Gracia Natahania seorang gadis cantik berusia 17 tahun memiliki tinggi badan 160cm, berkulit putih, berambut hitam lurus sepinggang. Lahir dalam keluarga sederhana di sebuah desa yang asri jauh dari keramaian kota. Bertekad untuk bisa membahagiakan kedua orang tua dan kedua orang adiknya. Karena itu segala daya upaya ia lakukan untuk bisa mewujudkan mimpinya itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rachel Imelda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arjuna Arsyan
"Mas Dani yang salah juragan. Dia yang lebih dulu memukul Mas ini hingga berdarah ." Cia akhirnya menjelaskan apa yang terjadi.
"Pasti kamu penyebab masalah ini kan?" tanya Nyonya Sinta dengan keras sambil menunjuk Cia.
"Lho kok saya yang disalahkan? justru saya yang di ganggu sama Mas Dani dan Mas ini menolong saya." kata Cia lagi.
"Alllahhh alesan. Emang kamu kok yang suka cari masalah. Coba kalo kamu mau jadi pacarnya Dani, pasti gak akan ada masalah" kata Nyonya Sinta lagi.
"Eh Ibu, kenapa jadi maksa Cia ini harus jadi pacarnya anak ibu? Kalo Cia gak mau jangan dipaksa dong" jawab pemuda itu santai.
Sedangkan Juragan Darmo sudah memerintahkan anak buahnya untuk membawa Dani ke Rumah sakit.
"Tunggu, aku mau ikut. Anak muda urusan kita belom selesai ya" kata Nyonya Sinta.
Sedangkan Juragan Darmo memerintahkan anak buahnya yang lain untuk menghajar pemuda itu.
"Beri dia pelajaran karena sudah mencari masalah dengan saya" perintah Juragan Darmo lalu menyusul istrinya dan anaknya ke rumah sakit.
Anak buah juragan Darmo langsung menghajar Pemuda itu dengan membabi buta tanpa aturan.
Tapi pemuda itu dengan mudah dapat menghindari setiap serangan mereka. Hal itu membuat mereka semakin ganas dan sekarang tiga orang anak buah juragan Darmo melawan pemuda itu. Ada salah satu yang menggunakan senjata tajam.
Cia dan ibu-ibu warga yang tadi ditraktir pemuda itu berteriak histeris. "awas Mas..." kata Cia.
Pemuda itu berusaha menghindari sayatan senjata tajam itu tapi karena dia agak terlambat menghindar akhirnya ujung senjata tajam itu mengenai sedikit kulit di pundaknya. Darah segar mengucur dari luka sayatan itu.
"Mas kamu berdarah" teriak Cia khawatir.
Ibu Nia dan Ibu-ibu yang lainnya juga tak kalah khawatir dengan keadaan pemuda baik itu, tapi tidak ada yang bisa mereka lakukan selain berdoa agar perkelahian ini segera berakhir.
Pemuda itu tanpa menghiraukan luka di pundaknya terus saja melawan ketiga anak buah juragan Darmo itu.
Dan beberapa saat kemudian, Pemuda itu berhasil menjatuhkan ketiga lawannya. Saat ini ketiga lawannya sudah berserahkan di jalan raya itu.
Cia dan ibu-ibu itu langsung menghampiri Pemuda itu. "Mas, kamu terluka ayok saya obati dulu lukanya".
Tiba-tiba terdengar suara Pak Beni ayahnya Cia "Nak, Cia, apa yang terjadi?" Pak Beni datang dengan napasnya yang ngos-ngosan.
"Ayah, pemuda ini menolong Cia sampe berdarah seperti ini. Ayah tolong obatin dia" mohon Cia.
Pak Beny terkenal bisa meracik obat tradisional yang manjur untuk segala macam penyakit. "Ya udah, mari nak kita ke rumah bapak. Gak jauh dari sini."
Lalu pemuda itupun menganggukkan kepalanya, menaiki motornya berjalan perlahan mengikuti Pak Beny dan Cia.
"Si Dani mah emang kebangetan. Saking gak ada kerjaannya jadinya yah kerjanya buat rusuh. Bapak sama ibunya juga sama aja. Mentang-mentang banyak duit lalu biarin anaknya nganggur". Omel Ibu Nia dan disetujui oleh ibu-ibu yang lain.
Setelah pemuda itu dibawa ke rumahnya Cia, warga yang menontonnya juga bubar untuk pergi ke ladang mereka masing-masing. Ada juga yang bekerja di ladangnya Juragan Darmo.
Yah yang sebenarnya sih itu ladang mereka sendiri tapi karena mereka berhutang kepada juragan Darmo dan tidak sanggup untuk membayar, ladang mereka yang dijadikan jaminan pun diambil paksa oleh juragan Darmo.
********
Di rumah Pak Beny, ibu Marni yang sedang menyapu halaman terkejut melihat suami dan anaknya pulang bersama seorang pemuda yang bajunya dipenuhi darah. "Ini siapa pak? Kok berdarah?" Ibu Marni memang tidak tau kalo anaknya mengalami masalah saat berjualan kue tadi.
Sedangkan Pak Beny mengetahuinya dari seorang temannya yang kebetulan melihat keributan tadi. Makanya begitu Pak Beny dengar dia langsung berlari ke tempat kejadian.
