NovelToon NovelToon
Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Diselingkuhi Dokter, Dipinang Pemilik Rumah Sakit

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Cinta Terlarang / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:8.5k
Nilai: 5
Nama Author: Isti arisandi

Kinanti, seorang dokter anak yang cerdas dan lembut, percaya bahwa pernikahannya dengan David, dokter umum yang telah mendampinginya sejak masa koass itu akan berjalan langgeng. Namun, kepercayaan itu hancur perlahan ketika David dikirim ke daerah bencana longsor di kaki Gunung Semeru.

Di sana, David justru menjalin hubungan dengan Naura, adik ipar Kinanti, dokter umum baru yang awalnya hanya mencari bimbingan. Tanpa disadari, hubungan profesional berubah menjadi perselingkuhan yang membara, dan kebohongan mereka terus terjaga hingga Naura dinyatakan hamil.

Namun, Kinanti bukan wanita lemah. Ia akhirnya mencium aroma perselingkuhan itu. Ia menyimpan semua bukti dan luka dalam diam, hingga pada titik ia memilih bangkit, bukan menangis.

Di saat badai melanda rumah tangganya datanglah sosok dr. Rangga Mahardika, pemilik rumah sakit tempat Kinanti bekerja. Pribadi matang dan bijak itu telah lama memperhatikannya. Akankah Kinanti memilih bertahan dari pernikahan atau melepas pernikahan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isti arisandi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15. Firasat seorang istri.

Suara dering ponsel memenuhi keheningan ruangan.

Ponsel itu bergetar di atas meja, berulang kali menyala dengan nama "Kinanti" terpampang jelas di layar. Tapi David tak mendengar apa-apa. Kamar itu sunyi, hanya suara shower di kamar mandi yang menderas, bercampur dengan suara lembut detak jam dinding.

Di luar kamar mandi, Naura duduk di ujung ranjang. Rambutnya basah oleh keringat, tubuhnya dibalut selimut tipis. Ia menatap layar ponsel yang terus bergetar, lalu mengambilnya dengan tangan ringan. Matanya memandang nama yang tertera, lalu senyum sinis menghiasi bibirnya.

“Akhirnya dia telepon juga,” gumamnya pelan, meletakkan ponsel kembali ke meja, membiarkannya terus bergetar tanpa berniat menjawab.

Naura tahu... waktunya hampir habis. Momen yang ia ciptakan baru saja, sekaligus mimpi yang ia kejar selama bertahun-tahun akan segera sirna.

Tapi setidaknya, malam itu adalah miliknya. Meski hanya satu malam, hanya satu kesempatan... dan mungkin satu-satunya kenangan yang akan terus ia genggam.

Tak lama kemudian, suara air berhenti. David keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambut dengan handuk kecil. Matanya lelah, tapi wajahnya terlihat jauh lebih dingin dari sebelumnya.

Ia mengenakan kemeja yang belum sempat disetrika dan celana panjang, lalu duduk di sisi ranjang. Ponselnya kini sepi, tak lagi berdering.

Saat ia melihat notifikasi panggilan tak terjawab dari Kinanti, hatinya mencelos.

“Naura, kamu lihat ponselku tadi bunyi?” tanya David cepat.

Naura mengangguk ringan, masih duduk di ranjang sambil membungkus tubuh dengan selimut. “Iya. Mbak Kinanti tadi menelepon.”

David menoleh cepat. “Kenapa nggak kamu kasih tahu?”

Naura tersenyum, sinis namun pahit. “Karena kamu lagi mandi. Aku nggak mau ganggu.”

David berdiri, mengabaikan tatapan Naura yang seperti menyimpan seribu luka dan seribu rencana. Ia mengenakan jaket dengan gerakan terburu-buru, lalu mengambil dompet dan kunci mobil dari atas laci.

David hampir lupa dengan pesanan Kinanti, dia lalu kembali ke kamar dan mengambil selimut dan termos yang sudah diisi air hangat.

“Aku harus ke rumah sakit.” David akhirnya pamit..

Naura menunduk, menyembunyikan matanya yang mulai berkaca-kaca. “Aku tahu kamu seperti itu karena takut sama Mbak Kinanti Mas.”

David tak menambahkan kata apapun. Ia hanya melangkah cepat keluar dari kamar, meninggalkan aroma sabun dan jejak malam yang baru saja mereka habiskan. Saat pintu tertutup, Naura menoleh ke arah jendela.

“Satu malam saja, kan? Itu yang kamu bilang,” ucapnya pelan, suaranya gemetar menahan perih yang tak terlihat. "Aku akan buat kamu jadi milikku Mas. Mbak Kinanti sudah bahagia dengan anaknya, kamu akan diabaikan."

***

David tiba di rumah sakit dengan langkah tergesa. Matanya menyapu sekitar, mencari ruangan tempat Kinanti dirawat. Suara ramai terdengar dari ujung lorong bangsal. Beberapa kerabat berkumpul, dan suara isak tangis samar mulai menyelinap di udara.

Saat David masuk ke kamar rawat, hatinya langsung mencelos melihat wajah Kinanti yang pucat dan tubuhnya yang terlihat lebih lemah dari terakhir kali ia lihat.

 Di sisi ranjang, Ibu David duduk dengan wajah cemas. Ayah Kinanti berdiri dengan tangan bersedekap, sementara ibunya menangis pelan di pelukan perawat.

