Dania terpaksa menggantikan posisi kakak tirinya, Adelia sebagai seorang mempelai wanita dari seorang lelaki yang bernama Daniel Dirgantara.
Tanpa sepengetahuan Dania, ternyata Daniel memiliki kelainan mental. Ia mengalami Intermittent Explosive Disorder, di mana ia tidak bisa mengontrol kemarahannya. Ia bisa membanting dan menghancurkan apa saja, bahkan ia bisa melukai siapapun yang berada di dekatnya.
Hal itu pula lah yang membuat Adelia memilih kabur dan meninggalkan Daniel, beberapa hari sebelum hari pernikahan mereka.
Bagaimana nasib Dania yang akhirnya berada di bawah kungkungan Daniel?
#Cerita ini hanya lah fiktif belaka, jika ada yang tidak masuk akal, mohon sekiranya dimaklumi. ❤❤❤
💗Terima kasih 💗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aysha Siti Akmal Ali, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berpamitan
Keesokan harinya.
"Loh, Mas Erick? Wajah kamu kenapa jadi begini? Mas berantem, ya?" Dania terbengong-bengong melihat luka di sudut bibir Erick yang terlihat membiru dan juga tampak membengkak.
Perlahan Dania menyentuh luka tersebut dan Erick pun refleks meringis karena lukanya benar-benar sakit. Bahkan tadi malam saja Erick hampir tidak bisa tertidur akibat rasa sakitnya yang berdenyut-denyut.
"Aw!" pekik Erick.
"Ups, maaf!" Dania menarik tangannya kembali dengan wajah penuh rasa bersalah.
"Tidak apa. Aku hanya kaget, sekarang sentuh lah!" Erick menarik tangan Dania kemudian meletakkannya kembali ke pipinya.
Dania mengelus luka tersebut dengan lembut sambil bertatap mata dengan Erick yang kini tengah melemparkan senyuman manis untuknya. Namun, itu hanya sebentar saja. Dania tidak ingin berlama-lama melakukan itu karena ia tahu selama ini Erick memang menyukai dirinya.
"Kenapa kamu berantem, Mas? Bukankah Mas Erick yang selama ini aku kenal tidak pernah membuat masalah apa lagi sampai berantem seperti ini," tutur Dania dengan alis yang saling bertaut.
"Aku tidak berantem, Dania. Kemarin itu aku bertemu sama orang gila dan karena gilanya kumat, akhirnya dia refleks memukulku tanpa sepengetahuanku," jawab Erick sambil terkekeh pelan.
"Masa sih, Mas? Lah, trus bagaimana orang gilanya sekarang? Apa dia masih berkeliaran? Wah, bahaya jika ia dibiarkan berkeliaran seperti itu. Bisa-bisa nanti dia malah melukai orang-orang yang ia temui," tanya Dania dengan mata membulat.
Erick tersenyum kecut, masih menatap wajah teduh Dania yang selalu membuat hatinya tenang.
"Seandainya kamu tahu siapa orang gila itu, Dania. Dan sebentar lagi kamulah yang akan menjadi korban kegilaannya. Ya, Tuhan! Di saat seperti ini, aku malah tidak berdaya dan tidak bisa menyelamatkan Dania dari cengkeraman lelaki gila itu. Aku benar-benar merasa tidak berguna," batin Erick.
"Mas, Mas Erick kenapa?" Dania melambai-lambaikan tangannya ke hadapan wajah Erick yang kini tenggelam dalam lamunannya.
"Ah, iya. Maafkan aku," sahut Erick sembari mengelus tengkuk setelah sadar dari lamunannya.
Dania menghembuskan napas panjang kemudian melemparkan senyuman manisnya kepada lelaki itu. "Hari ini aku ingin berpamitan sama kamu, teman-teman dan juga anak-anak sebelum pergi ke kediaman calon suamiku, Mas. Namun, aku masih berharap bahwa hari ini bukanlah yang terakhir kalinya aku bisa bertemu dengan kalian semua," lirih Dania.
Erick kembali bersedih. Mata lelaki itu bahkan terlihat berkaca-kaca ketika menatap Dania. "Kami akan selalu menunggumu, Dania. Dan pintu yayasan ini selalu terbuka lebar untuk dirimu," sahut Erick dengan suara bergetar.
"Terima kasih, Mas."
Erick menuntun Dania memasuki tempat itu kemudian menemui teman pengajar, serta anak didiknya. Walaupun anak didiknya dapat dihitung dengan jari dan tidak sebanyak sekolah formal pada umumnya.