"Ibu tolong bersihkan lukanya biar ayah racik obatnya dulu" kata Ayah, sambil membopong pemuda itu masuk ke rumah sederhana mereka.
Karena darahnya yang terus keluar membuat pemuda itu merasa lemas. Wajahnya terlihat pucat. Ternyata sabetan senjata tajam itu cukup dalam mengenai bahunya.
Setelah pemuda itu duduk Cia dan Ibu langsung merobek baju nya tepat di bagian yang luka. Di lengan darahnya sudah hampir mengering sedangkan yang di bahu masih terus mengeluarkan darah.
Kemudian Ibu membersihkan darahnya menggunakan air dingin. "Mas, sabar yah. Ayahku lagi meracik obatnya" kata Cia cemas. Dia merasa bersalah karena dia, jadinya pemuda ini terluka. Bahkan dia tidak tau siapa pemuda ini, datang dari mana, bahkan namanya saja dia tidak tau.
"Sebenarnya gimana ceritanya kok Mas ini bisa terluka?" tanya Ibu penasaran.
"Jadi tadi waktu Cia lagi jualan kue, Cia digangguin sama si Dani. Dan Mas ini yang nolongin Cia. Mas ini bisa luka karena dipukuli sama si Dani dan juga anak buahnya juragan Darmo bu. Mereka curang, udah maen keroyokan, pake senjata tajam pula" Cia pun menceritakan kejadian yang dialaminya pada sang Ibu.
"Ya ampun Nak, makasih banyak yah sudah tolongin anak ibu. Emang si Dani itu biang rusuh di kampung ini dan gak ada yang berani melawannya karena takut dengan bapaknya si Juragan Darmo itu."
Tak lama kemudian Ayah Beny datang dengan membawa sesuatu di tangannya. "Nak, saya akan membalurkan obat ini di lukamu. Ini agak pedih, tapi nanti lukanya bisa langsung sembuh." kata Ayah dan pemuda itu cuma menganggukkan kepalanya.
Dia merasakan lemas seluruh badannya. Waktu ayah membalurkan ramuan itu, pemuda itu merintih menahan sakit. "Maaf ya Mas. Tahan sakitnya ya." kata Ayah Beny lagi.
Setelah itu ayah mengikat luka itu dengan kain yang bersih supaya ramuan itu bisa menempel dengan baik. "Ibu tolong ambil air putih anget yah. Kasih minum masnya. Abis itu kasih makan supaya bisa minum obat yang sudah ayah buat itu." kata Ayah Beny lagi.
Ibu Marni melakukan apa yang dikatakan suaminya. Cia memberi minum pemuda itu dan Ibu mengambil makanan yang ada di dapur mereka untuk dimakan pemuda itu. Makanan sederhana hanya nasi putih dan telor ceplok.
"Nak, makan dulu yah. Tapi maaf cuma ini yang kami punya. Mau gak mau harus dimakan supaya perutnya gak kosong. Karena obat itu harus diminum saat setelah makan" kata Ibu Marni panjang lebar.
"Iya bu. Makasih ya" jawab pemuda itu. Dalam hati dia berkata "walaupun miskin dan sederhana tapi aku merasakan damai dan sukacita berada di rumah ini."
"Mari Cia bantu suapin" kata Cia lalu mengambil piring berisi makanan itu untuk disuapin kepada pemuda itu. Pemuda itu akhirnya bisa memandang wajah ayu Cia dari jarak yang sangat dekat. Seorang wanita sederhana dengan kecantikan yang luar biasa. Padahal gak ada sapuan make up sama sekali. Bahkan bedak pun tidak dipakainya.
"Ya ampun, dia cantik banget" batin Pemuda itu sambil tersenyum.
"Gimana Mas? Enak? Maaf yah cuma telor ceplok" kata Cia. "Enak kok. Makasih ya, kebetulan aku juga belum sarapan" kata Pemuda itu yang terlihat sudah mulai kembali bertenaga.
"Eh iya nak, Cia, lalu kue-kuenya dimana?" tanya ibu yang baru teringat dengan kuenya.
"Kuenya udah diborong semua sama Masnya ini, tapi dibagi-bagi kepada semua warga yang ada di sana tadi bu. Ini uangnya" kata Cia lalu menyodorkan tiga lembar uang warna merah.
"Lho ini kebanyakan uangnya" kata Ibu.
"Katanya itu berkatnya aku bu" kata Cia tersenyum.
"Nak, waduh makasih banyak yah. Udah borong kuenya ibu, udah nolongin anak ibu sampe terluka seperti ini. Ibu jadi berhutang nih sama kamu, Nak" Kata Ibu lagi.
"Kan udah sewajarnya kita saling tolong menolong satu dengan yang lainnya. Jangan dijadiin utang lah bu. Gak enak kalo punya utang. Anggap itu berkat dari Tuhan untuk keluarga Ibu" kata Pemuda itu lagi.
"Iya sekali lagi makasih ya, Nak. Tapi ngomong-ngomong namanya siapa Nak?" Tanya Ibu Marni.
"Saya Arjuna Arsyan bu, panggil aja Juna" jawab Pemuda itu.
"Wah nama yang bagus, sebagus orangnya" kata Ibu Mirna lagi.
Bersambung yah....
Dan jangan lupa tinggalkan jejak yah biar author semangat menulis....