NovelToon NovelToon
JANGAN MADU AKU GUS

JANGAN MADU AKU GUS

Status: tamat
Genre:Tamat / Poligami / Dijodohkan Orang Tua / Penyesalan Suami / Pihak Ketiga
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.8
Nama Author: HANA ADACHI

🏆🏅 Juara Harapan Baru YAAW Season 10🥳

Kalau nggak suka, skip saja! Jangan kasih bintang satu! Please! 🙏🙏

Hafsa tidak menyangka bahwa pernikahannya dengan Gus Sahil akan menjadi bencana.

Pada malam pertama, saat semua pengantin seharusnya bahagia karena bisa berdua dengan orang tercinta, Hafsa malah mendapatkan kenyataan pahit bahwa hati Sahil tidak untuknya.

Hafsa berusaha menjadi istri yang paling baik, tapi Sahil justru berniat menghadirkan wanita lain dalam bahtera rumah tangga mereka.

Bagaimana nasib pernikahan tanpa cinta mereka? Akankah Hafsa akan menyerah, atau terus berjuang untuk mendapatkan cinta dari suaminya?

Ikuti terus cerita ini untuk tahu bagaimana perjuangan Hafsa mencairkan hati beku Gus Sahil.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HANA ADACHI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

11. Membuka Kotak Pandora

Perjalanan pulang dari bulan madu terasa lebih damai dari saat berangkat. Gus Sahil tidak lagi mengeluh soal perjalanan mereka yang terlampau jauh. Meski tidak banyak bicara, Gus Sahil sebisa mungkin memastikan Hafsa merasa nyaman. Memastikan apakah Hafsa sudah meminum obatnya atau belum.

"Jangan sampai aku dimarahi Umi gara-gara membiarkan kamu sakit," begitu alasannya.

Hafsa tahu, perhatian Gus Sahil kemarin mungkin hanya nalurinya sebagai seorang manusia, yang merasa simpati melihat kesusahan orang lain. Gus Sahil juga mungkin jadi teringat saat-saat merawat Umi Zahra, sehingga tidak bisa berpangku tangan melihat orang sakit begitu saja.

Tapi tak apa, bagi Hafsa itu juga sudah cukup. Jika sakit adalah satu-satunya cara untuk membuat perhatian Gus Sahil beralih padanya, Hafsa rela.

Dua setengah jam perjalanan di dalam pesawat cukup membuat punggung Hafsa merasa pegal. Hafsa mendorong kopernya keluar dari pesawat, sementara Gus Sahil membawa koper yang lebih besar dan sebuah tas yang tak kalah besar berisi oleh-oleh.

Saat keluar dari bandara, mobil Gus Sahil sudah terparkir di sana. Mabrur bergegas memasukkan koper-koper ke dalam bagasi saat mereka datang. Hafsa yang memang sudah terlampau capek, tertidur sepanjang perjalanan menuju rumah.

...----------------...

Selepas magrib, mereka sekeluarga berkumpul sambil makan malam bersama. Hafsa dengan semangat mengeluarkan oleh-oleh yang ia beli selama di Bali.

"Ini kopi Bali untuk Abah," Gus Sahil turut membuka oleh-olehnya, "Aku sudah coba kemarin, dan rasanya memang mantap Bah,"

Abah Baharuddin menerima bungkusan kopi dengan mata berbinar, "Kamu tahu sekali kesukaan Abah, Hil,"

"Aduh, habis ini Abah pasti makin semangat begadang," keluh Umi Zahra. "Jangan banyak-banyak begadang lho Bah,"

"Iya, iya, ndak lagi kok Mi," Abah Baharuddin tersenyum lebar, "Lagian kan Abah begadangnya nggak macam-macam, cuma baca buku saja,"

"Ya meskipun cuma baca buku, njenengan itu sudah sepuh, kena angin malam sedikit saja langsung masuk angin. Pagi-pagi sudah ribut minta dikerokin Umi,"

Hafsa tersenyum mendengar perdebatan romantis kedua mertuanya. Abah Baharuddin memang sangat suka membaca, tempat favoritnya adalah di balkon lantai dua. Abah Baharuddin bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sana, kadang sampai adzan tahajud tiba.