“Mas David...” suara lemah itu datang dari arah ranjang.

Kinanti menatap David dengan mata yang lelah namun penuh harap. “Akhirnya kamu datang juga.”

David segera mendekat. Ia mengelus punggung tangan Kinanti yang terasa dingin.

“Maaf... aku nggak dengar telepon. Aku...” ia terdiam. Kalimatnya menggantung.

Kinanti tersenyum, walau bibirnya kering. “Aku tahu... mungkin kamu sibuk. Tapi aku kaget. Tadi tanganku tiba-tiba gemetar, gelas jatuh. Aku... merasa seperti ada yang nggak beres.”

David hanya menunduk, menyembunyikan wajah yang penuh rasa bersalah.

Ibu David menatapnya tajam. “Kamu dimana? Ini rumah sakit, bukan tempat orang datang dan pergi sesuka hati, bisa-bisanya kamu tinggalkan Kinanti sendirian."

David menelan ludah. “Aku... tadi pulang sebentar, Bu.”

Ayah Kinanti tidak berkata-kata. Tapi tatapannya seolah menusuk. David tahu, malam ini bukan hanya tubuh Kinanti yang terluka, tapi kepercayaan banyak orang terhadap dirinya.

“Suster,” panggil David pelan. “Gimana kondisi Kinanti?”

Suster yang berdiri di ujung ranjang menjawab pelan, “Sudah kami tangani, Pak. Hanya tekanan darahnya sempat turun drastis karena syok. Sekarang sudah lebih stabil, tapi kami akan observasi selama 24 jam.”

David mengangguk.

“Kinanti butuh istirahat total, jangan sampai banyak pikiran.”

Kinanti menatap David. “Aku nggak mikir apa-apa, Mas. Aku cuma... rindu kamu. Rasanya akhir-akhir ini kamu jauh.”

Kalimat itu membuat dada David serasa dihantam. Ia merasa seperti manusia paling kejam di dunia.

“Aku nggak ke mana-mana,” bohong David lirih, menggenggam tangan istrinya lebih erat. “Aku di sini. Selalu di sini.”

Kinanti mengangguk pelan, lalu memejamkan mata. Air mata menetes dari sudut matanya.

Setelah suasana sedikit tenang, ibu David menarik anaknya keluar kamar.

“Kamu jujur sama ibu. Kamu semalaman di mana?”

David menatap ibunya, bingung harus menjawab apa. “Ibu... aku nggak bisa jawab itu sekarang.”

“Berarti benar ada sesuatu yang kamu sembunyikan?” desak ibunya lagi, matanya tajam.

David menggeleng. “Nggak, Bu. Tolong percaya sama aku. Aku akan jaga Kinanti. Aku nggak akan ninggalin dia.”

“Tapi kamu sudah bikin dia nangis malam tadi,” suara ibunya meninggi. “Kamu sadar nggak betapa rapuhnya dia sekarang? Kamu pikir perempuan itu kuat menghadapi semuanya sendiri? Dia berjuang antara hidup dan mati, sementara kamu malah...”

David menunduk. Kali ini ia tidak punya kekuatan untuk membantah. Kata-kata ibunya benar. Ia memang salah.

Malam semakin larut. Para kerabat mulai pamit satu per satu. Ibu dan ayah Kinanti tetap tinggal, memilih berjaga semalam di rumah sakit.

David kembali masuk ke kamar, duduk di sisi ranjang. Ia menatap wajah Kinanti yang tertidur. Wajah yang dulu selalu ia puja. Wajah yang kini menyimpan luka yang diam-diam ia tambahkan.

David memejamkan mata, menahan ledakan rasa bersalah. “Itu... kelemahan. Kebodohan. Aku nggak akan mengulanginya lagi.” batinnya.

David lalu mengambil Mauren di inkubator, dua hanya berdiri mematung. Dalam benaknya, suara Kinanti dan Naura saling bertubrukan. Hatinya penuh luka, penuh sesal, penuh kebingungan.

Ia kembali duduk di sisi ranjang. Menggenggam tangan Kinanti dengan lebih erat.

“Maa...fkan aku,” bisiknya.

Tapi malam sudah terlalu larut untuk meminta maaf.

Dan mungkin... terlalu telat untuk memperbaiki semuanya karena Kinanti sudah tidur.

Maura yang tengah sendiri di kamar merasakan kejanggalan, tubuhnya tiba-tiba seperti sedang masuk angin.

"Kenapa aku merasa tubuhku sangat aneh. Apa yang terjadi." Naura seketika langsung berlari ke wastafel memuntahkan isi perutnya.

1
Rahmi
Lanjutttt
Rian Moontero
lanjuuuuttt/Determined//Determined/
Yunia Spm
keren
Yunia Spm
definisi ipar adalah maut sebenarnya....
watini
badai besar siap menghancurkan davit naura.karna kebusukan tak kan kekal tersimpan.moga Yusuf ga jadi nikahin Naura,dan mendapatkan jodoh terbaik.
watini
suka cerita yg tokoh utamanya wanita kuat dan tegar.semangat thor,lanjut
Isti Arisandi.: terimakasih komentar pertamanya
total 1 replies
Isti Arisandi.
Selamat membaca, dan jangan lupa beri like, vote, dan hadiah
Isti Arisandi.: jangan lupa tinggalkan komentar dan like tiap babnya ya...😘
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!