NovelToon NovelToon
Permainan Terlarang

Permainan Terlarang

Status: sedang berlangsung
Genre:Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Pembantu / Pembaca Pikiran
Popularitas:15.3k
Nilai: 5
Nama Author: Alim farid

**Sinopsis:**

Luna selalu mengagumi hubungan sempurna kakaknya, Elise, dengan suaminya, Damon. Namun, ketika Luna tanpa sengaja menemukan bahwa mereka tidur di kamar terpisah, dia tak bisa lagi mengabaikan firasat buruknya. Saat mencoba mengungkap rahasia di balik senyum palsu mereka, Damon memergoki Luna dan memintanya mendengar kisah yang tak pernah ia bayangkan. Rahasia kelam yang terungkap mengancam untuk menghancurkan segalanya, dan Luna kini terjebak dalam dilema: Haruskah dia membuka kebenaran yang akan merusak keluarga mereka, atau membiarkan rahasia ini terkubur selamanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alim farid, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2

Luna merasa seakan bayangan Damon terus berputar tanpa henti dalam pikirannya. Setiap kali ia mencoba menutup matanya, wajah Damon yang penuh percaya diri muncul kembali, menghantui setiap sudut pikirannya. Malam itu, kenangan akan momen-momen canggung dan tidak nyaman yang terjadi memenuhi pikirannya, membuatnya sulit untuk tertidur. Bahkan saat pagi tiba, rasa pusing dan kelelahan menyelimuti dirinya.

“Sial,” gumam Luna dengan suara lemah saat ia menyingkirkan selimut yang membungkus tubuhnya. Ia mengeluarkan keluhan kecil saat menuruni ranjang dan melangkah gontai menuju kamar mandi. Keinginannya untuk kembali tidur begitu besar, namun ia tahu ada kewajiban yang menunggunya di kampus—sebuah agenda yang tak bisa diabaikan begitu saja.

Di kamar mandi, Luna membasuh wajahnya dengan air dingin, berharap rasa pusing di kepalanya akan mereda. Namun, pikirannya terus kembali pada Damon. Senyum penuh percaya diri Damon dari kemarin begitu membekas dalam benaknya, menciptakan rasa gelisah yang mendalam. Luna merasa tidak nyaman dengan kedekatan yang tiba-tiba itu, namun ia juga bingung dengan perasaan campur aduk yang menyelimuti dirinya.

Setelah berhasil melarikan diri dari rumah Damon dan kakaknya semalam, Luna merasa kesal dan marah pada dirinya sendiri. Ia tidak mengerti bagaimana ia bisa terjebak dalam situasi yang begitu memalukan. Setiap kali ia mengingat bagaimana Damon mendekatinya dengan penuh keyakinan, perasaannya berkecamuk antara marah dan bingung, menciptakan kekacauan dalam dirinya.

Setelah selesai di kamar mandi, Luna berdiri di depan cermin dan menatap refleksinya. Mata yang sembab akibat kurang tidur dan wajah yang tampak lelah menunjukkan betapa terganggunya ia oleh peristiwa semalam. "Kenapa harus begini?" bisiknya pelan pada bayangan dirinya sendiri di cermin.

Di sisi lain, Damon tampaknya menikmati permainan ini. Setiap langkahnya terencana dengan baik, seolah ia ingin menguji reaksi Luna. Damon berusaha memastikan bahwa Luna mulai memikirkannya dengan intens, bahkan mulai merencanakan langkah-langkah berikutnya untuk mendapatkan perhatian gadis itu sepenuhnya.

Luna akhirnya menyelesaikan persiapannya untuk pergi ke kampus. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian semalam, membuatnya sulit untuk fokus. Namun, ia tahu hari ini adalah hari yang penting. Pengumuman penempatan magang sudah di depan mata, dan ia harus hadir untuk mendengarnya secara langsung.

Dengan langkah yang terasa berat, Luna menuju ruang makan. Di sana, ibunya sudah sibuk menyiapkan sarapan seperti biasa. Sejak kemarin, Luna sengaja menjauh dari ibunya. Ia tahu ibunya pasti akan penasaran dengan apa yang terjadi di apartemen kakaknya. Namun, Luna merasa tidak sanggup menceritakan semuanya. Bagaimana mungkin ia bisa menjelaskan bahwa ia secara tidak sengaja masuk ke kamar Damon dan berakhir dalam situasi yang sangat tidak nyaman? Ia yakin ibunya akan sangat marah jika mengetahui yang sebenarnya. Oleh karena itu, Luna memilih untuk diam dan menjaga jarak.

“Ada apa, sayang? Kamu kelihatan gelisah,” tanya ibunya tiba-tiba, memecah keheningan. Luna tersentak kaget, namun segera menggelengkan kepala dengan cepat, berusaha menyembunyikan kegelisahannya.

“Kamu kok aneh, Nak?” lanjut ibunya dengan nada curiga, sambil menatap Luna dalam-dalam. Namun, sebelum Luna sempat menjawab, ibunya kembali fokus menata makanan di meja, memberikan sedikit waktu bagi Luna untuk mengatur dirinya.

