Fahrul Bramantyo dan Fahrasyah Akira merupakan sahabat sejak kecil, bahkan sejak dalam kandungan. Mereka sangat akrab bak saudara kembar yang merasakan setiap suka dan duka satu sama lain.
Namun semuanya berubah saat kesalahpahaman terjadi. Fahrul menjadi pria yang sangat kasar terhadap Fahra. Beberapa kali pria itu membuat Fahra terluka, hingga membuat tubuh Fahra berdarah. Padahal ia tau bahwa Fahra nya itu sangat takut akan darah.
Karena Fahra kecil yang merasa takut kepada Fahrul, akhirnya mereka pindah ke Malang dan disana Fahra bertemu dengan Fahri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LoveHR23, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kejutan
Fahra berhenti didepan rumahnya. Ia melihat sebuah motor yang tak asing baginya sedang menjauh. Itu motor ninja berwarna biru. Fahra tersenyum melihat itu. Ia kenal itu motor milik Fahrul. Ternyata pria itu datang. Tapi mengapa tak masuk? Ia memiliki undangan. Orangtuanya pun ada didalam.
"Ternyata Fahrul datang. Fahra yakin, sebentar lagi Fahrul akan balik lagi. Mungkin Fahra tunggu disini dulu kali, ya? Biar Fahra bisa sambut kedatangan Fahrul." gadis itu tersenyum dan terus berdiri didepan rumahnya. Sesekali ia terduduk diteras.
Dari kejauhan, Fahrul melihat Fahra. Namun pria itu sama sekali tak menghampirinya. 30 menit telah berlalu, Fahra masih duduk diteras rumahnya. Gadis itu terus memantau jalan, mencari keberadaan Fahrul. Namun sahabatnya sudah pergi dari 20 menit yang lalu. Saat sedang menunggu, tiba-tiba ada sebuah mobil yang berhenti didepan rumahnya. Fahra terkejut dan hendak masuk ke dalam rumah.
"Bundaaaa!" teriak Fahra dan bergegas masuk. Namun langkahnya dicegat oleh 2 orang pria bertubuh besar yang keluar dari mobil. Salah satu pria itu mengeluarkan handuk yang diberi obat bius. Ia mendekap mulut Fahra dengan handuk kecil itu hingga Fahra pingsan.
Ketika melihat teras rumahnya kosong, Bu Susan panik. Semua orang disana heboh saat mengetahui Fahra tidak ada. Wajah Pak Hans juga sangat panik.
"Fahra tadi teriak, manggil aku, mas. Tapi pas aku keluar, dia udah gak ada."
"Mungkin dia pergi bersama temannya, San." sahut Bu Rina mencoba menenangkan.
"Gak mungkin. Fahra gak punya teman di Jakarta. Teman-temannya hanya teman sekolahnya. Dan Fahra gak mungkin pergi tanpa pamit. Fahra hilang, mas. Cepat lapor polisi." ucap Bu Susan mulai menangis.
"Gak bisa, sayang. Polisi gak mau nerima laporan hilang sebelum 2x24 jam. Kita tunggu dulu ya, Fahra pasti baik-baik aja kok." jawab Pak Hans berusaha tenang.
"Tapi, tapi Fahra gak terlalu tau Jakarta. Dia masih belum mengenal kota ini. Bagaimana kalau dia tersesat?"
"Gak mungkin, sayang. Kamu tenang, ya."
Waktu sudah menunjukkan pukul 7 malam, namun Fahra belum juga pulang. Bu Rina masih menenangkan Bu Susan diruang tamu. Begitu juga Pak Hans dan Pak Bram yang sibuk menghubungi kolega nya untuk menanyakan Fahra. Namun hasilnya nihil. Mereka sama sekali tak mendapati titik terang keberadaan Fahra.
Saat sadar, mata Fahra terbelalak melihat keberadaannya yang sedang terbaring disebuah tikar diatas rooftop. Ia mengerjapkan matanya beberapa kali. Apa ini? Semua terlihat begitu bagus dan indah. Mengapa banyak sekali? Ahh Fahra sangat menyukai pemandangan ini.
Fahra tersenyum melihat sekelilingnya yang banyak bergantung coklat dan lampu kelap kelip. Begitu indah. Seperti mimpi, namun ini nyata.
"Indah. Benar-benar menakjubkan." ucap Fahra begitu mengagumi pemandangan disekitarnya.
Fahra berjalan menghampiri sebuah coklat yang berada tak jauh dari tempatnya semula. Perlahan tangannya menggapai salah satu coklat.
"Lo udah bangun?"
Fahra terperanjat. Ia terkejut saat mendengar suara dari belakang. Tunggu dulu, sepertinya Fahra mengenali suara itu. Suara serak namun terdengar lembut. Fahra menoleh ke belakang. Tubuhnya mematung saat melihat pria yang berdiri disana.
"Fa-fahrul?"
"Iya. Lo udah bangun?"
"Ah Fahrul suka bercanda. Kalau Fahra masih tidur, gak mungkin dong bisa liat keberadaan Fahrul disini." ucap Fahra terkekeh.
"Mhehe bener juga"
"Yang siapin ini semua Fahrul?" Fahra menunjuk sekitarnya yang bertebaran coklat.
