalau tinggal di sini, Marvel? Rumah kita kan luas. Cukup untuk ditempati banyak orang. Lagipula masih banyak ruangan kosong di sini." Floren menatap suaminya meminta pembelaan. Karna ia tak mau putranya tinggal terpisah.
"Aku takut Tarra gak nyaman di sini, Ma. Karna merasa tidak nyaman dengan salah satu anggota keluarga kita. Jadi—"
BRAKKKK!!!
Arsen menghantam meja secara tiba-tiba dengan kepalan tangannya. Istrinya yang berada di sampingnya langsung memegangi lengannya. Dia mencoba menenangkannya.
"Jangan kotori makan malam kita dengan keributan. Besok Papa sudah tidak di rumah. Papa akan keluar kota beberapa hari."
TAK!
Floren menjatuhkan sendoknya tiba-tiba.
"Ada keperluan apa ke luar kota?" tanyanya dengan alis bertaut.
Kini pandangannya terus menatap suaminya yang seakan diam menyibukkan diri dengan suapan demi suapan. Ia tak gentar dan menahan sendok yang akan masuk ke dalam mulut suaminya itu.
"Aku tidak tahu kalau kamu besok mau ke luar kota. Soal kerjaan yang mana? Aku tidak melihat jadwal apa pun."
"Lepas!" Samantha melirik tangannya yang menahan sendoknya.
"Ya jawab!" serunya.
Tangannya seketika mengepal dan siap untuk menghantam apa saja yang ada disekitarnya. Tapi ia tersadarkan bahwa ada putra-putranya di sini.
"Ada urusan pekerjaan. Kamu bisa cek ke Doni," jawabnya kemudian.
Mendengar jawaban suaminya, Floren langsung menelpon Doni-sekertaris suaminya itu.
"Doni, apa benar tuan Samantha ada urusan bisnis besok ke luar kota?"
Di hadapan putra dan menantunya, Floren langsung mencari kebenaran. Ia menyingkirkan piringnya yang masih penuh dan tak ingin melanjutkan makannya.
Setelah mendengar jawaban dari Doni, Floren melirik suaminya sekilas.
"Masih tak percaya? Kamu bisa telfon client ku yang berada di luar kota," tantangnya lagi.
Istrinya itu hanya diam dan mengetikkan sesuatu di ponselnya.
"Selesaikan makanan kalian lalu segeralah beristirahat." Samantha pergi meninggalkan meja makan lalu disusul oleh Floren.
Dan setelah itu Marvel dan Tarra juga beranjak dari duduknya.
"Selamat malam semua. Selamat beristirahat," ucap Tarra dan tersenyum ke semuanya.
Dan saat ini di meja makan hanya tersisa Anell, Arsen dan Derlin.
Anell masih menyantap makanannya dengan lahap sedangkan suaminya hanya mengacak-acak nasi di piringnya. Ia hanya makan beberapa suap saja.
Lalu Derlin yang sudah selesai makan malamnya tak ingin beranjak dari duduknya.
"Aku sepertinya tidak asing dengan wajah kak Tarra. Sepertinya aku pernah melihatnya, tapi dimana ya." Anell menyerocos sembari mengunyah makanannya.
"Di televisi! Kak Anell pasti pernah melihat kak Tarra di televisi. Kak Tarra kan designer terkenal," kata Derlin memberitahu.
TING!
Anell baru tersadar dan langsung menjatuhkan sendoknya ke piring.
"Tarra Maurine!" Anell teringat akan nama itu. Nama yang selalu disebut-sebut oleh kakaknya. "Kak Celand ngefans banget sama kak Tarra!"
Kalau kakaknya tahu bahwa ia saat ini serumah dengan Tarra Maurine, tidak tahu bakal seheboh apa nanti.
"Jika aku ketemu dengan Tarra Maurine, aku ingin ia merancangkan gaun pernikahan untukku. Aku ingin memakai gaun rancangannya. Tapi sebelum itu aku ingin minta tanda tangannya dan juga foto bersama," ucap Celand beberapa waktu lalu.
Walaupun hasil rancangan Celand sering dipakai orang-orang berbakat dan orang-orang penting, tapi ia tetap mengagumi Tarra. Sosoknya yang tanggung dan pekerja keras patut diacungi jempol.
"Kak, aku gak nyangka bertemu dengan Tarra Maurine. Aslinya dia cantik dan baik hati."
Andai hubungan mereka masih baik-baik saja, mungkin ia akan menyuruh Celand ke sini dan mempertemukan mereka berdua. Tapi sayang sekali rasa kecewanya dengan keluarganya tak bisa dihilangkan.
"Andai kakak yang mau menikah, kakak akan memiliki kakak ipar seorang designer terkenal-Tarra Maurine."
"Gimana? Ingat kan? Kak Tarra sering wara wiri di layar kaca," ucap Derlin mencoba mengingatkan.