(Di pondok pesantren, adzan tidak hanya dipakai untuk sholat lima waktu saja, tapi juga pada saat sholat tahajud)

"Kalau ini tas rotan buat Umi," Hafsa mengeluarkan sebuah tas bermotif bunga-bunga. "Hafsa sengaja pilih yang modelnya sama supaya bisa kembaran,"

"Ya ampun, terimakasih ya nduk," Umi Zahra menerima pemberian Hafsa, mematut-matut motifnya dengan cermat. "Nanti kita pakai bareng waktu pergi pengajian ya,"

"Siap Umi," Hafsa tersenyum senang.

Selesai makan malam, Hafsa kembali mengecek tas oleh-oleh. Ia ingin memastikan oleh-oleh untuk orangtuanya tidak ketinggalan. Ia juga mengeluarkan oleh-oleh untuk para santri ndalem, gantungan kunci dari kayu yang diukir dengan ukiran khas Bali.

Sebuah kotak kecil membuat Hafsa bertanya-tanya. Ia merasa tidak pernah membeli benda itu. Saat dibuka, ternyata isinya sebuah bros perak berbentuk bunga, dengan ukiran-ukiran indah di atasnya.

"Gus, ini punya njenengan bukan?" Hafsa bertanya saat Gus Sahil keluar dari kamar mandi. "Soalnya saya tidak merasa pernah beli bros seperti ini,"

"Oh iya itu punyaku," Gus Sahil mengambil kotak itu dari tangan Hafsa, menyimpannya di dalam lemari. "Aku beli untuk kenang-kenangan,"

"Oh.." Hafsa mengangguk-anggukkan kepala. Tiba-tiba teringat sesuatu.

"Oh iya Gus, saya juga punya oleh-oleh buat njenengan,"

"Kenapa aku dibelikan oleh-oleh segala?" tanya Gus Sahil keheranan.

Hafsa tidak menjawab. Ia mengeluarkan sebuah kotak lain, menyerahkannya pada Gus Sahil.

"Cincin?" Gus Sahil mengeluarkan sebuah cincin dengan hiasan batu berwarna hijau. Cincin itu sangat indah, tersusun dari ukiran-ukiran yang rumit.

"Kata penjualnya, cincin ini langka. Dia bilang, sudah banyak pembeli yang mencari motif ukiran ini, tapi selalu kehabisan. Penjualnya juga bilang kalau ukiran ini punya arti yang baik,"

"Masa sih? kamu bukan cuma kemakan iklan kan?" Gus Sahil mencibir.

"Tapi meskipun kemakan iklan, Cincinnya bagus kan Gus?"

"Iya sih, bagus," Gus Sahil mengangguk setuju. "Tapi aku nggak tahu mau pergi kemana memakai cincin ini,"

"Tidak perlu dipakai kok Gus, cukup disimpan saja. Saya tahu njenengan jarang pakai aksesoris,"

"Begitu? Yasudah terimakasih ya, aku akan simpan ini dengan baik,"

Hafsa tersenyum. Diam-diam, ia sebenarnya sudah membeli dua cincin dengan model yang sama, hanya berbeda ukuran. Sama seperti wanita lain di dunia ini, Hafsa juga ingin merasakan punya benda pasangan bersama orang yang ia cintai. Meskipun hanya tersimpan di dalam lemari, asal Gus Sahil menerimanya, Hafsa sudah bahagia.

...----------------...

"Aku punya oleh-oleh untuk sampeyan mbak," Hafsa menyerahkan gantungan kunci pada Zulfa. Hafsa sengaja memanggil Zulfa malam itu juga, ingin segera memberikan oleh-oleh.

"Ya Allah terimakasih banyak Ning, kok sampean repot-repot belikan saya segala,"

"Nggak repot sama sekali kok mbak, aku juga belikan ke mbak yang lain juga," pada saat itu tatapan Hafsa melihat Roha yang berjalan keluar dari ndalem belakang dengan tergesa-gesa.

"Sini mbak!" panggilnya sembari melambaikan tangan.

Roha datang tergopoh-gopoh. Hafsa memberikan sebuah gantungan kunci berwarna merah, "Ini oleh-oleh dari Bali,"

"Terimakasih banyak Ning,"

"Sama-sama, semoga bermanfaat ya mbak. Oh iya, sampean mau kemana kok buru-buru begitu?"

"Oh, tadi habis nyuci Ning, sekarang mau balik ke asrama,"

"Oalah, kok malam-malam sudah mencuci, kenapa ndak besok pagi saja?"

