Tepat di hari pernikahan, Ayana baru mengetahui jika calon suaminya ternyata telah memiliki istri lain.
Dibantu oleh seorang pemuda asing, Ayana pun memutuskan untuk kabur dari pesta.
Namun, kaburnya Ayana bersama seorang pria membuat sang ayah salah paham dan akhirnya menikahkan Ayana dengan pria asing yang membantunya kabur.
Siapakah pria itu?
Sungguh Ayana sangat syok saat di hari pertama dia mengajar sebagai guru olahraga, pria yang berstatus menjadi suami berada di antara barisan murid didiknya.
Dan masih ada satu rahasia yang belum Ayana tahu dari sang suami. Rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tria Sulistia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
11. Cium Aku!
"Istri kamu? Bagaimana bisa?"
Diva tercengang namun, detik berikutnya dia segera mengoreksi ucapannya.
"Maaf, maksudku. Kapan kalian menikah?"
"Belum lama ini," jawab Elang. Lalu dia beralih menatap Ayana. "Ay, tolong buatkan minum untuk Diva dong."
Ayana mengangkat alis dengan raut muka sebal. "Buat aja sendiri."
"Nggak perlu repot-repot kok. Lagi pula aku ke sini hanya sebentar," kata Diva setelah melihat gelagat Ayana yang sepertinya tidak menyukai dirinya.
"Aya, please. Buatkan minum!" perintah Elang dengan nada memaksa.
"Kamu tidak dengar tadi? Diva sendiri yang bilang nggak perlu repot-repot buatkan minum," ketus Ayana.
Dia tahu maksud Elang memintanya membuatkan minuman. Agar Ayana pergi ke dapur dan Elang bisa bebas berduaan dengan perempuan bernama Diva itu.
Entah apa yang membuat Ayana meradang melihat Elang bersama Diva. Padahal dia tidak mencintai Elang sama sekali.
"Aya, bagaimana pun juga, Diva ini kan tamu. Ayo dong, istriku yang cantik, buatkan minum!" Elang mencolek dagu Ayana sambil mengulum senyum.
Bagi Elang, Ayana sangat menggemaskan saat memasang wajah cemberut seperti sekarang ini.
Ayana berdecak dan berjalan ke dapur dengan kaki di hentak-hentakan. Dia mengambil dua cangkir, lalu memasukan gula dan juga teh ke dalamnya.
Sedangkan di ruang tamu, setelah melihat Ayana pergi ke dapur Elang beralih menatap Diva. Tampak wanita itu menundukan kepala dengan sorot mata pilu.
"Ada masalah apa?"
"Aku sudah nggak sanggup lagi, Lang," ungkap Diva yang bola matanya langsung berkaca-kaca mengingat nasib malang yang menimpa dirinya.
Elang menghembuskan nafas panjang sambil menaruh punggungnya di sandaran sofa.
"Masalah dengan Nyonya Megan lagi?" terka Elang dan seketika dijawab oleh Diva dengan sebuah anggukan kepala.
"Nyonya Megan selalu memaksaku untuk melayani para pria hidung belang itu. Dia mengancam akan menjual adikku, jika aku membantah," Diva mendongak memperlihatkan pipi yang telah basah dan mata memerah. "Aku sudah nggak sanggup, Lang. Sampai kapan aku terus-terusan menjadi wanita malam?"
Kembali Diva menundukan kepala dan kali ini tangisannya pecah tak dapat dibendung lagi.
Semua keluh kesah di dalam benak, Diva curahkan seluruhnya kepada Elang. Meski pertemanan mereka belum genap satu tahun, tapi Diva merasa lega setiap kali menceritakan beban pikirannya.
"Cukup aku saja yang menjadi wanita penghibur, Elang. Aku tidak mau adikku bernasib sama seperti aku. Andai saja ayahku tidak memiliki hutang pada Nyonya Megan, pasti hidupku tidak akan seperti ini."
Elang hanya terdiam menunggu Diva tenang sambil di dalam benaknya berpikir cara untuk membantu wanita malang itu.
Elang tak menyadari jika Ayana juga ikut menyimak penuturan Diva dari dapur. Ayana yang sedang mengaduk teh, mendadak menghentikan pergerakan tangannya.
Jujur, di dalam hati Ayana ada rasa iba pada Diva ketika mengetahui wanita itu dipaksa menjadi wanita malam karena ayahnya terlilit hutang dan kini sang adik pula terancam akan menjadi pemuas nafsu pria hidung belang.
Namun, sebagian dalam diri Ayana masih merasakan cemburu mendapati hubungan Elang dan Diva yang terlihat sangat dekat.
Terbukti ketika Diva mengalami masalah, wanita itu tak segan bercerita pada Elang.
Ayana menarik nafas dan berusaha kembali kepada kesadarannya. Lalu dia membawa nampan berisi dua cangkir teh ke ruang tamu.
Begitu Ayana datang, Diva segera menyeka pipi yang basah agar istri temannya itu tidak menaruh curiga. Padahal Ayana sendiri sudah tahu semua tentang dirinya.
"Minum dulu, Va," ucap Elang saat Ayana meletakan cangkir ke atas meja.
