+Cinta satu malam】Terjebak Cinta Tuan Presdir
Deskripsi Cerita:
Alana, seorang perempuan cantik yang tumbuh dalam lingkungan keras, tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah dalam satu malam yang tragis. Sejak kecil, ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan terpaksa tinggal bersama bibi serta sepupunya yang memperlakukannya dengan buruk. Meskipun hidup dalam tekanan, Alana selalu menjaga kehormatan dan kesuciannya.
Namun, segalanya berubah ketika Clara, sepupunya yang licik, bersama ibunya, Sandra, menjebaknya dalam sebuah rencana busuk demi uang. Dengan tipu daya dan obat bius, mereka menyerahkan Alana kepada seorang lelaki kaya yang haus nafsu. Namun, keberuntungan tampaknya masih berpihak pada Alana—lelaki yang seharusnya menjadi pemilik tubuhnya justru mengembalikan uangnya dan pergi.
Sayangnya, Alana tetap tidak bisa lepas dari jeratan takdir. Dalam keadaan setengah sadar akibat pengaruh obat, ia terbangun di kamar hotel bersama seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
terusir dari rumah sendiri
"Kau tahu, karena ulahmu, aku harus mengembalikan uang lelaki itu! Uang yang seharusnya bisa aku dan Clara gunakan untuk membeli apa yang kamu inginkan. Tapi kamu malah menggagalkan nya, Dasar tidak tahu diri!" lanjut Bu Sandra sambil menunjuk wajah Alana.
Alana yang mendengar perkataan bibi nya terkejut. "Uang lelaki itu? Apa maksudnya, Bibi?" tanya Alana dengan suara bergetar.
"Jangan pura-pura bodoh kamu Alana." Clara menyahut dengan nada sinis. "Kau pikir kami membiarkanmu hidup di sini tanpa alasan? Kami sudah menjual mu pada Om Andreas, tapi kau malah kabur! Kau benar-benar tidak berguna, Alana! Gara-gara kau kabur aku gagal membeli tas apa yang aku impikan."
Kata-kata itu menghantam Alana seperti petir di siang bolong. Matanya membulat, dan tubuhnya terasa goyah. "Kalian... kalian menjual ku?!" tanyanya lirih, nyaris tak percaya apa yang keluar dari mulut sepupunya itu.
"Jangan lebay kamu Alana. Kamu selama ini selalu mendapatkan perhatian, pujian segala nya kamu dapatkan. Dan Lelaki itu kaya raya! Kau seharusnya bersyukur dia mau membayar mahal untuk gadis sepertimu." Kata Clara dengan tajam menusuk perasaan Alana.
Air mata Alana akhirnya tumpah. Perasaan dikhianati oleh orang yang seharusnya menjadi keluarganya begitu menyakitkan. "Kalian benar-benar tega," ucapnya sambil terisak.
"Tega?" Bu Sandra menyeringai sinis. "Kalau kau tidak suka, maka keluar saja dari rumah ini! Clara, kemasi barang anak ini sekarang!" Seru Bu Sandra.
Clara langsung bergerak menuju kamar Alana dengan langkah santai, seolah perintah itu adalah hal biasa.
Namun Alana tak tinggal diam. Ia melangkah maju, menatap tajam ke arah Bibinya meski tubuhnya gemetar. "Kalian mengusirku?" tanyanya dengan suara serak. "Ini rumah peninggalan orangtuaku! Rumah ini milik mereka, dan aku punya hak tinggal di sini!"
Bu Sandra mendengus sinis. "Rumah ini? Memang betul dulu milik orangtuamu. Tapi aku yang merawat rumah ini selama bertahun-tahun. Kau pikir kau punya hak atas semuanya? Kau tidak lebih dari beban, Alana."
Alana yang mendengar ucapan bibi nya tak terbendung kehancuran nya. "Bibi dulu kalian yang meminta tinggal bersama ku, setelah kedua orang tua ku meninggal. Tapi sekarang kalian ingin menguasai semua ini. Bibi benar-benar keterlaluan." Kata Alana dengan marah dan juga air mata.