"Nggak apa-apa Ning, supaya besok tinggal dijemur,"

"Yasudah terimakasih ya mbak,"

"Njeh Ning," Roha segera berlalu dari hadapan Hafsa.

Sekelebat, Hafsa dapat melihat tangan kiri Roha memegang sesuatu. Sebuah kotak kecil yang terlihat familiar. Tunggu, dari mana ia melihat kotak itu sebelumnya?

"Ning, kalau begitu saya kembali ke asrama juga ya," pamit Zulfa menyadarkan Hafsa.

"Oh iya mbak, silahkan,"

Sembari langkahnya masuk ke dalam rumah, Hafsa kembali mengingat-ingat. Dimana ia melihat kotak itu sebelumnya? Namun, saat melihat Gus Sahil yang sedang mengobrol bersama Umi Zahra di ruang tengah membuatnya segera teringat.

Buru-buru, Hafsa masuk ke dalam kamar. Mengunci pintu. Dengan nafas memburu, ia perlahan-lahan membuka lemari Gus Sahil.

"Ada Ya Allah, ada," ia merapalkan kalimat itu berkali-kali sembari tangannya sibuk menjelajahi isi lemari.

Hasilnya nihil, kotak bros milik Gus Sahil tidak ada di dalam lemari. Hafsa mengepalkan tangannya kuat-kuat. Jadi, apa yang tadi dibawa Roha adalah hadiah dari Gus Sahil?

Mencoba menyangkal, Hafsa kembali menyusuri seluruh isi lemari, membuka laci-laci kecil yang tersembunyi. Tapi justru bukan kotak bros, Hafsa malah menemukan rahasia yang semakin membuat hatinya patah.

Tumpukan kertas yang dilipat dengan hati-hati tampak tersusun dengan rapi di dalam laci. Dengan tangan bergetar, Hafsa membuka salah satu kertas.

...20 Mei 2020...

...Selamat ulang tahun Gus, semoga njenengan sehat selalu. Saya tidak bisa mengucapkan kata-kata puitis, apalagi romantis. ...

...Saya hanya berharap semua keinginan njenengan terkabul. Saya minta maaf tidak bisa mengucapkannya langsung, malu rasanya kalau bicara dengan njenengan....

...Saya berikan hadiah sarung ini sebagai ucapan terimakasih. Semoga njenengan bisa simpan sarung ini selamanya, seperti saya simpan perasaan saya pada njenengan. ...

...Salam sayang, ...

...Salma Rohaya...

Luruh sudah air mata yang susah payah ia bendung. Dengan tergesa-gesa, ia lipat kembali kertas itu, dikembalikan ke tempat semula. Hafsa sepenuhnya sadar, hati Gus Sahil sama sekali tidak bisa ia raih. Kenyataan kalau Gus Sahil masih menyimpan surat itu selama bertahun-tahun membuatnya harus mundur seketika.

Duh Gusti, tidak adakah kesempatan baginya untuk merebut hati suaminya?

1
Murci Sukmana
Luar biasa
Arin
/Heart/
Anita Candra Dewi
klo ak lgsg tak ganti yg serupa😅
bibuk duo nan
😭😭😭😭
ALNAZTRA ILMU
sini aku tak tahan🥺🥺🥺
ALNAZTRA ILMU
knp tidak dari dulu buat program hamil.. tapi terburu2 carikan suaminya isteri baru sok kuat
ALNAZTRA ILMU
ini agak biadab ya.. sepatutnya, jangan suka ganggu
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣wahhh
ALNAZTRA ILMU
🤣🤣🤣
ALNAZTRA ILMU
berat ya ujian nya
ALNAZTRA ILMU
mundur saja
Izza Nabila
Luar biasa
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hafsa kasian bnget😭
PURPLEDEE ( ig: _deepurple )
hai kak maaf bru mampir🤗
May Keisya
kamu nikah lagi karna nafsu dan mendzolimi istri...paham agama yg ky gmn Gus???
May Keisya
dia tambah setress gesrek egois😂
May Keisya
dia udah mulai ketar ketir...tapi maaf ya Gus aku udah kesel bin kurang suka km dr awal cerita🙄
May Keisya
😂😂😂...bagus ih jujurnya
May Keisya
km knp Gus? kepanasan...syukurin
May Keisya
😭...si Agus emg sableng,dia berilmu tapi tidak beradab...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!