NovelToon NovelToon
Dia Bukan Ayah Pengganti

Dia Bukan Ayah Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pengantin Pengganti / Dokter / Menikah dengan Kerabat Mantan / Ayah Darurat
Popularitas:168k
Nilai: 4.6
Nama Author: Puji170

Naya yakin, dunia tidak akan sekejam ini padanya. Satu malam yang buram, satu kesalahan yang tak seharusnya terjadi, kini mengubah hidupnya selamanya. Ia mengira anak dalam kandungannya adalah milik Zayan—lelaki yang selama ini ia cintai. Namun, Zayan menghilang, meninggalkannya tanpa jejak.

Demi menjaga nama baik keluarga, seseorang yang tak pernah ia duga justru muncul—Arsen Alastair. Paman dari lelaki yang ia cintai. Dingin, tak tersentuh, dan nyaris tak berperasaan.

"Paman tidak perlu merasa bertanggung jawab. Aku bisa membesarkan anak ini sendiri!"

Namun, jawaban Arsen menohok.

"Kamu pikir aku mau? Tidak, Naya. Aku terpaksa!"

Bersama seorang pria yang tak pernah ia cintai, Naya terjebak dalam ikatan tanpa rasa. Apakah Arsen hanya sekadar ayah pengganti bagi anaknya? Bagaimana jika keduanya menyadari bahwa anak ini adalah hasil dari kesalahan satu malam mereka?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31DBAP

Naya duduk diam di ruang kerja Arsen, menatap kosong ke arah jendela. Setelah kejadian di mobil tadi, ia tak punya pilihan selain menuruti permintaan Arsen untuk tetap tinggal di rumah sakit, bukan pergi ke restoran seperti rencananya. Sayangnya, operasi yang Arsen jalani memakan waktu jauh lebih lama dari yang ia perkirakan, dan kini rasa bosan mulai menggerogoti dirinya.

"Kenapa aku malah jadi seperti orang bodoh, ngikutin maunya dia? Ini nggak bisa dibiarkan. Aku harus pergi dari sini," gumam Naya, berusaha mengusir kegelisahan sambil bangkit dari sofa yang sejak tadi menjadi tempatnya bersandar.

Ia melangkah pelan menuju pintu, sesekali melirik ke arah koridor.

"Nisa... Ya, aku harus ketemu Nisa," ucapnya dalam hati, seolah meyakinkan dirinya sendiri.

Dengan langkah hati-hati, Naya keluar dari ruang kerja Arsen. Beberapa perawat dan rekan sejawat Arsen menyapanya ramah. Ada kehangatan yang aneh terasa seakan mereka benar-benar menganggapnya sebagai istri Arsen.

"Bu Naya, mau ke mana?" tanya salah satu perawat, menghentikan langkahnya.

Naya tersenyum kaku. "Mau cari udara segar saja," jawabnya, berusaha terdengar santai.

Namun perawat itu menggeleng perlahan. "Tadi dokter Arsen berpesan, ibu diminta menunggu di dalam saja," katanya, dengan nada sopan namun tak bisa ditawar.

Naya membuka mulut, hendak membantah, namun ragu.

"Apa-apaan sih, aku kan bukan tahanan," batinnya kesal. Tapi sebelum ia sempat mencari alasan lain, perawat itu menambahkan,

"Kalau Ibu bosan, dokter Arsen tadi juga bilang, Ibu boleh ikut belajar praktik di dalam. Mau belajar jahit luka, atau belajar pasang infus?"

Naya terdiam, mempertimbangkan tawaran itu. Di balik rasa sebalnya, ia tahu ada benarnya juga. Proses magangnya sudah di depan mata, sementara kemampuan praktiknya masih jauh dari cukup. Soal teori, ia nyaris menghafalnya di luar kepala bahkan saat kemarin dirawat, ia tetap menyempatkan ikut ujian online.

Akhirnya, Naya menarik napas panjang, menahan rasa jengkel yang perlahan berubah menjadi tekad.

"Kalau memang harus nunggu, kenapa nggak sekalian belajar? Toh ini juga buat aku sendiri," pikirnya.

Dengan senyum tipis yang dipaksakan, Naya mengangguk. "Baik, saya mau belajar."

Naya mengikuti perawat itu masuk ke ruang praktik. Suasana di dalam cukup ramai, beberapa dokter muda tampak serius berlatih dengan boneka manekin medis. Bau alkohol dan antiseptik menusuk hidungnya, membuat suasana terasa semakin tegang.