"Diam!" bentak Bu Sandra. "Kalau kau tidak suka, pergilah! Jangan harap kau bisa hidup enak di sini lagi."
Alana menggigit bibirnya, menahan isakan. Ia merasa sendirian di dunia ini, namun ia tahu bahwa ia tidak bisa menyerah. Dengan langkah tegas, ia menuju kamarnya, mengambil tas dan barang-barang pentingnya.
"Baik," ucapnya dengan suara gemetar namun penuh tekad. "Aku akan pergi. Tapi ingat, ini bukan akhir. Aku akan kembali suatu hari nanti, dan kalian akan menyesali apa yang kalian lakukan padaku. Kata Alana yang tak rela rumah satu-satu nya peninggalan kedua orang tau nya akan di ambil oleh bibi nya.
Saat Alana membawa koper nya. Tiba-tiba ia di dorong oleh Clara sampai jatuh di teras rumah.
Bruk.
"Cepat pergi jangan pernah berfikir untuk kembali, kamu di sini juga tidak ada guna nya." Kata Clara dengan kejam.
Alana tidak menyangka hanya karena rencana mereka gagal. Mereka menyalahkan Alana sampai mengusir dirinya dari rumah nya sendiri.
Alana tak menyangka bahwa kesalahan yang tidak pernah ia lakukan berujung pada pengusiran dirinya dari rumah sendiri. Air matanya terus menetes saat ia menyeret kopernya, berjalan tanpa arah di tengah kota. Langkahnya terasa berat, bukan hanya karena lelah, tapi juga karena hati yang penuh luka.
“Kenapa mereka begitu tega?” gumamnya lirih sambil menahan isakan. Ia teringat wajah kedua orangtuanya yang sudah lama tiada, seolah-olah menginginkan kehangatan dan perlindungan yang dulu pernah ia rasakan.
Hari itu terasa panjang. Matahari perlahan turun ke ufuk barat, menggantikan sinarnya dengan bayangan jingga yang memenuhi langit. Alana akhirnya berhenti di sebuah taman kecil. Pohon-pohon rindang dan bangku-bangku kosong menjadi saksi bisu kesedihannya. Ia duduk di salah satu bangku taman, membenamkan wajah di antara kedua telapak tangannya.
"Dengan siapa aku harus berbagi cerita ini? Ke mana aku harus pergi?" pikirnya putus asa.
Tanpa di sadari Alana, Di kejauhan, seorang pemuda memperhatikan sosoknya. Ia menghentikan mobil nya di pinggir jalan, matanya menyipit, mencoba mengenali perempuan yang duduk sendirian itu.
“Alana. Bukankah itu Alana?” gumam pemuda tersebut, Melvin, dengan nada penuh rasa ingin tahu.
Melvin, yang tak sengaja melewati taman itu dalam perjalanan pulang, merasa ada yang aneh melihat Alana. Wajahnya yang biasanya ceria kini terlihat penuh kesedihan. Pakaian sederhana yang ia kenakan sedikit berantakan, dan ada koper besar di sebelahnya.
Tanpa berpikir panjang, Melvin mendekat. "Alana? Kau baik-baik saja?" tanyanya dengan nada penuh perhatian.
Mendengar suara yang familiar, Alana mendongak. Matanya membesar saat melihat Melvin berdiri di depannya. "Melvin?" gumamnya, suaranya serak karena menangis terlalu lama.
Melvin duduk di sebelahnya, matanya penuh kekhawatiran. "Apa yang terjadi? Kenapa kau di sini sendirian? Dan... kenapa kau membawa koper?" tanyanya lembut. Kepada sahabat sekolah nya dulu itu.
Alana menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis yang hampir pecah lagi. “Aku... Aku diusir dari rumahku sendiri,” jawabnya lirih.
Melvin tertegun mendengar jawaban itu. Ia tahu bahwa Alana bukanlah tipe orang yang mudah menyerah, apalagi sampai terlihat begitu hancur. “maksud kamu. Bibi kamu itu.?" Tanya malvin
Alana mengangguk pelan.
