NovelToon NovelToon
TUMBAL RUMAH SAKIT

TUMBAL RUMAH SAKIT

Status: sedang berlangsung
Genre:Tumbal
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: Pita Selina

Sebuah pembangun rumah sakit besar dibangun depan rumah Gea, Via dan Radit. Tiga orang sahabat yang kini baru saja menyelesaikan sekolah Menengah Kejuruan. Dalam upaya mencari pekerjaan, tak disangka akhirnya mereka bekerja di rumah sakit itu.

Sayangnya, banyak hal yang mengganjal di dalamnya yang membuat Gea, Via dan Radit sangat penasaran.

Apakah yang terjadi? Rahasia apa yang sebenarnya disembunyikan para author? Penuh ketegangan. Ikuti misteri yang ada di dalam cerita ini!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pita Selina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

"Aku sudah tahu."

"Tentunya, Pak Suryo. Kami sudah bersama dari kami kecil. Sudah lima belas tahun lamanya," jawab Radit, seraya menyantap nasi gorengnya. "Siapa yang membantu berjualan, Pak? Deni biasanya membantu Pak Suryo. Kemana Deni sekarang?"

Pak Suryo masih tetangga kami. Rumahnya tak jauh dari tempat Ia berjualan.

"Anak saya Deni, pulang kampung ... sudah beberapa bulan Ia mengalami sakit keras."

"Deni sakit apa?" Radit dengan cepat menelan kunyahannya. "Apa dia tak dilarikan ke rumah sakit?"

"Sudah bolak-balik rumah sakit, penyakitnya tidak ketemu."

"Kok bisa?" tanyaku.

Pak Suryo tersenyum sendu. "Do'akan saja ya ... semoga Deni cepat pulih."

"Aamiin ... kami selalu mendoakan yang terbaik untuk Deni," jawabku.

Suasana kembali hening. Hanya suara sendok dan piring yang beradu. Radit dengan nikmat menyantap nasi gorengnya.

"Memangnya tidak takut berjualan sendirian, Pak?" ceplos Radit. "Bapak kan tahu sendiri daerah sini seperti apa ... apalagi—" (ucap Radit terpotong).

"Sudah!" kesal Via. "Kau memang tak pernah tahu tempat, Radit! Habiskan saja makananmu. Lagi pula, besok kita harus menjalankan aktivitas lagi."

"Ya bagaimana? Takut atau pun tidak, saya kan juga harus tetap berjualan untuk keluarga saya," jawab Pak Suryo. "Apalagi ... ya kalian sudah melihatnya kan. Depan gedung tua dibelakang."

"Memangnya ... pernah ada kejadian apa?" tanya Radit. Ia masih menyantap nasi gorengnya.

"Ah ... jangan ditanya lagi." Pak Suryo melirik ke arah gedung tua itu. "Tak hanya satu ... dan 'mereka' jahil."

"Memangnya 'mereka' melakukan apa?" desak Radit.

Kucubit lengan Radit. "Sudah ... segera habiskan makananmu. Kau membuat suasananya menjadi tak nyaman."

"Ya ... aku hanya ingin mengetahuinya saja. Memangnya tidak boleh?" Radit seraya mengelus-elus tangannya yang sakit.

"Ya kau pikir saja ... kau bertanya langsung di tempatnya. Kau pikir 'mereka' tak akan mendengar," timpal Via, murka.

"Mereka terkadang membeli dagangan saya, lalu membayarnya dengan uang daun," singkat Pak Suryo.

"Yang paling parah?" tanya Radit lagi.

"Menampakkan wajahnya yang hancur," lanjutnya.

Seketika badanku terasa panas dan merinding. "Sudah!" sergahku. "Aku pikir bukan waktu yang tepat untuk membicarakan persoalan ini."

"Ceritakan, Pak!" seru Radit.

"Kau ini!" ucap Via seraya memukul. "Tak bisa kah kau diam saja?! Kau memang menyebalkan."

Penjual itu duduk di bangku kosong tepat di sampingku. "Saya beritahu beberapa hal yang mungkin akan membantu kalian."

Suasana kembali hening lagi. Kami langsung mendengarkan Pak Suryo dengan seksama.

"Lebih baik kalian tidak pernah tau tentang itu semua. Karena mereka 'mengincar' ... lebih baiknya lagi, pergi menjauh." Pak Suryo langsung menoleh ke arah pembeli lain yang baru datang.

"Pesan apa, Mas?" tanya Pak Suryo seraya melayani.

Radit mengerutkan keningnya. "Loh ... itu bukan cerita Pak."

"Sudah ... ingat saja kata-kataku itu. Mungkin itu semua akan membantu kalian."

****

Aneh ... sepanjang perjalanan pulang aku mengingat kata-kata Pak Suryo.

"Heh!" Lamunanku dibangunkan oleh Radit. "Kau mahu kemana? Rumahmu sudah di sebelahmu."

"Kau sedang memikirkan apa, Gea? Tampaknya banyak sekali beban di dalam benakmu," lanjut Via.

"Ah ... tidak. Aku hanya sedikit kecapekan. Ya sudah, kalian pulang dan beristirahatlah." Tanpa menoleh aku langsung masuk ke dalam rumah. "Jangan lupa besok untuk menyiapkan beberapa berkas perbaikan nilai rapot kalian."

"Byee Gea ... besok aku akan kembali menyapamu di pagi hari," teriak Via.