Perawat menyerahkan satu set alat jahit luka kepada Naya. "Ibu bisa mulai dari sini. Kalau butuh bantuan, panggil saya ya," katanya ramah sebelum berlalu.

Naya memandang alat-alat itu dengan perasaan campur aduk. Jarum, benang, alat penjepit, semua terlihat begitu nyata, tak seperti di buku teks. Ia menghela napas, berusaha menenangkan diri.

Perlahan, ia mulai menggerakkan tangannya, mencoba mengikuti langkah-langkah yang pernah ia pelajari. Ujung jarum bergetar sedikit di jari-jarinya, membuat jahitan pertamanya terasa kaku dan kaku.

"Tenang, Nay. Ini cuma boneka... bukan pasien sungguhan," gumamnya dalam hati, berusaha menekan rasa gugup.

Namun semakin ia mencoba fokus, pikirannya malah semakin liar. Bayangan wajah Arsen, tatapan dingin tapi peduli yang tadi sempat ia lihat sebelum operasi terus menghantui benaknya.

"Kenapa dia sebegitu keras melarang aku pergi? Kalau bukan gara-gara dia aku juga gak akan jadi seperti ini kan?" Pikiran itu membuat dadanya berdebar aneh, mengganggu konsentrasinya.

Jarumnya meleset sedikit. Naya mengerutkan kening, berusaha kembali fokus. Ia mengatur napas, menggenggam jarum lebih mantap. Sekali lagi, ia mencoba, kali ini lebih hati-hati. Satu jahitan, dua jahitan. Perlahan, ketegangannya mulai berkurang.

Tak jauh dari tempatnya, seorang dokter muda memuji hasil jahitannya.

"Wah, lumayan rapi untuk pertama kali," katanya sambil tersenyum.

Naya tersipu, merasa sedikit bangga tapi tetap merendah.

"Masih jauh dari sempurna," ucapnya pelan.

Naya tersenyum kecil, lalu memberanikan diri meminta, "Kalau nggak keberatan... bisakah ajarin aku sedikit?" Nada suaranya penuh harap, membuat dokter muda itu yang memperkenalkan diri sebagai Dr. Evan langsung mengangguk ramah.

"Tentu. Sini, aku ajarin teknik jahitan dasar dulu," jawab Evan sambil mendekat, mengambil posisi di samping Naya.

Mereka berdua mulai fokus pada boneka medis di hadapan mereka. Evan dengan sabar memperbaiki posisi tangan Naya, memperlihatkan gerakan jemari yang benar saat menusukkan jarum dan menarik benang. Kadang-kadang tangannya menyentuh tangan Naya untuk membimbing arah jahitan, membuat jarak di antara mereka tampak begitu dekat.

Naya, yang biasanya cepat merasa canggung, justru tenggelam dalam keseriusan. Ia mengangguk-angguk kecil setiap Evan memberi arahan, matanya fokus penuh, mulutnya sesekali berbisik menghafal langkah-langkahnya.

Di tengah keseriusan itu, tak ada yang menyadari bahwa dari balik pintu ruang praktik, sesosok pria dengan wajah kaku tengah berdiri memperhatikan.

Arsen baru saja menyelesaikan operasinya. Masih mengenakan scrub biru dengan masker yang sudah ia lepas dan biarkan menggantung di leher, ia berniat mencari Naya untuk memastikan keadaannya. Tapi pemandangan di depan matanya membuat langkahnya terhenti.

Matanya menyipit tajam melihat Naya dan Evan begitu dekat, begitu nyaman seolah dunia mereka hanya berdua. Jari Evan menyentuh tangan Naya, memperbaiki posisi benang, dan Naya malah menatapnya penuh perhatian, bahkan tersenyum kecil.

Arsen berdiri di ambang pintu, matanya tak lepas dari Naya dan Evan yang masih sibuk. Sesuatu di dadanya semakin terasa mengganggu tak nyaman, panas, membuat sabarnya menipis.

Tanpa berpikir panjang, langkah kakinya membawa tubuhnya masuk ke ruangan itu.

Suara sepatu medisnya menjejak lantai dengan keras, membuat beberapa orang menoleh. Namun Evan dan Naya yang tengah fokus belum menyadari kehadirannya.

Hingga akhirnya, dengan nada datar tapi tajam, Arsen membuka suara, "Kelihatannya kalian sangat menikmati situasi di sini."

Naya terlonjak kecil, buru-buru melepaskan jarum dari tangannya. Evan pun tersentak, cepat-cepat mengambil jarak dari Naya.

"Dokter Arsen," sapa Evan, mencoba tetap santai, walau wajahnya sedikit kaku.

