Yan Ruyin, nama yang membuat semua orang di Kediaman Shen jijik. Wanita genit, pengkhianat, peracun… bahkan tidur dengan kakak ipar suaminya sendiri.
Sekarang, tubuh itu ditempati Yue Lan, analis data abad 21 yang tiba-tiba terbangun di dunia kuno ini, dan langsung dituduh melakukan kejahatan yang tak ia lakukan. Tidak ada yang percaya, bahkan suaminya sendiri, Shen Liang, lebih memilih menatap tembok daripada menatap wajahnya.
Tapi Yue Lan bukanlah Yan Ruyin, dan dia tidak akan diam.
Dengan akal modern dan keberanian yang dimilikinya, Yue Lan bertekad membersihkan nama Yan Ruyin, memperbaiki reputasinya, dan mengungkap siapa pelaku peracun sebenarnya.
Di tengah intrik keluarga, pengkhianatan, dan dendam yang membara.
Bisakah Yue Lan membalikkan nasibnya sebelum Kediaman Shen menghancurkannya selamanya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arjunasatria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8
Dasar wanita genit, tidak tahu diri.
Suamimu begitu tampan, tapi kau malah terpikat oleh pria licik seperti Shen Wei.
Yue Lan mengutuk pemilik tubuh ini dalam hati, menahan campuran rasa kesal dan muak yang masih tertinggal.
Amarahnya bukan hanya tertuju pada Shen Wei, melainkan pada keputusan-keputusan bodoh Yan Ruyin yang meninggalkan jejak seperti perangkap di setiap sudut kehidupannya sekarang.
Apa yang sebenarnya kau cari?
Perhatian? Validasi? Atau sekadar rasa menang karena berhasil merebut sesuatu yang seharusnya bukan milikmu?
Ia mengepalkan tangan.
Tubuh ini mungkin cantik. Mungkin selalu dipuja. Tapi jelas ia seperti cangkang kosong. Dan dari kekosongan itulah semua masalah ini lahir.
Yue Lan menarik napas panjang, berusaha menenangkan detak jantungnya yang belum sepenuhnya stabil. Tatapannya jatuh ke arah paviliun utama, ke tempat Shen Liang menghilang bersama Meirong.
Ada rasa tidak nyaman yang mengendap di dadanya.
Bukan cemburu.
Lebih seperti… kesal karena disalahpahami. Karena tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan. Karena harus menanggung reputasi yang bukan miliknya.
Mulai sekarang cukup, tekadnya dalam hati.
Ia tidak akan membersihkan nama Yan Ruyin untuk mendapatkan simpati siapa pun.
Ia hanya akan memastikan satu hal.
Tidak ada lagi yang bisa menyentuhnya sesuka hati.
Tidak ada lagi yang bisa mempermainkannya seperti boneka.
Jika dunia ini memusuhinya sejak awal, maka ia akan bertahan dengan caranya sendiri.
Yue Lan melangkah memasuki aula paviliun utama, tempat jamuan keluarga akan berlangsung. Langkahnya tenang, punggungnya tegak, meski dadanya masih terasa tidak nyaman.
Tak lama kemudian, Shen Wei masuk menyusul di belakangnya.
Keduanya berhenti di posisi masing-masing dan memberi hormat.
“Jadi kau tidak mau datang bersamaku,” ujar seorang wanita berwajah tirus dengan mata tajam, suaranya dingin dan jelas tidak bersahabat, “karena kau menjemput Yan Ruyin?”
Tatapan itu langsung tertuju pada Shen Wei, lalu beralih pada Yue Lan tanpa sedikit pun menyembunyikan ketidaksukaannya.
“Tian’er,” sela seorang wanita paruh baya dengan nada menahan, “jangan berdebat di meja makan.”
Dari sikapnya yang penuh wibawa dan cara ia duduk di kursi di sebelah pria paruh baya yang duduk di kursi utama, tidak sulit menebak, dialah Nyonya Shen, istri sah kepala keluarga.
Aula itu kembali hening, namun udara di dalamnya terasa semakin berat.
“Duduklah kalian berdua,” ujar Tuan Shen dengan nada datar.
Shen Wei melangkah lebih dulu dan duduk di sebelah Tian’er. Sementara itu, Yue Lan justru berhenti di sisi lain meja dan menghampiri Meirong.
“Itu tempat dudukku,” kata Yue Lan tenang, namun jelas. “Kau tidak seharusnya duduk di sebelah suamiku.”
Ucapan itu membuat beberapa kepala terangkat serempak.
Keheningan yang tercipta jauh lebih tajam dari sebelumnya.
Meirong tampak terkejut, meski senyum tipis masih menggantung di sudut bibirnya. Shen Wei menoleh cepat, alisnya berkerut.
“Ada apa denganmu?” tanya Shen Wei, nadanya bercampur heran dan tidak percaya. “Biasanya kau selalu duduk di sebelahku. Katanya kau tidak nyaman duduk di sebelah suamimu yang dingin.”
Kata-kata itu menghantam Yue Lan tanpa ampun.
Sekilas, potongan ingatan asing melintas di benaknya,
Yan Ruyin yang sengaja memilih duduk di sisi Shen Wei, mencari alasan untuk menjauh dari Shen Liang, bahkan membiarkan sentuhan-sentuhan tersembunyi terjadi di bawah meja.
Jari Yue Lan mengepal.
Rasa muak menjalar cepat, bukan pada Shen Wei semata, melainkan pada kebiasaan pemilik tubuh ini yang telah menyeretnya ke dalam situasi memalukan.
“Itu dulu,” jawab Yue Lan akhirnya, suaranya datar namun tegas. “Sekarang aku memilih duduk di tempat yang seharusnya.”
Meirong bangkit dari kursinya dengan berat hati, lalu duduk di kursi yang lain.
Yue lan lalu duduk di kursi di sebelah Shen Liang tanpa ragu.
Untuk sesaat, aula itu benar-benar sunyi. Dan untuk pertama kalinya, tatapan Shen Liang beralih padanya bukan tatapan dingin, bukan marah, melainkan penuh penilaian yang dalam dan sulit diterjemahkan.
semangat thor jangan lupa ngopi☕️