"Tidak ada pengajaran yang bisa didapatkan dari ceritamu ini, Selena. Perbaiki semua atau akhiri kontrak kerjamu dengan perusahaan ku."
Kalimat tersebut membuat Selena merasa tidak berguna menjadi manusia. Semua jerih payahnya terasa sia-sia dan membuatnya hampir menyerah.
Di tengah rasa hampir menyerahnya itu, Selena bertemu dengan Bhima. Seorang trader muda yang sedang rugi karena pasar saham mendadak anjlok.
Apakah yang akan terjadi di dengan mereka? Bibit cinta mulai tumbuh atau justru kebencian yang semakin menjalar?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LyaAnila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bagian 02 : Cewek Aneh
"ASTAGA.... DEMI BAPAKKU BANGKIT DARI KUBUR.... APA INI?"
Seisi ruangan cafe kucing itu terperanjat. Termasuk para kucing yang tengah bermanja-manja dengan pengunjung yang datang.
"WOI..... KALAU JALAN PAKE MATA DONG. BUTA KAH ANDA? KALAU MAU BURU-BURU LIHAT SEKELILING. JANGAN JADI BELAGAK SOK PALING SIBUK SENDIRI."
Entah dapat energi dari mana Selena akhirnya bisa membentak laki-laki sialan yang menambah rusak mood nya itu. Cokelat dingin yang rencananya tadi untuk meredam emosinya, kini malah meluncur bebas menembus motherboard laptopnya. Seketika, laptop Selena pun mati.
"ARGHHH.... KAU TAUUU.... INI SATU-SATUNYA ALAT BUAT AKU KERJA! GIMANA KALAU UDAH KEK GINI?!!"
Pengunjung cafe pun menajamkan penglihatan serta pendengaran mereka untuk menyimak apa yang terjadi dengan gadis itu.
Entah terbuat dari apa hati laki-laki itu. Ia hanya ngelengos aja meninggalkan Selena yang masih ngomel-ngomel nggak jelas padanya.
"Silakan, mau pesan apa kak?"
Laki-laki itu menunjuk menu nasi goreng dan jus alpukat tanpa suara.
"Baik kak, totalnya empat puluh lima ribu. Pembayaran mau pakai Qris atau tunai, kak?" Tanya kasir kembali.
"Qris," jawabnya singkat.
Dengan segera, kasir memperlihatkan kode batang dan ia membayar sesuai tagihan.
"Baik, silakan ditunggu sebentar ya kak. Terima kasih," ujar kasir.
...****************...
Selena terus berusaha mengeringkan apa yang bisa ia keringkan dengan syal yang ia bawa. Tangannya gemetar karena mengingat itu adalah kado terakhir dari alm. Ayahnya sebelum meninggal.
"Ayah, maafkan Selena ayah. Selena nggak bisa jaga pemberian Ayah yang terakhir kalinya," tangisnya tertahan.
Setelah berusaha mengeringkan tumpahan cokelat yang mengenai laptopnya, Selena pun segera mengemasi barang-barangnya dan menghampiri laki-laki itu untuk meminta pertanggungjawaban. Namun, sebelum itu Selena masih memarahi laki-laki itu.
"Bagaimana Tuan. Laptop ku sudah mati. Semua file revisian naskah ku di dalam sini. Semua naskah ini," sambil menunjukkan tumpukan revisian dan kertasnya sudah melenyot karena tumpahan cokelat, "Ada di dalam laptop ini dan aku tidak sempat mencadangkan nya. Apakah anda mau tanggung jawab?" Cecar Selena.
"Perbaiki saja laptop jadulmu itu, setelah semuanya sudah selesai kamu hubungi saya." Laki-laki itu mengulurkan kartu nama berwarna hitam.
Mendengar pernyataannya, Selena perlahan mendekatkan wajahnya ke wajah laki-laki itu, seolah ingin memperjelas sesuatu.
"Tidak semua bisa diselesaikan dengan uang, Tuan. Kau tau, laptop yang sedang rusak ini adalah kenangan terakhir dari orang terkasihku. Aku bisa saja membeli laptop baru, tetapi aku tidak bisa membeli kenangan yang membersamai laptop itu."
"Aku ambil kartu namamu dan semoga kita tidak pernah bertemu kembali. Terima kasih," ujarnya.
Selena pun mengambil kasar kartu nama yang tergeletak di meja laki-laki itu dan meninggalkannya.
"Kenapa dengan gadis itu? Salahku dimana? Aku sudah berusaha bertanggungjawab dan responnya seperti itu. Sedang datang bulan apa gimana ya, makanya dia marah-marah nggak jelas," gumamnya.
"Eh. Kenapa aku merasa bersalah? Itu bukan salahku. Aku mau tanggungjawab, salah dia dong nggak mau terima. Dasar cewek aneh."
Tanpa rasa bersalah pun, ia tetap menghabiskan makanan yang sudah dia beli dan bermain sebentar dengan kucing-kucing lucu di cafe itu.
Sementara itu, Selena masih terduduk lemas di halte bus dengan sedikit terisak.
"Ayah, ini gimana selanjutnya? Aku ikut ayah apa gimana? Selena udah nggak kuat, Yah. Tolong bantu Selena, Ayah."
...****************...
Lihatlah Selena, jiwa yang kini dirundung mendung, Langkah kakinya berat, tertatih di sela duri yang kian tajam. Masalah datang padanya bak hujan badai yang tak kunjung usai, Satu luka belum kering, seribu perih sudah menanti di ambang pintu.
Dunia mungkin melihatnya sebagai sosok yang malang, Namun bagimu, biarlah ia menjadi pusaka yang harus kau jaga. Jadilah teduh saat dunianya membara, Jadilah rumah saat ia merasa asing di tanahnya sendiri.
Jangan biarkan api kecil di matanya padam tertiup duka yang bertubi-tubi. Genggam tangannya, bukan untuk mengekang, Tapi untuk membisikkan bahwa ia tidak lagi berjalan sendirian.
Bhima, jagalah Selena dengan seluruh ketulusanmu, Sebab di balik kerapuhannya, tersimpan permata yang hanya bisa bersinar, Jika kau beri ia rasa aman untuk kembali percaya pada cahaya.