Namun, Dania tetap bangga. Ia bangga bisa mengabdikan dirinya di tempat itu walaupun tanpa gaji. Selama ini ia dan teman-temannya hanya mendapatkan uang transportasi yang mereka dapatkan dari Erick, sebagai pendiri tempat itu.
"Kak Dania, kapan Kakak kembali dan mengajar kami lagi?" tanya salah seorang anak didiknya.
"Ya, Kak. Kami ingin Kak Dania kembali mengajar kami walaupun Kak Dania sudah menikah," sambung yang lainnya.
"Oh, kalian. Kemarilah," ucap Dania sambil mengulurkan tangannya ke hadapan anak-anak didiknya dengan mata berkaca-kaca.
Anak-anak itu pun bergegas menghampiri Dania kemudian memeluknya dengan erat. Begitu pula Dania, ia memeluk seluruh anak didiknya sambil menitikkan air mata.
"Doakan saja, semoga calon suami Kakak bersedia mengizinkan Kakak untuk mengajar lagi. Kalian pernah dengar bagaimana kekuatan sebuah doa, 'kan? Dengan berdoa kita bisa membuat yang mustahil menjadi mungkin. Apa lagi dengan doa kalian semua. Kakak yakin, Tuhan pasti tidak akan mengabaikan doa-doa kalian," tutur Dania sembari melerai pelukannya.
"Kak, aku doakan semoga kakak selalu bahagia dan calon suami Kakak bersedia memberikan izin untuk Kakak kembali mengajar kami," sahut salah satu dari mereka sambil menatap lekat kedua mata Dania.
"Amin!" seru semua orang yang ada di ruangan itu, termasuk Erick.
Ya, walaupun jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Erick merasa kecewa dengan pernikahan mendadak Dania. Namun, ia tetap mendoakan yang terbaik untuk gadis itu.
Setelah puas berpamitan dengan anak-anak didik serta teman-temannya, Dania pun pamit karena sore nanti pihak Tuan Daniel akan menjemputnya. Erick mengantarkan kepulangan Dania hingga beberapa meter dari tempat itu. Setelah anak-anak serta teman-temannya masuk, Erick menghentikan langkah gadis itu.
"Dania, sebentar." Erick menarik tangan Dania dan kini mereka berdiri dengan posisi berhadapan.
"Ada apa, Mas?" Dania tampak kebingungan.
Erick mengeluarkan sesuatu dari saku kemejanya kemudian meletakkannya ke atas telapak tangan Dania. "Dania, sebenarnya sudah lama aku ingin memberikan cincin ini untukmu, tapi karena harganya yang cukup mahal, aku terpaksa harus menabung terlebih dahulu. Dan sekarang aku bisa mendapatkannya, tapi sayangnya aku sudah terlambat. Ambillah, anggap saja ini hadiah dariku untuk pernikahanmu."
"A-apa ini, Mas?" Dania terheran-heran melihat cincin berlian yang kini berada di telapak tangannya.
"Itu milikmu, ambillah." Erick menutup tangan Dania kemudian mendorongnya pelan. Setelah menyerahkan cincin itu Erick kembali menyunggingkan senyuman hangatnya sambil melangkah mundur.
"Ingat, Dania. Aku akan selalu menunggumu di sini, di tempat ini," ucapnya sebelum berbalik dan kembali ke tempat itu sambil melambaikan tangannya kepada Dania.
Dania membuka genggaman tangannya kemudian menatap cincin cantik bertahtakan berlian tersebut dengan mata berkaca-kaca. "Ya ampun, Mas Erick. Maafkan aku," lirih Dania.
...***...
"suamiku"
dania munafik kalau kau sadar punya suami apa pantas kau pergi dengan lelaki lain, berinteraksi kayak sepasang kekasih lagi kencan
dania munafik kalau kau benarkan kelakuan menjijikan mu dengan erick berarti suami juga boleh dong punya teman wanita lain dan berinteraksi sepertimu
untuk para author, belajar lagi mana benar mana salah, buka pikiran mu apakah seorang istri bebas berteman dan pergi berduaan dengan lelaki lain kayak sepanjang kekasih itu itu kalian anggap sesuatu yang benar, klo kalian benarkan perbuatan dania berarti boleh donk suami kalian punya teman wanita dan pergi berduaan dengan wanita lain
walau uji hanya novel tapi pakai juga pikiran dan hatimu biar bisa membedakan mana salah mana benar
Aku pasti,Sam punya yg lain diluar sana selain Adelia...👏👏👏