"Bye," ketus Radit. Radit langsung masuk ke rumahnya.

"Iwh malas!" balas Via pada Radit. "Hidupmu sok dingin dan misterius."

****

Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi. Rasanya, aku sangat penasaran dengan apa yang telah diucapkan Pak Suryo.

"Memangnya kenapa? Apa yang telah terjadi? Bukankah selama ini aku tinggal di desa ini? Lagi pula, sampai saat ini aku merasa aman dan baik-baik saja." Kumengganti posisi rebahanku. Kubuang napasku dengan kencang. "Ya ... semua itu hanya omong kosong saja. Aku tidak akan mudah percaya pada mitos itu, orang-orang aneh."

Seketika aku mendengar sayup-sayup dari seorang wanita yang menangis seperti merintih kesakitan.

Sontak aku langsung menoleh ke arah pintu. Kumenatap sekeliling kamarku dengan waspada. "Hah? Siapa yang menangis?" Jantungku mulai berdegup kencang.

Perlahan suara itu pun menghilang.

"Aneh." Kudengarkan lagi suara itu dengan teliti. "Apa suara kucing birahi?"

Dan suara itu terdengar kembali.

Tubuhku perlahan mulai lemas, takut akan suatu hal buruk terjadi, kuputuskan untuk menutup mataku. "Sudahlah, tidur Gea!" Lagi-lagi aku terkejut karena suara itu semakin keras.

Rasa takut dan penasaranku sama-sama sebanding. Sesekali ingin kumelihat keadaan di arah luar tetapi aku tidak memiliki keberanian untuk itu.

Suara tangis itu semakin menggema di telingaku. Kini suara itu berubah menjadi suara Ibu.

"Ibu? Kenapa Ibu menangis di tengah malam? Apa Ibu rindu pada ayah?" batinku. Pikiranku terus berkelahi.

'Keluar atau tidak? Kurasa, suaranya pun bukan di dalam rumah'. Tersirat di pikiranku, aku terus bermonolog.

Perlahan kulangkahkan kakiku menuju pintu kamar. Jari jemariku mulai memegang handle pintu.

"Jika sesuatu hal terjadi menimpaku, aku akan berteriak dengan kencang. Lagi pula, Ibu bersamaku," batinku.

Akhirnya ... kuputuskan untuk keluar dari kamar, kubuka pintu kamarku dengan perlahan. Mataku tertuju pada jendela yang terhubung ke arah luar. Suara itu kembali terdengar.

"Aduh ... kau harus terus melangkah Gea. Setidaknya rasa penasaranmu sudah terbayarkan," batinku.

Hingga, aku sampai di depan jendela. Kuraih tirai yang sudah di hadapanku. Perlahan aku mulai mengintip.

Tidak ada siapapun di sana. Suasana tampak sepi dan sunyi.

"Aneh!" Kukerutkan keningku. Kuamati terus suasana luar pada malam itu.

"Apa suara itu berasal dari kamar Ibu?" aku menoleh kebelakang, ke kamar Ibu.

Kusipitkan mataku. Dan benar saja, seorang perempuan di teras depan rumahku sedang menangis merintih. Perlahan wanita itu mendongakkan kepalanya, Ia mulai menoleh padaku.

Kututup langsung tirai itu dengan rapat. Dengan cepat aku berlari ke kamar.

****

"Tidak ... kumohon tidurlah Gea! Kumohon! Kau tak boleh menyusahkan dirimu sendiri." Kututupi tubuhku menggunakan selimut. Yang paling menjengkelkan, tubuhku mulai mengeluarkan keringat.

Suasana malam itu sangat hening. Hanya aku ditemani rasa takutku.

Tidak lama dari itu, aku mendengar ada yang membuka handle pintu kamarku. Sontak membuat mataku perlahan mengintip ke arah pintu.

Suara pintu kamarku perlahan mencekit mulai terbuka.

"Siapa? Tak mungkin kalau itu Ibu, Ibu selalu mengetuk pintu terlebih dahulu," batinku.

Aku tetap pada pendirianku ... tetap terus berpura-pura tertidur.

Separuh wajah mengintip dari samping pintu. Tatapannya begitu tajam menatap ke arahku.

'Ya ampun! Wajahnya hancur, senyumnya begitu menyeringai'.

Perlahan Ia semakin mendekat.

"Tidak mungkin," batinku. "Kau harus berteriak Gea! Panggil Ibumu! Cepat!"

Sosok itu mengendap berjalan ke arahku dengan tubuhnya yang bungkuk.

Aroma anyir darah semakin menyengat.

Aku tetap berpura-pura tertidur. Sesekali kumengintip lagi.

"Ya ampun! Dia sudah dihadapanku. Ibu! Radit! Via! Tolong aku! Aku mohon." Kututup langsung mataku dengan rapat.

Anggapanku dia tidak akan mengetahui bahwa aku telah melihatnya.

"Aku sudah tahu ...." Sosok itu tertawa. Tawanya begitu melengking.

Tubuhku seketika lemas mendengarnya.

1
Rena Ryuuguu
Sempat lupa waktu sampai lupa mandi, duh padahal butuh banget idung dipapah😂
Hafizahaina
Ngakak sampe perut sakit!
sweet_ice_cream
🌟Saya sering membawa cerita ini ke kantor untuk membacanya saat waktu istirahat. Sangat menghibur.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!