"Jadi kamu beneran diusir sama bibi kamu, Al?" tanya Melvin sekali lagi, matanya penuh dengan kekhawatiran. Ia masih sulit percaya bahwa keluarga Alana, yang seharusnya melindunginya, justru tega membuangnya.
Alana hanya mengangguk pelan. "Iya, Vin. Mereka menyalahkan ku karena rencana mereka gagal... dan sekarang aku tidak punya tempat untuk pergi," jawabnya lirih, menunduk untuk menyembunyikan air matanya yang mulai menggenang.
"Rencana,,,? emang mereka merencanakan apa, sampai kamu si usir Al.?" Tanya Melvin penasaran.
Alana yang mendengar pertanyaan Melvin merasa ragu untuk cerita, hingga akhirnya Alana berbicara jujur. "Mereka,,,? mereka ingin menjual ku Vin.!" Kata Alana sambil terisak.
Melvin yang mendengar pengakuan Alana. Wajah nya langsung merah padam karena marah. Tapi saat melihat Alana sangat terpukul. Melvin menarik napas panjang, berusaha meredam amarahnya terhadap orang-orang yang telah menyakiti Alana. "Aku tidak menyangka mereka sepicik itu, tapi Ya sudah, kalau begitu, kamu ke rumahku aja, kamu bisa tinggal di rumah ku," ajaknya dengan nada tegas.
"Tapi, Vin... nggak apa-apa aku ke rumahmu?" tanya Alana ragu, matanya menatap Melvin dengan penuh kebingungan. "Aku nggak mau merepotkan kamu."
Melvin tertawa kecil, mencoba mencairkan suasana. "Nggak apa-apa kali, Al. Lagian, kamu ini kayak nggak kenal aku aja. Kamu butuh tempat tinggal, dan aku nggak bakal biarin kamu sendirian kayak gini. Ayo ikut aku!" ucapnya penuh semangat. Mencoba membuat Alana melupakan masalah nya sekejap.
Setelah beberapa saat ragu, Alana akhirnya mengangguk. "Terima kasih, Vin. Aku nggak tahu harus gimana kalau nggak ada kamu," katanya dengan suara yang hampir berbisik.
Melvin tersenyum tipis, lalu mengarahkan Alana menuju mobilnya yang terparkir tak jauh dari taman. Ia membukakan pintu mobil untuk Alana dengan sopan, lalu memasukkan koper Alana ke bagasi.
Sepanjang perjalanan, Alana duduk diam sambil menatap ke luar jendela. Perasaan sedih dan lega bercampur aduk di dalam hatinya. Sementara itu, Melvin meliriknya beberapa kali, mencoba mencari cara untuk membuat suasana menjadi lebih baik.
"Jadi, Al... setelah ini, kamu mau ngapain?" tanya Melvin, memecah keheningan.
"Aku belum tahu, Vin," jawab Alana jujur. "Yang jelas, aku harus cari cara untuk memulai hidup baru. Tapi untuk sekarang, aku cuma mau istirahat dan mencoba berpikir jernih."
Melvin mengangguk. "Ya sudah kalau begitu. Tapi kalau kamu butuh sesuatu. Bilang aja sama aku. Gak perlu merasa gak enak. Kita berteman. Gak cukup 1 tahun 2 tahun.!" Kata Melvin akhirnya
Alana tersenyum tipis, meski matanya masih menyiratkan kesedihan. "Terima kasih, Vin. Aku nggak tahu harus bilang apa lagi."
Hingga akhirnya Melvin membawa Alana ke rumah nya.
1. Awal kalimat gunakan huruf kapital.
2. Penggunaan tanda baca yang tidak pada tempatnya contohnya di kalimat ini coba perhatikan lagi letak tanda bacanya.
3. Setelah ku baca chapter satu ini aku koreksi untuk penggunaan huruf kapital dan huruf kecilnya masih ada salah tempat
4. Saran aku sih banyak mampir dan baca karya-karya lainnya amati dan perhatikan penulis mereka
Sekian terimakasih🤗