Diva meneguk teh nya sedikit dengan sikap yang canggung. Sungguh dia merasa tidak bebas jika bercerita di dekat Ayana.
Dan tentu saja hati Diva seperti di remas dari dalam setiap kali melihat Ayana yang merupakan istri dari seorang Elang, pria yang dia cintai dalam diam.
"Lang, kenapa kamu tidak mengundangku ke pesta pernikahan kalian?" Diva bertanya untuk membunuh rasa canggung.
Sekilas Elang melirik Ayana yang duduk di depannya. Lalu kembali dia menatap Diva.
"Kami menikah juga dadakan, Va," ungkap Elang.
"Dadakan?" Diva mengernyit lalu pandangannya jatuh ke perut Ayana. Segala pikiran negatif pun langsung merasuki benak Diva. "Apa kalian sudah…"
"Nggak. Nggak," ucap Elang cepat saat dia tahu apa yang Diva pikirkan. "Kami nggak pernah tidur bareng kok. Jadi ceritanya itu seperti ini…"
Elang mulai bercerita awal mula dia bertemu dengan Ayana sampai mereka akhirnya dinikahkan secara paksa oleh Jodi.
Ada sedikit kelegaan dalam nafas yang dihembuskan oleh Diva saat mendengar cerita Elang.
"Oh, jadi kalian menikah karena terpaksa," kata Diva setelah Elang selesai bercerita.
Diva melirik pada Ayana yang sedari tadi diam dan tampak tidak peduli. Lalu bibir Diva mengulas senyum tipis.
"Dan Ayana ini, guru olahragaku di sekolah," imbuh Elang ragu-ragu.
"Apa?" pekik Diva terkejut. Dia menatap Elang dan Ayana secara bergantian dengan tatapan tak percaya.
"Maka dari itu, Va. Tolong rahasiakan pernikahan aku dan Ayana dari siapapun," pinta Elang.
Masih dengan wajah tercengang, Diva menganggukan kepala. Kemudian dia tersenyum.
"Tenang saja. Rahasia kalian pasti aman kok."
Tak mau berlama-lama, Diva akhirnya memutuskan untuk pamit pulang.
Diva melangkah ke keluar rumah dengan perasaan yang berkecamuk di dada. Ada rasa lega setelah curhat pada Elang tapi hatinya lebih didominasi oleh rasa marah mendapati Elang telah memiliki istri.
Ya, meskipun Diva tahu bahwa mereka terpaksa menikah, tapi tetap saja Diva cemburu pada Ayana.
Dia yang lebih dulu menaruh cinta pada Elang tapi Ayana yang harus mendapatkan pria itu.
Sepeninggalan Diva dari rumah, Ayana mengerucutkan bibir dan berjalan ke dalam kamar dengan kaki yang sengaja dihentak-hentakan cukup keras ke lantai.
Elang mengekori Ayana menuju kamar. Lalu dia menyambar lengan Ayana, meminta agar Ayana menatap ke arahnya.
"Kamu marah sama aku?" tanya Elang.
"Marah? Hah? Buat apa aku marah?" Ayana balik bertanya dengan nada suara yang terdengar kesal.
Tangan Elang meraih dagu Ayana karena wanita itu selalu berusaha menghindari kontak mata.
"Hai, lihat aku! Aku dan Diva hanya berteman. Nggak lebih dari itu," terang Elang penuh kelembutan namun tetap terdengar tegas.
Secepat kilat, Ayana menampik tangan Elang agar tak menyentuh dagunya.
"Aku nggak peduli. Mau kamu dekat sama wanita manapun, aku nggak peduli."
"Kalau begitu, senyum dong!"
Ayana berdecak, lalu mendorong dada Elang supaya keluar dari kamarnya.
"Apaan sih? Sana keluar! Aku mau istirahat," teriak Ayana ketus.
Namun, Elang tak menggubris. Dia tetap berdiri di hadapan Ayana sambil menatap lekat wajah istrinya.
"Aku nggak akan keluar dari kamar, kalau kamu belum senyum," Elang berkata tegas.
Kemudian Ayana menarik sudut bibirnya membentuk senyuman.
"Sudah. Sekarang pergi!"
"Yang ikhlas dong senyumnya," goda Elang.
"Mau kamu apa sih, Lang? Sudah sana keluar!" Ayana makin mengerucutkan bibir kesal.
"Senyum dulu!"
Ayana menarik nafas panjang. Mengisi paru-parunya dengan oksigen untuk menstabilkan emosi.
Setelah itu, bibir Ayana merekahkan senyuman manis yang membuat Elang ikut tersenyum.
"Bagus. Lalu, sekarang cium!" Elang memajukan wajah, siap menerima kecupan dari Ayana.
Tapi bukan kecupan yang dia dapat, melainkan tamparan di pipi.
Meskipun tamparan itu tak bertenaga namun, cukup membuat Elang terkejut dan membelalakan mata.
"Kamu tuh ya? Lama-lama makin ngelunjak," geram Ayana melototkan mata. "Keluar dari kamarku dan jangan ganggu aku!"
"Ay, kamu lupa ini rumah siapa, hah? Aku nggak akan ganggu, sebelum kamu cium aku."