Dikhianati oleh dua orang yang paling ia percayai—tunangannya dan adiknya sendiri—Aluna Kirana kehilangan semua alasan untuk tetap hidup. Di tengah malam yang basah oleh hujan dan luka yang tak bisa diseka, ia berdiri di tepi jembatan sungai, siap menyerahkan segalanya pada arus yang tak berperasaan.
Namun takdir punya rencana lain.
Zayyan Raksa Pradipta, seorang pemadam kebakaran muda yang dikenal pemberani, tak sengaja melintasi jembatan itu saat melihat sosok wanita yang hendak melompat. Di tengah deras hujan dan desakan waktu, ia menyelamatkan Aluna—bukan hanya dari maut, tapi dari kehancuran dirinya sendiri.
Pertemuan mereka menjadi awal dari kisah yang tak pernah mereka bayangkan. Dua jiwa yang sama-sama terbakar luka, saling menemukan arti hidup di tengah kepedihan. Zayyan, yang menyimpan rahasia besar dari masa lalunya, mulai membuka hati. Sedangkan Aluna, perlahan belajar berdiri kembali—bukan karena cinta, tapi karena seseorang yang mengajarkannya bahwa ia pantas dicintai.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sylvia Rosyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
Langit menggelap lebih cepat dari biasanya. Asap hitam tebal mulai membumbung tinggi ke udara dari arah timur kota. Sirene meraung-raung memecah keheningan pagi itu, mengiringi deru mobil pemadam kebakaran yang melaju kencang membelah jalanan. Di dalamnya, Zayyan duduk dengan wajah tegang, seragam merahnya berkilau tertimpa cahaya lampu darurat.
"Gedung apartemen di distrik H! Lantai delapan terbakar, ada beberapa warga yang belum dievakuasi," suara radio komunikasi terdengar jelas di tengah kesibukan.
Zayyan mengangguk, rahangnya mengeras. Ada sesuatu dalam nada laporan itu yang membuat detak jantungnya memacu lebih cepat. District H... Gedung apartemen itu... entah mengapa terasa terlalu familiar. Tapi pikirannya terlalu sibuk mempersiapkan langkah penyelamatan untuk memikirkan kenangan yang berserakan di masa lalu.
Sesampainya di lokasi, api telah menyelimuti sebagian besar lantai atas gedung. Warga-warga yang berhasil keluar tampak berdiri di pinggir jalan, beberapa menangis, beberapa hanya bisa terpaku menyaksikan tempat tinggal mereka terbakar.
"Lantai delapan! Seorang wanita masih terjebak di sana!" teriak salah satu penghuni, menunjuk ke arah balkon yang dipenuhi asap.
Zayyan tak berpikir panjang. Dengan perlengkapan lengkap dan oksigen di punggung, ia menerobos masuk ke dalam gedung bersama dua rekannya. Tangga darurat mulai rapuh, namun mereka tetap mendaki. Asap pekat menusuk matanya, tapi ia terus melangkah.
Di lantai delapan, suara batuk dan rintihan lemah terdengar dari balik pintu yang sebagian hangus. Zayyan mendobrak masuk, dan di sana, dalam bayangan kobaran api, ia melihat sosok seorang wanita tergeletak di lantai, tubuhnya menggigil kepanasan, matanya setengah tertutup.
Untuk sesaat, waktu seperti berhenti.
Wajah wanita itu... begitu mirip.
Alya.
Jantung Zayyan mencelos. Ia tahu itu bukan Alya. Alya telah tiada. Tapi otaknya menolak menerima kenyataan. Bayangan kekasihnya yang dulu meninggal dalam kobaran api muncul kembali—saat ia gagal menyelamatkannya, saat teriakan Alya menjadi gema paling menyakitkan yang menghantui setiap malam dalam tidurnya.
"Alya...?" bisiknya nyaris tanpa suara.
Wanita itu merintih pelan, mengangkat sedikit tangannya, membuat Zayyan sadar bahwa ini bukan waktunya terjebak dalam masa lalu. Ia mengangkat tubuh wanita itu ke dalam pelukannya dan mulai berjalan menerobos kobaran api, berusaha melindungi tubuh rapuh itu dengan tubuhnya sendiri.
"Zayyan! Jalannya runtuh!" teriak rekannya dari belakang.
Zayyan menoleh cepat, mencari jalur alternatif. Ia memaksakan diri membuka jendela, lalu menggunakan tali penyelamat untuk menuruni dinding luar gedung—langkah gila yang nyaris merenggut nyawanya. Namun dalam benaknya hanya satu kalimat yang berputar: aku tidak akan gagal lagi.
Sesampainya di bawah, paramedis segera menyambut mereka. Wanita itu segera ditangani, sementara Zayyan tersungkur di aspal, tubuhnya gemetar hebat. Nafasnya memburu, dan sebelum sempat berkata apapun, dunia di sekelilingnya mulai berputar. Bayangan Alya yang berteriak, tangannya yang menjulur ke arahnya, kembali menghantam memorinya.
Zayyan jatuh pingsan di tempat.
"ZAYYAN!"
Suara rekan-rekannya menggema. Salah satu dari mereka berjongkok, memeriksa denyut nadinya.
"Masih hidup! Tapi dia syok berat. Kita harus segera membawanya pergi."
Kendaraan darurat segera membawa Zayyan ke markas, namun dokter memutuskan agar ia bisa beristirahat di rumah. Tubuhnya tak mengalami luka berat, tapi jiwanya mengalami tekanan.
Di dalam mobil, teman-temannya menatapnya dengan diam penuh kecemasan.
"Dia belum sadar sejak tadi..."
"Ini sudah lebih dari satu jam..."
Mereka saling bertukar pandang. Salah satu dari mereka berkata lirih, "Kita bawa dia pulang ke apartemennya. Mungkin... itu akan membuatnya lebih baik."
itu sakitnya double
bdw tetap semangat/Determined//Determined//Determined//Determined/