Arsen menatap Evan dingin, lalu mengalihkan pandangannya ke Naya yang tampak salah tingkah, menggenggam jari-jarinya sendiri.

"Aku cuma... belajar sedikit," ujar Naya cepat, suaranya nyaris seperti bisikan.

Arsen mendekat, berdiri hanya beberapa langkah dari mereka. Matanya meneliti Naya dari ujung kepala sampai kaki, seolah mencari alasan untuk mempertegas ketidaknyamanannya.

"Lain kali, kalau mau belajar, cari instruktur yang lebih berpengalaman," ucapnya, nadanya setengah mengejek.

Sekilas, Evan mengerutkan kening, merasa tersindir. Tapi ia memilih menahan diri, bagaimanapun Arsen adalah seniornya dan kini memegang peran penting di rumah sakit ini, jadi ia tak mampu untuk melawannya.

Naya sendiri menunduk, menggigit bibir bawahnya, tak berani menatap Arsen.

Arsen menghela napas panjang, lalu berkata dengan nada yang sedikit melunak tapi tetap keras di telinga, "Kamu ikut aku. Sekarang."

Tanpa menunggu jawaban, Arsen berbalik, meninggalkan Evan yang masih berdiri kaku dan Naya yang buru-buru mengejarnya, sedikit berlari kecil agar tak tertinggal.

Naya menatap punggung Arsen, hatinya berdegup kencang bukan karena marah atau takut seperti biasanya, tapi karena ada sesuatu dalam suara Arsen tadi... sesuatu yang terasa seperti kepemilikan.

"Kenapa aku merasa seperti kepergok berselingkuh?" gumam Naya.

Sementara itu, Arsen berjalan cepat di depan, menggertakkan rahangnya, mencoba mengabaikan detak jantungnya yang entah kenapa ikut berdebar tak karuan.

"Apa sih yang aku pikirin? Kenapa aku kayak... nggak suka lihat dia dekat sama orang lain?" gerutunya dalam hati, bingung pada dirinya sendiri.

1
Nur Nuy
wah jangan jangan naya adenya nisa
Aisyah Ranni
Kalo ternyata benar Naya adikmu trus Kakekmu akan pingsan kah Nisa.
Hayurapuji: terkejut mungkin kak
total 1 replies
Lisa Sari Dewi
sedihnya ..mewek nie thor
Hayurapuji: peluk jauh kak
total 1 replies
Retno Harningsih
up
Hayurapuji: ditunggu ya kak
total 1 replies
kartini aritonang
Astagaaa, baru ketemu novel ini dan langsunggg baca estafet. Sukaaaa dengan ceritanya. makasih thor udah bikin karya yang bagus seperti ini. Semangat thor..semoga makinbantak yang baca karyamu ini 🥰🥰

Hayo Naya..saatnya menikmati penghasilan mas arsen.
Apa mungkun benar firasat dito,kalau nisa dan naya itu mirip, artinya mereka saudara kandung ...
Hayurapuji: terimakasih kakak. aamiin, ditunggu updatenya
total 1 replies
Noveria_MawarViani
Aku mampir kak.
Dwi ratna
mau dong ikutan clubnya,tp apalah daya mau makan enak² jg takut gk nyukup smpe akhir bulan 😤😤
Hayurapuji: hihihi, kyaknya kita sama kak haha
total 1 replies
Dwi ratna
Luar biasa
Hayurapuji: terimakasih kakak
total 1 replies
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
serem ih mbak puput. kesakitan yang berubah jd dendam dan pembalasan
meita
mereka bkan org tua kandung kmu nay
Nur Nuy
sukurin bapak anak lagi disiksa puas gue, semoga naya ga kenapa kenapa, secepatnya ketemu orang tuanya, arsen tutup mulut teman koas naya dong jahat tuh mulutnya apalagi dara
Fani Indriyani
Tingkah kalian berdua ini bikin aku senyum2 sendiri...
Retno Harningsih
up
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
makin2 si arsen ini
Marya Dina
sweet juga si arsen😁
partini
aihhh posesif nya babang tamvann
meita
org diam itu ibarat gunung berapi dia akn diam ketika d sakiti tpi skalinya meledak mka akn mnghancurkan sgalanya
Hayurapuji: iya kak betul sekali
total 1 replies
Nifatul Masruro Hikari Masaru
ya ganggu lah
@$~~~rEmpEyEk~~k@c@Ng~~~$@
ngeriiiii
Hayurapuji: apa seperti psiko kak?
total 1 replies
partini
wah kejutan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!