"Bukan" jawab Fahrul santai.
Fahra mengerutkan dahinya. Ia mencoba berfikir keras maksud Fahrul. Jika bukan dia, siapa lagi?
"Beneran bukan Fahrul?"
"Iya"
"Fahrul boong ya. Kalau bukan Fahrul, siapa lagi? Kan yang ada disini cuma kita berdua." benar sekali. Saat ini hanya ada Fahra dan Fahrul diatas rooftop itu.
"Tadi ada orang dekor. Tapi sekarang mereka udah pulang. Jadi tinggal gue sama elo disini."
Mendengar itu, gadis itu mematung. Ia menggigit bibir bawahnya sembari menepuk dahinya. Mengapa dia begitu bodoh? Benar saja, menghias ini sendirian tidaklah mudah. Apalagi dengan dekorasi yang sangat indah.
"Oh iya heheh. Ehh tunggu dulu, kayaknya tadi Fahra diculik sama 2 oom-oom raksasa. Tapi kok sekarang Fahra ada disini ya?"
Fahrul terkekeh. Ia memiringkan senyum dan mengangkat satu alisnya. "Itu membuktikan kalau gue gak sendirian. Banyak pihak yang bantu gue."
Fahra mengangguk paham. Ia berjalan menghampiri tikar tempat ia terbaring tadi. Gadis itu duduk disana sembari memandangi bintang-bintang dilangit malam. Senyum manis tak pernah lepas dari wajah Fahra malam itu. Pria bertubuh atletis yang tengah berdiri pun melangkahkan kakinya menghampiri Fahra. Ia duduk disamping Fahra.
"Raa..."
Mata Fahra sontak menoleh ke arah pria yang kini telah duduk disampingnya yang menghadap ke depan.
"Kenapa?"
"Maaf. Maaf karena selama ini gue selalu jahat dan sering ngebully lo."
Fahra memegang pundak Fahrul yang sontak membuat pria itu menoleh ke arah tangannya. Kini gantian, Fahrul lah yang memegang pipi Fahra. Ia menatap Fahra lekat.
"Raa, bisa gak kita balik kayak dulu lagi? Kita akrab. Kita bareng-bareng terus. Kita main. Dan...."
"Dan apa?"
"Udahlah, lupain aja, gak penting."
Fahra memegang tangan Fahrul yang masih memegang pipinya. "Fahra mau kok. Fahra mau semua itu. Fahra mau kita jadi sahabat lagi. Tapi sebelum Fahrul ucapin sesuatu ke Fahra, Fahra pokoknya nolak permintaan Fahrul." gadis itu melepaskan tangannya dan tangan Fahrul dari wajahnya. Ia menghadap ke depan dengan wajah cemberut.
Fahrul terkekeh melihat tingkah Fahra yang menggemaskan. Sekali lagi ia memegang wajah Fahra dan tersenyum sembari menatap lekat sahabatnya itu. Ia bertepuk tangan 3 kali. Tiba-tiba lampu kelap-kelip mati. Fahra menjerit sembari menutup wajahnya dengan tangan.
"Happy Birthday, Fahra. Happy Birthday, Fahra. Happy Birthday, Happy Birthday, Happy Birthday, Fahrul." Fahrul melantunkan lagu ulang tahun dengan begitu merdu. Fahra tersenyum sumringah saat mendengar Fahrul bernyanyi sembari membawa kue. Tapi matanya menajam mendengar kata terakhir pria itu. Apa? Fahrul? Bukankan harusnya itu lagu untuk Fahra.
"Hemm kata-kata terakhirnya bisa didelete, nggak? Fahrul ih, gak ikhlas ngucapinnya!" ketus Fahra.
"Mhehe kan ini juga hari ulang tahun gue. Bebas dong kalau gue ngucapin buat diri gue sendiri juga. Ayo tiup. Ntar lilinnya keburu ditiup angin, lagi." ucap Fahrul memutar bola matanya malas.
"Mau tiup bersama?"
"Yes, sure" Fahrul tersenyum dan mengangguk setuju. Mereka pun meniup lilin itu bersamaan. Malam itu terasa begitu Indah. Mereka menghabiskan waktu bersama sembari bercerita dan bercanda. Selain itu mereka juga memakan banyak coklat, yang notabennya coklat adalah makanan favorit Fahrul dan Fahra. Karena dingin, Fahra mengelus-elus lengannya. Melihat itu, Fahrul langsung melepaskan jaketnya dan memasangkan jaket itu ke tubuh Fahra. Mereka saling menatap dan tersenyum.
"Rul, hari sudah mulai larut. Fahra gak biasa keluar selarut ini. Pulang ya." ucap gadis itu sedikit canggung.
Fahrul yang semula menatap depan, kini memalingkan wajahnya menatap Fahra sembari tersenyum. "Boleh"
Dengan semangat, gadis itu bergegas beranjak. Ia melangkahkan kakinya mendahului Fahrul. Baru beberapa langkah Fahra berjalan, tangannya diraih oleh seseorang yang tak lain adalah Fahrul, hingga membuat Fahra menghentikan langkah namun tetap menghadap ke depan. Tiba-tiba tubuhnya menegang saat sebuah tangan melingkar dipinggangnya.