“Mungkin Luna lagi kepikiran tentang tempat magangnya, ya?” Ayahnya yang baru saja masuk ke ruang makan, mencoba menenangkan suasana. Luna merasa lega karena ayahnya datang tepat waktu. Jika tidak, ia pasti sudah kebingungan mencari alasan.

“Papa sudah bilang, lebih baik kamu magang di kantor Papa saja. Tapi kamu kan yang ingin cari tantangan sendiri, sekarang malah kepikiran,” ujar ayahnya sambil tersenyum, menatap putrinya dengan penuh kasih sayang.

Luna mengangguk sambil tersenyum, meski dalam hatinya masih ada rasa gelisah. “Luna cuma ingin pengalaman baru, Pa. Kalau di kantor Papa, nanti nggak ada yang berani kasih tugas ke Luna karena mereka tahu Luna anak bos. Mana seru!”

Papanya tertawa kecil sambil mengusap rambut Luna dengan lembut, tanda kasih yang tak pernah berubah. Sang ibu, yang telah selesai menyiapkan sarapan, tersenyum menyaksikan interaksi itu. Mereka tahu bahwa Luna, meski sudah beranjak dewasa, masih memiliki sisi manja yang kuat. Berbeda dengan Elise yang lebih mandiri, Luna sering kali membuat mereka khawatir dengan keputusannya yang impulsif.

Namun, kali ini Luna merasa ada beban yang berbeda. Setelah sarapan dan berpamitan, Luna segera berangkat ke kampus dengan hati yang tidak tenang. Ia hampir terlambat menghadiri sesi orientasi magang, namun ia berhasil tiba tepat waktu. Aula tempat orientasi itu sudah penuh sesak oleh mahasiswa lain yang juga menantikan pengumuman.

Dengan susah payah, Luna menemukan tempat kosong di barisan paling belakang. Meski jauh dari panggung, ia masih bisa mendengar suara dosen yang memberikan materi orientasi magang dengan jelas, berkat penggunaan mikrofon.

Orientasi berlangsung singkat, diakhiri dengan pembagian penempatan lokasi magang. Luna merasa lega karena akhirnya akan tahu di mana ia akan ditempatkan. Namun, di balik rasa lega itu, pikirannya kembali melayang pada Damon. Bagaimana jika ia harus berhadapan lagi dengan pria itu? Apakah ia mampu mengendalikan perasaannya yang masih kacau?

Sambil membaca lembaran kertas yang baru saja diberikan, Luna menyadari bahwa tantangan di depan matanya bukan hanya tentang dunia kerja, tapi juga bagaimana ia bisa mengatasi perasaannya sendiri. Perjalanan ini bukan sekadar magang biasa—ini adalah ujian bagi dirinya, untuk menemukan siapa sebenarnya dirinya dan bagaimana ia menghadapi dunia yang penuh kejutan.

---

Ester menatap ketiga gadis di depannya dengan penuh rasa ingin tahu. “Dari mana kalian semua berasal?” tanyanya dengan nada ramah namun penuh perhatian.

Gadis berambut ikal yang bernama Rachel menjawab dengan percaya diri, “Dari AH Group.”

Ester melirik ke arah gadis lainnya, yang terlihat cemas. “Luna, bagaimana denganmu?”

Luna tidak langsung menjawab. Ia tetap fokus pada kertas di tangannya, seolah dunia di sekelilingnya menghilang. Rachel merasa tidak nyaman dengan ketegangan yang tiba-tiba. “Kenapa harus kebetulan seperti ini?” pikirnya dalam hati.

“Luna?” Ester bertanya lagi, suaranya menunjukkan keprihatinan.

Luna akhirnya mengangkat wajahnya dan menatap Ester dengan mata yang penuh kelelahan. “Saya magang di Arta Group,” jawabnya dengan nada dingin.

Ester tersenyum ceria, tidak menyadari ketegangan di antara mereka. “Oh, itu luar biasa! Arta Group milik kakak ipar saya, kan? Jadi kita berdua magang di kantor yang sama!” Serunya dengan penuh semangat.

Namun, ekspresi Luna berubah menjadi suram. “Arta Group...,” katanya dengan nada lesu. “Setelah kejadian kemarin, sulit bagi saya untuk merasa senang.”

Ester, tetap tidak menyadari ketidaknyamanan Luna, melompat kegirangan. “Kita bisa bersama-sama di tempat yang sama! Ini akan sangat menyenangkan!” serunya dengan antusiasme yang tulus.

Sementara itu, Luna hanya menghela napas, merasa kecewa dan tidak bersemangat. Ia menundukkan kepala, berusaha menahan perasaannya yang semakin mendalam.

1
Endang Yusiani
mirip-mirip
Alim Farid: apanya mirip"kak
total 1 replies
Debby Tewu
lanjut ceritanya
Debby Tewu
lanjut dong veritanya
Divana Mareta
lanjut thor...
Subrianti Subrianti
Luar biasa
Alim Farid: makasih kakak 🙏🙏🙂
total 1 replies
bb_yang_yang
Yuk, thor, update secepatnya! Pembaca mu sudah tidak sabar lagi. 😍
Jock◯△□
Ganti tanggal jadi sekarang ya thor!
Asnisa Amallia
Gimana ceritanya bisa sehebat ini? 😮
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!